Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menikmati Secangkir Kopi di Kintamani

Menikmati Secangkir Kopi di Kintamani dan Mengagumi Keunikan Tradisi Pemakaman di Terunyan. Malam hampir bertahta di singgasananya ketika kami tinggalkan Kebun Raya. Perjalanan selanjutnya adalah ke Kintamani, sejauh 80 km jarak tempuh. Sejatinya, saat mengetikkan nama hotel tujuan menginap di Kintamani, GPS kami menyarankan rute tercepat yang 20 km lebih hemat. Tapi karena jalan yang disarankan di gambar nampak penuh dengan kelokan dan menyisir pegunungan, meski enggak setajam kelokan saat dari Lovina, saya dan suami pun memutuskan mengabaikan rute ini.





Inilah enaknya kalau roadtrip menggunakan GPS (Global Positioning System). Karena kita bakal diberi alternatif rute tercepat dilengkapi beraneka informasi fasilitas umum yang terdekat. Hingga (hampir) enggak bakalan nyasar ke in the middle of somewhere.

Tapi, memang GPS-nya musti diupdate dengan peta terkini. Caranya? Mudah saja, update online pun bisa. Untuk lengkapnya, Gooogling saja yaaa...😉

Pokoknya, untuk alat bantu petunjuk arah yang juwaraah, serahkan pada GPS Garmin sajaaah...!!

(Semoga ada orang dari brand-nya yang baca artikel ini yaaa...hahaha)

Segara Hotel Kintamani

Balik lagi ke perjalanan Bedugul-Kintamani....

Perjalanan kami agak tersendat di beberapa tempat karena jalanan yang sempit dan ramai di sepanjang kawasan menuju arah Ubud. Tapi so far meski beberapa jalan minim penerangan, perjalanan lancar jaya dan memasuki kawasan Kintamani pada pukul 7 malam.

Sebelum menuju hotel, kami membeli makanan dulu di gerai waralaba fried chicken yang ada di sana. Dan tahu enggak teman, saat membuka pintu mobil....bbrrrrr...duingiin pun menerpa badan.

Gerimis tipis memang sedari tadi selang-seling menghiasi perjalanan kami. Tapi enggak ngira juga kalau suhu di luar dingin begini dan anginnya pun bertiup kencang.

Kami pun memutuskan makanannya di take away saja dan dimakan di penginapan nantinya. Lalu, cuusss....segera angkat kaki dari tempat untuk mencari kamar yang hangat.

Hotel di Kintamani


Kemudian, enggak pakai lama, di tengah sepinya jalanan dan turunan tajam menuju arah danau, akhirnya sampai juga kami di hotelnya. Setelah check in dan bertanya tentang info seputar rute menuju Terunyan, kami pun akhirnya memasuki kamar yang sudah dipesan.

Segara Hotel dan Restoran, demikian nama penginapan kami kali ini. Sebuah hotel yang hanya dibatasi sebuah jalan raya dan lahan beberapa meter saja dari Danau Batur. Dan berlokasi di Desa Kedisan, Kintamani, Kabupaten Bangli (telepon: (0366) 51136)

Hotel yang (lagi-lagi) kami dapatkan dari situs pemesanan online ini, kami pilih diantaranya karena memiliki family room. 

Hotel Kintamani

Hal ini penting, karena kami adalah traveler yang baik dan taat pada aturan perhotelan #halah.

Maksudnya kami selalu memperhatikan aturan bahwa sekamar yang menginap misalnya: hanya boleh 2 dewasa saja, 2 dewasa+anak di bawah 2 tahun, 2 dewasa+ 2 anak di bawah 12 tahun....dan sebagainya.

Karena, kalau harga kamar termasuk sarapan, pasti akan dihitung sejumlah tamunya. Selain itu, biar lapang juga saat kita menginapinya.


Hotel di Kintamani

Lanjuut,...Family Room yang kami pesan adalah sebuah kamar yang luas yang memang buat berempat pas. Ada kasur utama yang besar dilengkapi kelambu serasa pasangan bulan madu ... 😀

Dan di kedua sisinya ada kasur mini untuk 2 anak kami. Lalu, di ruangan yang sama juga ada sebuah lemari dan televisi lama dan juga dua buah sofa. Tapi, memang enggak ada teras seperti kamar lain di hotel yang sama.


