Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjalanan Selama 36 Jam Bersama Bayi 2,5 Bulan

Serunya Perjalanan Selama 36 Jam Bersama Bayi 2,5 Bulan

Travel changes you!

Saya setuju sekali dengan kutipan itu. Sebuah perjalanan memang bisa merubah cara pandang seseorang. Membuat orang lebih mensyukuri apa yang dipunyai. Menumbuhkan penghargaan pada keanekaragaman yang ada di sekitarnya. Memberikan pelajaran hidup yang tidak akan didapatkan dari bangku sekolah mana saja. Dan, membuat diri lebih mau terbuka menerima segala perbedaan yang ada di dunia.




Maka, tak heran jika ada orang yang baperan, mudah marah dan selalu berpikiran negatif, sering dikatai "kurang piknik!"

Nah, apakah travel juga banyak merubah saya? Tentu saja iyaa..!

Lantaran pada setiap perjalanan yang saya lakukan, selalu ada tambahan pengalaman. Hal ini membuat saya semakin hari menyikapi segala sesuatu dengan pikiran yang lebih terbuka dari sebelumnya.

Lalu, manakah diantara perjalanan itu yang paling seru?

Hmm, sebenarnya sih hampir semua seru ya....! Tapi yang paling seruuuu adalah saat saya sekeluarga berangkat ke Amerika pada tahun 2009. Dimana suami saya mendapatkan bea siswa untuk menempuh program MBA di sana. 

Setelah melewati berbagai proses seleksi selama beberapa bulan yang melelahkan, pengumuman final keluar di saat saya sedang hamil 5 bulan. Perasaan bahagia campur bingung pun melanda! Karena berarti usia si baby baru sekitar 2 bulan ketika berangkat nanti.

Riskan sekali membawa bayi umur sekian dalam perjalanan panjang by plane selama puluhan jam. Apalagi saya harus melakukan persalinan secara sesar karena didiagnosa plasenta previa. Tapi, kalau saya musti nyusul sendiri nanti, berarti juga lebih repot lagi. Bawa seorang bayi dan kakaknya yang masih balita. Belum lagi barang bawaannya. Halah, membayangkan saja pusing kepala saya! Hadeeh, musti gimana ya? Hiks!

Akhirnya, setelah dipertimbangkan sana-sini, saya dan suami pun memutuskan berangkat bersama dan menghadapinya dengan senyum ceriaaaa! Masa iya sudah dapat rejeki 2 tahun bisa sekolah dan tinggal di Amerika enggak ada rasa syukurnya...Ya, enggak?

Jadilah pulang dari rumah sakit, dua minggu kemudian saya sudah wara-wiri sana-sini. Mengajak si Adik urus paspor, wawancara visa Amerika, belanja segala keperluan dan berbagai urusan lainnya. Memang, semuanya diurus sendiri oleh suami dan saya membantu sebisanya.

liputan6
ikut acara pengajian di bulan kedua kedatangan di Amerika
Hingga, di satu malam, saya, suami dan dua anak kami sudah berada di kursi penumpang ekonomi pesawat Singapore Airlines untuk terbang dari Bandara Soekarno Hatta menuju George Bush Intercontinental Airport di Houston, TX. Untuk selanjutnya akan menuju New Orleans, kota tempat Tulane University, kampus yang dituju suami nanti.

Kami berangkat dari rumah di Jakarta Barat dengan memakai taksi. Bersama seorang balita berusia 4,5 tahun, bayi berumur 2,5 bulan dan barang bawaan 2 koper besar, 2 ransel, 1 tas laptop dan 1 tas bayi.

Sebelumnya, saya memastikan bayi saya sehat dan diijinkan terbang oleh dokter anak. Juga, memeriksakan kondisi saya pasca operasi sesar yang Alhamdulillah oke-oke saja. Syukurnya pula produksi ASI lancar jaya hingga saya merasa lebih yakin kalau semua akan baik-baik saja. Pokoknya Bismillah dah bekalnya...

Perjalanan pertama, Jakarta-Singapura, relatif aman. Pesawat yang nyaman dan badan yang masih segar membuat kami masih merasa enjoy di perjalanan.

Sayangnya, karena kami harus menunggu segala dokumen selesai dan baru bisa pesan tiket, maka enggak bisa memilih tempat duduk lagi di semua penerbangan ini. Biasanya penumpang yang membawa bayi akan ditempatkan di kursi deretan paling depan dan akan diberikan bassinet (tempat tidur lipat untuk bayi berbentuk kotak yang dapat ditempelkan di dinding depan tempat duduk). Tapi karena beberapa kursi yang dimaksud sudah fully booked, jadilah saya dapat kursi deret belakang sehingga di sepanjang perjalanan si Adik saya gendong saja.

