Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cendra, Si Cendrawasih Merah yang Tak Sombong Lagi

Cendra, Si Cendrawasih Merah yang Tak Sombong Lagi 

Teman.....Pada bulan Oktober tahun 2017 silam, saya mengikuti kelas menulis dongeng anak online yang diselenggarakan oleh Mbak Wulan Mulya Pratiwi. Beliau adalah seorang penulis buku produktif yang kemudian mendirikan Wonderland Publisher yang mengelola kelas menulis dan penerbit buku indie.



34 Dongeng Super Amazing Kekayaan Fauna Indonesia



Nah, di akhir kelas menulis dongeng ini, masing-masing peserta mendapatkan tugas membuat sebuah dongeng dengan ditentukan tema daerahnya. Karena disesuaikan dengan propinsi yang ada di Indonesia maka dongeng pun 34 jumlahnya. Yang kemudian terangkum dalam sebuah buku berjudul "34 Dongeng Super Amazing Kekayaan Fauna Indonesia"

Saya pun didapuk menulis dongeng berlatar Propinsi Papua Barat dengan tokoh fauna asli sana yaitu Cendrawasih Merah. Hmm, tantangan yang enggak mudah! Karena sebelumnya memang saya lebih suka menulis cerita anak daripada dongeng, salah satunya cerita anak: "Pakai Kawat Gigi? Enggak Mau Ah! yang dulu pernah dimuat di Kompas Minggu.

Maka, saya pun membuat riset kecil-kecilan dengan browsing segala hal yang berkaitan dengan Cendrawasih Merah dan Papua Barat ini. Karena memang buku tak hanya memuat dongeng saja nantinya, tapi juga melampirkan pesan moral dan fakta unik tokoh dan latarnya.

Kemudian setelah jadi dongengnya, karya pun saya setorkan ke pihak Wonderland. Sampai sekitar bulan April 2018, buku itu pun bisa dipesan melalui pre order dengan harga Rp 40.000,- dari harga asli Rp 55.000,-

Oh ya buku dicetak oleh Scritto Books dan akan dijual secara luas di Toko Buku Gramedia dan toko buku lainnya setelah masa pre ordernya berakhir. 


Nah, berikut dongeng saya yang berjudul Cendra, Si Cendrawasih Merah yang Tak Sombong Lagi. Ini adalah naskah asli yang hampir tidak ada revisi.

Selamat Menikmati!!


Wonderland Publisher



Cendra, Si Cendrawasih Merah yang Tak Sombong Lagi



Cendra sekali lagi melihat bayangannya di permukaan air sungai. Nampak pantulan warna bulunya yang kuning dan coklat. Paruhnya juga berwarna kuning. Dan, karena ia seekor Cendrawasih Merah jantan, maka ada bulu berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian sisi perutnya. Juga, bulu hiasan di muka yang berwarna hijau gelap. Di ekornya terdapat pula dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. Sementara Cendri, adiknya, punya ciri yang sedikit berbeda. Karena ia adalah burung Cendrawasih Merah betina, maka Cendri tidak memiliki bulu hiasan seperti milik Cendra.

Cendra yang mengaca di permukaan air yang jernih, bergumam sendiri,”Aku keren sekali, ya!” bisiknya bangga.

“Kaaaak,…Kakak!” teriakan Cendri mengagetkan Cendra.

“Kak, dicari kemana-mana, ternyata di sini senyum-senyum sendiri,” sungut Cendri kesal karena sudah berkeliling hutan mencari kakaknya.

“Iya, ada apa?” jawab Cendra sambil menatap geli adiknya yang cemberut.

“Itu, Ibu minta kita membantu tetangga yang baru pindah ke pohon sebelah. Mereka punya anak sebaya kita lo, Kak. Namanya Kasu Kasuari. Asyik, kita jadi punya teman bermain yang baru!” Cendri panjang lebar menjelaskan alasan mencari kakaknya.

“Oh, yang bulunya hitam itu ya? Aku sudah sempat kenalan kemarin. Aku lagi sibuk sekarang, kamu saja yang bantu mereka ya?” tolak Cendra.

“Ya, ampun sibuk apa juga? Sibuk memuji diri sendiri? Ayolah, Ibu sudah di rumah mereka tadi. Kita diminta menyusulnya,” ajak Cendri.

“Ya, sudah kamu duluan saja, aku nanti nyusul,” Cendra menjawab santai ajakan adiknya.

Cendri sambil bersungut-sungut pun pulang meninggalkan kakaknya.