Hotel di Kintamani

Sedangkan kamar mandinya adalah sebuah ruangan yang lapang dengan bath tub besar beserta showernya. Air hangat pun lancar jaya di setiap kami mandi. Oh ya, enggak ada toiletries disediakan di sini, hanya tersedia 4 buah handuk bersih dan wangi.

Setelah bebersih badan dan makan, anak-anak dan Bapaknya pun membuka gawai mereka dan mencoba WiFi-nya. Katanya, lumayan juga koneksinya, mengingat lokasi hotelnya.

Sementara saya menonton acara di Bali TV sambil ngikik sendiri. Maklum di tipi sedang ada acara yang dibawakan oleh grup lawak Bondres Salju dalam Bahasa Bali. Dan ternyata, meski tak lagi paham semuanya, secara garis besar saya tahu maksudnya...😀

Kemudian, enggak pakai lama, di heningnya malam yang sunyi di sisi Danau Batur Kintamani, kami berempat pun pulas terbawa mimpi.

Danau Batur

Sampai saat saya terbangun pukul 5 dan bertanya ke suami tentang jadi enggaknya hunting sunrise pagi itu. Tapi, ketika membuka pintu dan tahu kalau gerimis halus masih setia pada bumi, maka saya urungkan niat membangunkan anak-anak.

Jadilah, ketika gelap mulai lingsir, saya berjaga saja di halaman hotel dan mengambil foto sang surya yang malu-malu bersembunyi di balik awan di atas sana.

Padahal, niat hati ingin mengulang pengalaman belasan tahun silam ketika bersama-sama teman-teman, menikmati sunrise di Kintamani. Sampai-sampai waktu itu dibela-belain berangkat dari Denpasar pukul 2 dini hari untuk menyaksikannya. 

Tapi, benar-benar sunrise-nya, Masya Allah, tak terkira indahnya!! Sayangnya kali ini enggak rejeki.

Kintamani

Setelah semua mandi dan wangi, kami pun bersiap untuk sarapan dan melanjutkan perjalanan.

Awalnya, kami akan ke Terunyan dulu dan balik ke penginapan untuk check out. Tapi, mengingat waktu check out tertulis pukul 11.30, maka kami putuskan untuk keluar dari hotel sekalian dan baru jalan ke Terunyan.

Oh ya, untuk harga kamar Family Room ini adalah 355 ribu (nett) sudah termasuk sarapan untuk berempat. Lumayan hemat!

Kopi Kintamani

Sarapannya satu menu saja, nasi goreng plus telor mata sapi per orang per porsi dan boleh ambil sendiri teh atau kopi. Teh sudah disediakan, sedangkan kopi, bikin sendiri. Boleh pilih, kopi instan atau kopi bubuk yang sudah disediakan.

Karena Kintamani adalah salah satu penghasil kopi ternama di Indonesia, tentu saja saya dan suami tak mau menyia-nyiakan kesempatan, menikmati kopi Kintamani langsung di Kintamani.

Kopi Kintamani

Dan, benar saja...

Menghirup aroma kopi Kintamani, di Kintamani, dataran tertinggi di Bali yang letaknya sekitar 1600 meter diatas permukaan laut. Dan minumnya di tengah dinginnya pagi sambil melepas pandangan ke Danau Batur yang berada persis di depan mata.

Alhamdulillah, maka nikmat Tuhan mana lagi yang saya ingkari!

Kopi Kintamani

Di tempat yang sama, nampak tamu hotel lainnya juga sedang bersiap mengawali hari sebelum memulai agenda perjalanan mereka. 

Oh ya, Segara Hotel ini, bangunan penginapannya hanya terdiri dari satu lantai saja dengan kamar yang berderet sesuai tipenya. Masing-masing dibatasi sekat atau taman. Di tengah taman ada bale bengong tempat duduk sambil memandang lepas ke danau yang biasanya enggak sampai senja sudah tertutup oleh kabut tipis di atasnya.

Hotel di Kintamani

Penginapan juga menawarkan beberapa paket kegiatan dan perjalanan termasuk jika ingin melakukan pendakian ke Gunung Batur. 