Transit di Singapura selama 2 jam, kami pakai untuk meregangkan badan dengan berjalan-jalan di bagian dalam Changi Airport yang keren itu. Saya yang sedari tadi menggendong si Adik, meluruskan badan dengan melakukan senam ringan. (Pegel juga tangan euyy!) Dia juga saya rebahkan di kursi tunggu yang empuk itu.

liputan6
Berburu salju ke Minneapolis, MN
Selanjutnya, perjalanan kedua. Singapura-Moscow selama sekitar 10 jam pun siap di depan mata. Separuh dari rute ini adalah saat malam hari (waktu Jakarta). Sehingga dua anak saya lebih banyak tidurnya daripada terjaga. Lumayan, Ibunya bisa ikutan merem juga.

Meski waktu tidur, saya berusaha tetap makan setiap dibagikan makanan. Karena saya enggak mau nanti produksi ASI jadi berkurang. Setiap si Adik mulai rewel langsung saya kasih ASI. Alhamdulillah, mudah dan murah!

Tapi, itu kadang enggak mempan sesekali. Sepertinya dia kecapekan juga dengan posisi tidurnya. Meski mendapat kursi dengan 3 dudukan, karena si Mas tidurnya bergaya ala-ala akhirnya saya dan adiknya yang sering ngalah akan tempatnya. Dipisahkan lorong, suami ada di deretan tengah dan sesekali akan memangku si Adik menggantikan saya.

Saya kadang juga menggendong si Adik dan berjalan-jalan atau berdiri di sekitar toilet dimana ada ruang untuk sekedar mengayun-ayun dia dan berdendang kecil untuknya.

Syukurlah, semua cabin crew sangat membantu. Saya secara berkala ditanya apakah baik-baik saja. Juga apakah mau camilan ini itu. Busui dengan balita dan bayi ini, merasa diperlakukan istimewa jadinya. Meski berada di kelas ekonomi tapi layanan berasa di kelas bisnis saja. Heuheu, thank you cabin crew!

walt disney orlando
World Disney Orlando - Florida
Sementara, saat si Mas juga mulai rewel juga, tugas Bapaknya lah yang ngajak jalan-jalan dia. Boring juga dia meski inflight entertainment menyediakan pilihan beragam movies, TV, music, games tersaji di depannya. Maklumlah, kalau moda pesawat memang banyak mati gayanya. Beda dengan berkendara dengan mobil misalnya. Kita bisa rehat singkat di rest area untuk makan, sholat sembari istirahat. Lha ini pesawat, enggak ada haltenya, terus mau berhenti dimana yaaa..hahaha.

Dan, akhirnya sampailah kami di Demodedovo Airport, Moscow. Sejenak saya terpana dengan bandaranya yang berkesan kaku dengan wajah-wajah orang yang tegang tanpa senyuman. Pemeriksaan keimigrasian yang ketat membuat kami tak mungkin berpikir lagi untuk sekedar melangkahkan kaki kesana-sini. Padahal penginnya sih foto-foto yaa...Karena ini pertama kali kami menginjakkan kaki di Rusia, meski hanya untuk transit saja.

[Oh ya, FYI saat itu adalah era digicam dan DSLR camera. Foto kenangan yang disimpan di laptop dan hard disk suami, hilang semua saat laptopnya enggak nyampe waktu pindahan balik ke Indonesia dan hardisknya pun rusak juga. Hanya beberapa foto yang tersisa, hiks! Juga, belum booming ponsel cerdas berkamera canggih seperti sekarang. Sehingga selfie atau wefie belum semudah saat ini....Ya sudahlah, memang belum rejeki!]

Enggak terasa 2 jam masa transit berjalan begitu cepat. Mengharuskan kami berempat segera menuju pesawat untuk melanjutkan perjalanan. Meninggalkan Moscow yang bikin mellow, karena enggak tahu kapan lagi bisa disambangi. Bye-bye Moscow....! See you another time!

golden gate California
Golden Gate, California
Selanjutnya, Moscow-Houston ditempuh selama sekitar 11 jam. Karena kurang tidur dan hayati yang sudah lelah, saya pun merasa ASI jadi berkurang sekali. Akhirnya kurang 2-3 jam sampai Houston si Adik mulai rewel. Dengar adiknya rewel, si Mas jadi tertular juga. Membuat saya dan bapaknya pun sibuk menenangkan mereka.