Papua Barat
sumber: blogs uajy ac id


Malam hari sebelum tidur,

“Kakak ketinggalan tadi. Aku bermain bersama Kasu, asyik sekali!” pamer Cendri gembira.

“Apa asyiknya sih, Cendri? Si Kasu badannya besar begitu, enggak bisa terbang, bulunya hitam dan jelek pula!” Cendra kesal adiknya berserita tentang Kasu melulu seharian ini.

“Ya ampun Kakak ini kenapa sih? Belum juga kenal baik, sudah menjelekkan teman!” Cendri berteriak kesal ke kakaknya.

“Benar, kan? Si Kasu itu badannya kebesaran, makanya dia nggak bisa terbang. Nggak seperti kita. Badan kita ramping jadi bisa terbang dengan gampang. Bulu kita juga indah. Enggak seperti bulu si Kasu yang jelek itu,” teriak Cendra membela diri.

“Cendra….Cendri!” tiba-tiba Ibu sudah berdiri di depan mereka berdua.

“Malam-malam teriak-teriak! Ini waktu istirahat, bisa mengganggu tetangga!” Ibu tegas mengingatkan mereka.

“Cendra, Ibu mendengar kamu tadi menggunjingkan si Kasu Kasuari, teman barumu! Enggak bagus menggunjingkan teman begitu, Nak! Kita semua punya kelebihan dan kekurangan. Kamu baru kenal Kasu Kasuari sehari saja sudah menggunjingkannya dengan buruk begitu. Kamu hanya menilai dari luarnya saja. Kamu juga merasa dirimu lebih bagus darinya. Itu tidak baik. Cobalah berteman dengannya. Pasti akan kamu temukan banyak kebaikannya,” papar Ibu panjang lebar.

“Baik Bu, maafkan Cendra,” meski tak sepenuhnya setuju Cendra mengangguk mendengar penjelasan Ibu.

“Ya sudah, sekarang kalian berdua tidur dulu. Ini sudah malam. Ingat besok kalian akan hadir ke perayaan Pesta Anak Burung di hutan seberang,” ujar Ibu lagi.

Esok harinya, Cendra, Cendri dan Kasu pergi ke hutan seberang. Sepanjang jalan Cendri bercanda dan tertawa-tawa bersama Kasu. Sementara Cendra masih diam saja, hanya sekali-kali menyahutinya. 

Tiba-tiba di depan mereka muncul sesosok panjang bermoncong tumpul bulat. Tubuhnya berwarna hijau gelap dengan bintik-bintik kuning. Ekornya terbalut warna kuning dan hitam. Gigi lurus dan cakarnya melengkung menonjol. 

Ya, seekor Biawak Papua tepat berdiri di depan mereka bertiga, bersiap menerkam satu diantaranya. 

Melihat itu Kasu secepat kilat langsung menendang Biawak Papua dengan kakinya yang panjang dan kuat itu. Kaki Kasu Kasuari memang mampu menendang dan merobohkan musuh-musuhnya, hanya dengan sekali tendangan.

Si Biawak pun lari kesakitan.

Cendra dan Cendri terpana melihat tindakan berani Kasu Kasuari. 

Spontan Cendra pun berkata, “Kamu hebat sekali Kasu!”

Maafkan aku kemarin sudah begitu sombong dan menilaimu buruk. Aku menggunjingkan kejelekanmu. Padahal kamu punya banyak kelebihan yang tidak kumiliki. Memang bulumu tidak seindah punyaku, tapi kakimu sungguh kuat dan kamu pemberani sekali,” ujar Cendra kagum.

“Enggak apa-apa, Cendra. Aku juga minta maaf, sebagai teman baru aku yang seharusnya memperkenalkan diri dulu. Tapi aku malah menunggumu datang ke rumahku. Aku juga bukan tetangga baru yang sopan,” Kasu tersenyum menjawab permintaan maaf Cendra.

“Ya sudah, berarti kita kosong-kosong ya…Tos! Berteman kita sekarang!” Cendra mengangkat tangannya ke atas.

Kasu pun menyambutnya,”Teman baik!”

Cendri yang melihatnya pun tertawa kegirangan, “Begitu dong! BFF, Best Friend Forever!”

Mereka pun tertawa-tawa sambil melanjutkan perjalanan ke hutan seberang.



Cendrawasih Merah




Pesan Moral


• Jangan pernah meremehkan orang lain karena kita belum tentu lebih baik dari orang yang kita remehkan

• Kita memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita harus bisa menjadikan itu untuk saling melengkapi dan bukan untuk saling menandingi.