Harga dan paket yang ditawarkan bervariasi, seperti: paket belajar mebanten 120 ribu, 2 jam canoeing 250 ribu, Hot Spring Tour (Taman Wisata Air Panas Toya Bungkah) 170 ribu dan paket trekking ke Gunung Batur yang tidak disebutkan harganya.

Semua info di atas terdapat di sebuah papan yang ada di lobby hotel tinggal kita tanyakan saja detilnya pada petugasnya. Dan ada juga beberapa brosur perjalanan yang tersedia di meja.

Hotel di Kintamani

Tak heran jika pagi itu kami menemui rombongan wisatawan asal Perancis berjumlah 6 orang yang baru saja tiba bersama dengan tour guide mereka yang esoknya berencana melakukan pendakian.

Wah, pengin juga trekking begini kalau waktu berkunjungnya lebih lama nanti.

Sementara sekarang, kami memutuskan untuk cusss dulu...berangkat ke Terunyan.
Hotel di Kintamani

Dari penginapan, kami pergi dengan percaya diri menuju dermaga di Desa Kedisan. Tapi di pertigaan arah ke sana, mobil diberhentikan oleh penduduk setempat yang menanyakan tujuan. Setelah kami bilang mau ke Terunyan, si Bapak yang nyegat ini menyampaikan kalau kami akan dikawal sampai ke tujuan.

Akhirnya, kami dikawal oleh Pak Wayan yang jadi pemandu jalan sampai ke Desa Terunyan dengan menaiki motor di depan kami.

Kintamani

Tapi ada syukurnya juga, ditawari fasilitas pemandu begini. Karena jalannya itu pemirsaaaahhh...sempit, terjal dan berliku! Perlu ketrampilan mengemudi ekstra dan tentu saja doa, biar saat berpapasan enggak senggolan.

Nah, setelah sekitar 20 menit perjalanan, sampailah kami di desa Terunyan. Sebuah desa era Bali Aga yang memiliki tradisi unik dalam memakamkan jenazah warganya.

Danau Batur

Kami berhenti di Pura Pancering Jagat Terunyan. Salah satu pura tertua di Bali yang kini sudah diperluas dan direnovasi.

Di sini (sayangnya) masih sama dengan belasan tahun silam saat saya berkunjung ke Terunyan (waktu itu saya via dermaga Desa Kedisan), beberapa anak bahkan nenek tua merubungi kami dan meminta-minta. (Hadeehhh, kok enggak berubah yaaa..)

Tapi, karena ada Pak Wayan yang jadi pemandu, mereka pun diminta untuk tidak mengganggu.

Danau Batur

Kami lalu ditawari naik perahu menuju kuburan Terunyan. Perahu ini bisa disewa dengan harga 800 ribu/perahu. Pak Wayan akan sekalian memandu kami sampai tempat.

Di sepanjang jalan, saya makin keheranan. Ternyata air danau memang naik dibandingkan belasan tahun silam. Bahkan banyak rumah terendam atau menghilang dari  permukaan.

Beberapa tiang listrik tinggal separuh saja tingginya. Bahkan dermaga utama di kuburan Terunyan yang dulunya ada lapak-lapak penjual sudah tinggal kenangan. Hiks!

Saya tidak tahu pasti penyebabnya. Mungkin saja disebabkan adanya kerusakan lingkungan di sekitar. Karena berkurangnya luasan hutan dan banyaknya lahan hijau yang berubah jadi bangunan. Sehingga penyerapan air pun terganggu dan air mengalir semua ke danau. (just my two cents..)


Gunung Batur
Ini membuat kami harus melabuhkan perahu di dermaga darurat yang terbuat dari bambu. Mungkin ini yang membuat kunjungan wisatawan ke Terunyan makin berkurang. Karena mahalnya biaya sewa perahu yang belum tentu terjangkau oleh semua orang. 

Padahal dulu, saat saya ke sini, naik perahu itu tarifnya dihitung per orang dari dermaga Kedisan. Jadi biaya lebih ringan. 

Semoga saja hal ini menjadi perhatian pemangku kebijakan. Hingga segera ada perbaikan sarana dan prasarana yang akan membuat wisatawan merasa nyaman.

Danau Batur


Sesampainya di area Kuburan Terunyan kami berpose sejenak dengan latar belakang Gunung Batur dengan Danau Batur yang tenang.

Danau Batur adalah sebuah danau kawah di Kintamani, Kabupaten Bangli yang berada di dalam kaldera gunung berapi aktif, Gunung Batur. Danau ini bentuknya mirip bulan sabit dengan panjang mencapai 7 km dan lebar 2,5 km. 

Luas permukaan danau sekitar 16 km2 dengan kedalaman sekitar 65 meter dan berketinggian sekitar 1.050 mdpl.

Kuburan Terunyan

Danau Batur ini terbentuk karena letusan gunung tersebut ribuan tahun yang lalu. Dan Gunung Batur ini masih aktif hingga kini dan sempat meletus pada tahun 1917. Namun, wisatawan yang ingin berkunjung ke danau atau gunung Batur enggak perlu risau karena gunung Batur masih dalam keadaan tenang sekarang.

Oh ya, tidak ada orang yang tinggal di Kuburan Terunyan ini. Maka tak heran, suasana begitu sepiiiii...Hanya ada satu keluarga yang juga menyewa perahu seperti kami.

Padahal dulu...di sini ramai!

Sekarang, hiii...jadi ngeri juga mengingat itu tempat meletakkan mayat. Untung saja datangnya enggak sendirian.🙈

Danau Batur

Sambil mendengarkan penjelasan Pak Wayan tentang tradisi unik masyarakat Terunyan, kami pun melangkahkan kaki memasuki area kuburan.

Kuburan Terunyan merupakan tempat Mepasah (meletakkan) mayat warga yang meninggal dengan kondisi tertentu. Jadi berbeda dengan masyarakat Hindu Bali pada umumnya, di sini mayat tidak menjalani prosesi Ngaben (pembakaran mayat).

Kintamani

Dan terdapat tiga lokasi pemakaman di Kuburan Terunyan yaitu Sema Wayah, Sema Bantas dan Sema Nguda berdasarkan cara meninggalnya.

Sema Wayah digunakan untuk mayat yang dimakamkan secara mepasah. Sementara Sema Bantas dipakai untuk mayat yang dikubur. Dan Sema Nguda merupakan lokasi pemakaman yang digunakan baik untuk mayat mepasah ataupun mayat yang dikubur.

Kintamani

Lalu apa kriteria mayat yang dikubur ataupun mayat mepasah?

Mayat yang dikubur biasanya adalah mereka yang meninggal karena penyakit, kecelakaan, anak kecil yang giginya belum tanggal, meninggal secara tidak wajar, dibunuh ataupun bunuh diri.

Sementara mayat mepasah adalah untuk orang yang meninggal dalam status telah menikah, para bujangan dan anak kecil yang giginya telah tanggal. Atau secara umum meninggal secara wajar.


Oh ya, saat Mepasah ini disertakan pula barang-barang milik orang yang meninggal yang diletakkan di dekat mayatnya. Barang ini ditinggalkan di situ dan enggak dibawa pulang lagi. Makanya, kelihatan mbruk-mbrukan (berantakan) di sini. Nanti secara berkala akan ada upacara untuk membersihkan barang tersebut dan semua area.

Kintamani

Dan meski diletakkan begitu saja (badan hanya ditutupi kain putih saja), mayat mepasah ini ternyata tidak berbau busuk, bahkan berbau wangi. Hal ini karena keberadaan pohon taru menyan yang mempunyai fungsi untuk menghilangkan bau bangkai mayat mepasah.

Dan untuk tetap menjaga tradisi, sampai sekarang masyarakat Bali Mula ini, tetap membawa mayat dalam upacara dengan perahu yang didayung tangan dari desa menuju kuburan. Sementara untuk pengantar boleh menggunakan perahu bermesin.

Untuk jumlah jenazahnya, dibatasi maksimal 11 ancak (tempat dari bambu). Kalau nanti ada yang baru, mayat yang paling dulu meninggal akan dipindahkan tempatnya di sisi jajaran tengkorak yang ada. Dan tempat dia dipakai untuk mayat yang baru.