• Jauhilah menggunjing atau menyakiti hati orang lain dalam bentuk apapun dan janganlah berbicara kecuali yang baik saja.

Fakta


• Cendrawasih Merah hanya ditemukan di hutan dataran rendah di Papua Barat.

• Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah di mana burung ini ditemukan sangat terbatas, Cendrawasih Merah dievaluasikan sebagai beresiko hampir terancam punah.

• Pakan burung Cendrawasih Merah terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.

Penulis


Dian Restu Agustina hobi menulis sejak kecil, tapi baru serius ditekuni ketika menjadi Ibu Rumah Tangga. Saat ini tinggal bersama suami dan dua anak lelaki di Jakarta. Sesekali sapa saja ia di akun FB Dian Restu Agustina, IG @dianrestuagustina, Twitter @dianrestoe dan Email dian.restoe@gmail.com. Atau berkunjunglah ke rumah mayanya di www.dianrestuagustina.com


Cendrawasih Merah


Nah, itulah dongeng saya Cendra, Si Cendrawasih Merah yang Tak Sombong Lagi pada buku "34 Dongeng Super Amazing Kekayaan Fauna Indonesia" ini. 

Oh ya, sampai saat ini buku masih tersedia di Gramedia jika ingin membaca keseluruhan ceritanya. Meski tidak best seller seperti antologi saya sebelumnya Ceria Ramadhan di 5 Benua - 25 Negara yang hampir tembus 30.000 eksemplar., tapi melihat buku ini nangkring di salah satu rak Gramedia sungguh bikin saya bangga.

Baiklaaaaah, terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat sharing dongengnya yaaa😍



Happy Writing

Dian Restu Agustina



Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

40 komentar untuk "Cendra, Si Cendrawasih Merah yang Tak Sombong Lagi"

  1. Ketjeh abiss mom Dian, salut euy 😍
    Dengan adanya buku dongeng ini, anak2 jadi lebih tahu dan mengenal keragaman kekayaan fauna Indonesia. Semoga makin sukses mom Dian.

    BalasHapus
  2. Mba Dian keren banget :D sudah banyak menulis cerita. Cerita cendrawasih merah ini juga bagus, pesan moralnya pun bagus. Izin ya Mba buat saya ceritakan ke anak-anak, anak saya kadang suka minta dibacakan dongeng sebelum tidur malam :D

    BalasHapus
  3. Ceritanya menarik dan eduaktif, Mbak. Aku salut sama penulis-penulis cerita anak, susah soalnya nulis yang mudah dipahami oleh anak-anak.

    BalasHapus
  4. Kerennnn mba Dian, dongeng ini pasti bagus untuk anak-anak. Kayaknya asyik ya jadi bahan untuk pengantar bobok anakku selama sebulan (1X semalam bacanya).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak bisa untuk sebulan lebih..karena 34 buah jumlahnya :)

      Hapus
  5. Keren dongengnya mba, bisa jadi bekal tuk dongeng anak (tuk saat ini masih dalam kandungan)

    BalasHapus
  6. Mau tanya ,Mpo memang bukan penulis tapi kalau di tulis ulang di blog bukan kah merugikan karena orang jadi tahu alur ceritanya dan malas membeli bukunya.

    Sukses buat buku buku selanjutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buku ini sudah tahun lalu terbit Mpo..ada 33 cerita lainnya selain karya saya. Jadi menjadi hak penulis untuk membagikan cerita yang ditulisnya jika sudah lewat masa pemesanan.
      Karena buku sistemnya jual putus penulis enggak ada dapat keuntungan dari penjualan lagi.
      Karenanya saya ingin membagikan cerita ini ke teman-teman dan jika penasaran dengan isi lengkap bukunya, bisa membeli sendiri.

      Hapus
  7. Aku kayak GA asking DG MBA wulan MBA. Hihi soal dongeng apalagi dongeng hewan Aku blm pernah buat krn blm Ada ilmu juga XD pdhl PR bgt kelak spa si baby udh bs anteng didongengin, emaknya kudu kreatif XD

    Btw barakallah ya mba Dian 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak..dongeng menarik buat anak terutama usia dini

      Hapus
  8. Keren banget sih, Mba Dian. MasyaAllah.

    Bisa bikin dongeng, cerita anak, ngeblog juga jago.

    Dulu waktu SD aku suka bnget baca dongeng tentang beginian. Tadi pas baca berasa lagi flasback ke zaman dulu, hihi.