Desa Terunyan

Akhirnya setelah puas mendengarkan cerita dari pemandu kami dan menikmati kuburan yang ada aura magisnya, kami pun mengakhiri kunjungan di Kintamani.

Pulangnya kami tetap dipandu pak Wayan sampai ke Desa Kedisan. Setelahnya, kami pun pamit setelah memberikan guide fee yang enggak ada patokan tarifnya.

Dan selanjutnya kami akan melanjutkan perjalanan menuju Pura Besakih.

Desa Terunyan

Nah, bagi teman-teman yang akan mengunjungi Kintamani, berikut tips yang bisa diperhatikan:
  • Karena daerahnya yang dingin, terutama di malam hari, ingat siapkan baju hangat saat berkunjung ke sini
  • Jika ingin menikmati keindahan matahari terbit, lebih baik memang menginap di seputar Kintamani karena area menuju lokasi, jalanannya berkelok, sepi dan beberapa tempat minim penerangan.
  • Jika memakai kendaraan pribadi lebih baik memakai jasa pemandu karena jalan menuju Desa Terunyan medannya naik turun tajam.
  • Jika sudah di Kintamani, memang afdolnya juga berkunjung ke Terunyan. Karena harga sewa perahu yang lumayan, maka jika perginya tidak dengan banyak teman, coba patungan dengan wisatawan lainnya.
  • Nikmati kopi Kintamani mumpung di sini, kalau mau beli saja di warung atau di kios cenderamata.
  • Saat di Terunyan, jika dimintai uang, lebih baik tidak usah memberi. Karena, jika satu dikasih...langsung ramai datang semua ke kita. Kemarin saya memberi uang seorang nenek, langsung brulll..beberapa anak merubung saya, sambil setengah memaksa.
  • Kalau waktunya lebih, bisa coba makan olahan ikan hasil tangkapan nelayan setempat. Dulu, saya pernah beli dan makan dengan nasi hangat dan bumbu khas Bali di dinginnya Kintamani...Itu, enak tenaaan!
  • Ingat untuk menaati aturan dan kearifan lokal. Jangan merusak lokasi atau mengambil itu ini. Tolong hormati budaya sesama.

Akhir kata jangan lupa kalau ke Bali mampir ke Kintamani dan Terunyan juga. Dan, sampai jumpa di cerita selanjutnya....😍



Matur Suksema,

Dian Restu Agustina

Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

28 komentar untuk "Menikmati Secangkir Kopi di Kintamani "

  1. Serem jg mayat mepasahnya mbak. Dibiarin gitu aja. Tapi pohonnya ajaib, bisa buat ga berbau busuk. Pengalaman luar biasa buat anak2 pasti 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak..diletakkan di dalam pagar bambu itu mayatnya...Bersama barang-barang milikny yang disertakan waktu upacara.
      Baunya antara bau menyan dan apa gitu..bukan bau (maaf) bangkai
      Alhamdulillah anak-anak banyak dapat wawasan baru

      Hapus
  2. Mbak Dian membaca tulisan ini saya jadi tahu tentang Desa Terunyan. Dua tahun yang lalu pernah sampai Kintamani dan menyusuri jalanan yang terjal menuju pemandian air panas. Mau lanjut desa Terunyan katanya jarak tempuhnya lama dan kata"mayat" itulah yang membuat saya membatalkan perjalanan ke Terunyan... tapi setelah membaca tulisan ini jadi penasaran ingin kesana...semoga suatu saat bisa kesana melihat desa Terunyan lebih dekat. TFS ya mbak😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak..jarang yang ke sini padahal sudah sampai ke Kintamani. Padahal kurang nyebrang sedikit lagi. Semoga nanti bisa ke sini juga ya..

      Hapus
  3. Horor tapi bikin penasaran yah lokasi makamnya. Apalagi pas liat foto yg semacam ondel2nya itu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ho oh..waktu dilihat mereka kayak lihat balik ke saya hiiiii

      Hapus
  4. Beberapa kali ke Bali, termasuk ke Kintamani. Tapi enggak beraniii nyebrang ke Trunyan...Makasih sharingnya. Btw...jasadnya ditutupin apa ya dibalik bambu itu. Kan enggak dikafani...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayuk kapan-kapan ke Terunyan juga Mbak..mumpung masih ada, air danau makin meninggi kini

      Hapus
  5. tempat penginapannya bgs...hawanya agak serem ya mbak di trunyan...

    BalasHapus
  6. Hihihi. Untung ada guide dadakan ya mbak Dian? Kalau ga kan cuma ada 2 keluarga aja kesana. Saya belum pernah ke Terunyan. Antara penasaran dan agak horor. Terima kasih sudah berbagi mbak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, memang harus dikawal penduduk setempat, karena ada aturannya.. Jadi berani ke sana

      Hapus
  7. Hotelnya pas pertama lihat kaya spooky gt mba tapi tyt pas pagi-pagi cakeep pemandangannya juga bagus ya.

    Bte, kayanya klo ke Bali sih aku skip terunyan ini mbaaa serem bgt aplag bawa anak kecil, hihiii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Foto hotel pas malam hari, lampunya watt nya kecil.. Jadi gelap hasilnya macam spooky hihihi.
      Aslinya, asri seperti rumah orang Bali

      Hapus
  8. Perjalanannya asyik dan menyeramkan, Hiii...itu saya sih, soalnya lihat mayat gitu. Untungnya mbak dan keluarga bisa menikmatinya. Saya tertarik juga nih mau ke Kintamani. Kalau lihat mayat? Ah pikir 1000 kali

    BalasHapus
  9. Dulu sudah sampai Kintamani tapi batal nyebrang akhirnya penasaran sampai sekarang. Lha tapi sekarang mikir2 kalau mau ke sana, secara DuoNaj pasti banyak bertanya dan mungkin masih kekecilan kalau diajak ke Trunyan. Anyway, perjalanan kali ini benar-benar cihui ya, Mbak. Ya reuni ya eksplor segala hal yang pastinya manfaat banget buat anak2. Bravo buat Mbak Dian sekeluarga!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak tunggu agak gedean aja biar ngerti duoNaj...

      Iya, piknik ke Bali ini memang paket komplit kami. Alhamdulillah

      Hapus
  10. hiiiii mbaaak... ngeri-ngeri sedap gitu yaah. Tapi bikin penasaran itu yang Terunyan. Menemukan hal-hal mistis ga mba disana hehhee malah penasaran :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enggak sih Mbak, saya taat aturan. Teman ada yang bawa/metik ranting pohonnya, waktu pulang mobilnya hampir masuk jurang dan tabrakan, ada yang luka parah penumpangnya..

      Hapus
  11. Mba, kok rada merinding ya bacanya, hihih.
    Waktu ke Bali aku belum pernah ke Terunyan.
    Terima kasih untuk informasinya ya, mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bacanya iya, di sana enggak juga hihihi.. Karena siang, enggak tau kalo malam

      Hapus
  12. Kalau ke Kintamani, saya sih oke-oke aja. Tapi kalau ke Terunyan, kayaknya mikir-mikir dulu, deh.
    Jalan menuju Terunyan harus menggunakan perahu melewati danau, terus di sana, lihat pemandangan yang agak mencekam? Well..mending main di Kintamani aja, deh wkwkwk...cemen, yak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleeeh..bisa main di danau dan sumber air panas juga ada

      Hapus
  13. asyik wisatanya kekintamani nih. ngomong ngomong kopi kintamani itu aslinya pahit bnget tp langsung bikin melek. hehehe
    wisatanya asyik plus dapet tantangan mistis jalanjalan ke kuburan. serem jg ya kalo kuburannya begitu. hiiiiiii

    BalasHapus
  14. Serem ya, mba.. kok berani sih, mba? Xixixi. Mau ah, mencicipi kopi kintamani. Thx for sharing, mba😘

    BalasHapus
  15. Serem jg mayat mepasahnya, seolah-olah mereka gak di samakan dengan mayat sesungguhnya

    BalasHapus
  16. Sudah pernah ke Kintamani, padahal niatnya ke danau yang cantik ada puranya itu, malah nyasar ke sini hahaha.
    Gak mau ke Terunyan, sereeemmm..

    Btw kayaknya sewa perahunya agak mahal ya? dulu kami gak nyampe segitu deh waktu ditawarin orang.

    BalasHapus