    BalasHapus
  9. Keceeee! Mba Dian mau nulis apa aja mah renyah. Kayak rempeyek udang. Dimaemnya yummy! Aku masih belom bisa nulis cernak atau dongeng kayak gini mba. Harus banyak belajar nih dari Mba Dian

    BalasHapus
  10. Mba Diaan, selamat yaa. Keren banget bisa memberikan dongeng yang mengedukasi juga buat anak :) . Luar biasaa :)

    BalasHapus
  11. dongeng kayak gini yang dibutuhkan anak-anak sekarang
    mbak Dian keren banget bisa nulis dongeng yang asyik gini
    pesan moralnya dapat banget
    apalagi kalau misal dibuat film kartun ya
    pasti lebih seru

    BalasHapus
  12. Barakallah mbak Dian. Asiknyaa bisa ikutan kelas menulis dongengnya. Saya suka banget baca baca buku dongeng

    BalasHapus
  13. Teringat belakangan ini sudah tak lagi membacakan dongeng untuk anakku sebelum dia tidur, biasanya aku rajin bacain dongeng sebelum tidur dari beberapa buku yang ku beli. Ini boleh juga nih ya jadi salah satu koleksi anakku.

    BalasHapus
  14. wah keren mbak dian, aku juga suka abnget nulis cerita anak

    BalasHapus
  15. Dongeng yang sangat inspiratif banget. Banyak pesan moralnya. Keren mbak bisa bikin cerita dongeng yang karakternya hewan langka.

    BalasHapus
  16. Aku nggak nyangka ternyata dirimu penulis profesional. Banyak karya buku yang belum pernah aku tau. Pan kapan mau lah punya 2 bukumu itu mba.

    BalasHapus
  17. Keren, mbak bisa nulis berbagai genre. Saya juga dulu pernah ikut kelas nulis cerita anak dan belum ada yang berhasil tembus media. Akhirnya sekarang stop deh nulis cerita anaknya

    BalasHapus
  18. Mbak Dian, masih bacaan buku dongeng ini buat anak-anaknya? Kalau enggak, boleh atuh dilempar ke saya, lumayan banget karena anak-anak sangat suka kisah-kisah hewan. Hihihi

    BalasHapus
  19. Selalu salut melihat seorang penulis yang bisa bikin dan udah terbitin buku kayak mba nih, pengen juga beli bukunya nih mba :)

    BalasHapus
  20. Bagus ini ceritanya, sejak anak-anak harus dapat cerita seperti ini supaya pesan moralnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kaya nya harus beli nih bukunya.

    BalasHapus
  21. Sukaaaaa bacanya. Pesan mpralnya berasa banget. Bagus ceritanya.

    BalasHapus
  22. Saling menggunjing alias ghibah memang nggak baik, dan suka dengan kisah Cendra ini karena menginspirasi

    BalasHapus
  23. Jadi pengen beliin buku dongeng ini untuk keponakan aku yang masih balita. Kebetulan dia tuh interest sekali sama fauna. Tinggal siapin waktu aku aja deh buat bacain dongeng sebelum tidur*

    BalasHapus
  24. Cakep jalan ceritanya, Mbak. Jadi dari cerita Cendra ini, anak tidak hanya diajarkan tentang pesan moral. Tetapi, juga dikenalkan dengan burung Cendrawasih

    BalasHapus
  25. Ya..ampun kamu keren banget sih mba, bisa menuliskan cerita anak (dongeng) yg asyik dibaca gini
    Sejak dulu saya suka baca kisah2 seperti ini. Kalau dulu khasnya dgn si kancil ^_^

    BalasHapus
  26. Bagus banget mba bukunya, anak-anakku pasti senang nih kalau baca dongeng ini. Soalnya lagi suka baca mereka.

    BalasHapus
  27. Wahh, bagus bgt mba,anak2 pasti suka dan yg penting pesan moral nya itu dapet. Bagus utk pembelajaran ank2.

    BalasHapus
  28. Wah keren banget mbak. Menulis cerita anak tu gak mudah. Saya pernah belajar sayang gak konsisten dan mandeg. Pengen belajar lg nulis cerita anak :D
    Idenya bagus ini cerita SI Cendra :D

    BalasHapus
  29. Kangen nulis cerita kayak gini lagi. Aku udah punya bbrp draft, tapi kok ya nggak tuntas-tuntas. Kayaknya harus maksa diri. Nyediain waktu khusus buat dongeng kayak gini. ATau kita bikin proyek lagi?

    BalasHapus
  30. ceritanya bagus mbak. Penulisannya dengan bahasa yang mudah dipahami anak. Semoga sukses ya ..

    BalasHapus