Hingga ada pasangan muda yang duduk persis di belakang saya, memakai bahasa Rusia memanggil pramugari dan protes akan tingkah anak kami. Dari mimik mukanya dia nampak sebal dan kesal. Dia pun ngomel panjang lebar ke mbak pramugari yang mendengarkan dengan sabar.

Coba saya ngerti bahasa Rusia, bakal saya jelaskan ke dia "Kami sudah terbang selama lebih dari 24 jam, jadi tolong maklumi anak-anak ini!" hihihi...

Gondok juga rasanya, karena mereka beberapa kali protes ke cabin crew yang lewat. Dan pramugari/pramugara menyampaikan ke saya, "Mohon ditenangkan anaknya ya Bu". Mereka juga menawarkan apa yang bisa mereka bantu. Saya beberapa kali minta maaf ke pasangan itu. Hmm, bisa jadi mereka sedemikian terganggu karena belum pernah merasakan bagaimana susahnya mengasuh anak itu...(Ini berat, kalian belum tentu kuat! kwkwk)

Syukurnya penumpang lainnya, bersikap biasa saja. Bahkan ada beberapa nampak tersenyum tulus menyemangati saya.

Sesampainya di George Bush Intercontinental Airport, saya pun menghela napas lega. Alhamdulillah akhirnya sampai juga di Amerika...Yeayyy!

Dengan langkah gegap gempita (seperti menang perang saja) saya, suami dan dua anak kami pun mengantri di imigrasi. Antrian yang panjang tak membuat surut semangat. Pikir kami, toh sudah di sini...hihi

Washington DC
Tapi ternyata perjuangan belum berakhir pemirsaaa...!!

Pada saat di depan loket, kami langsung "digiring" ke ruang khusus.

Ya, officer yang bertampang jauh dari ramah, meminta kami memasuki ruangan tertentu. Dimana di situ sudah ada beberapa orang yang dianggap "mencurigakan" oleh pihak berwenang.

Jadi, kami dianggap termasuk yang harus mendapatkan pemeriksaan khusus. Bisa saja, karena secara kasat mata, saya mengenakan hijab. Kemudian keterangan di dokumen menunjukkan beragama Islam. Dan, negara asal Indonesia. Atau, memang begitu prosedur pemeriksaannya, saya enggak paham juga. Kata petugasnya sih pemeriksaan ini random. Tapi ya sudahlah, namanya juga tamu ya harus patuh pada aturan tuan rumah, kan?

Oh ya, pemeriksaan ini cukup lama, sehingga mulailah rewel lagi anak-anak saya. Untungnya saya bawa snacks di ransel yang belum sempat saya makan saat di pesawat. Jadilah kami ngemil ini. Meski petugas di belakang meja yang sedang memeriksa suami nampak enggak setuju saya makan di situ, saya cuek saja. Laper, kok!

Setelah semua dokumen berstatus confirmed dan distempel, kami pun berlari-lari hendak mengambil bagasi. Nampak dari jauh dua koper besar itu teronggok sabar menunggu pemiliknya. 

Setengah menyeretnya, kami pun menuju terminal domestik untuk selanjutnya mengarah ke gate pesawat ke New Orleans. 

Tapi kami dihalangi lagi. Seorang officer yang memeriksa luggage tag, menghentikan langkah kami.

Lagi, kami harus memasuki ruangan khusus dimana di situ koper diminta dibuka kode pengamannya.

Kemudian dia memeriksa koper kami yang isinya cuma baju dan buku itu. Semua diperiksa, segala kantung yang ada dibuka dan sisi-sisi yang mencurigakan diraba. Pokoknya diadul-adul, hadeeh! Saya hanya bisa pasrah saja, sambil membayangkan betapa perjuangan saya kemarin saat ngepak-nya.. hahaha.

Saya melihat di ruangan yang sama, seorang ibu dengan Bahasa Inggris dialek Spanish, nampak sebal karena makanan bawaannya dibuang ke tong sampah oleh petugas. Memang ada beberapa aturan saat memasuki suatu negara, termasuk barang bawaan apa saja yang dilarang untuk dibawa masuk ke wilayahnya.

[Belakangan saya dapat cerita dari teman, ada yang baru balik mudik, bawa rendang 5 kg. Ketahuan saat pemeriksaan, kemudian dibuang oleh petugasnya. Hiks sayangnya..]

Setelah itu, ransel, tas bayi, tas laptop juga tak luput diperiksa. Akhirnya saat semua dianggap oke-oke saja, kami pun diijinkan melanjutkan perjalanan.

Kami harus berlari karena waktu yang sudah hampir mendekati batas check in! Padahal suami sudah memberi jeda cukup lama saat memesan connecting flight ini. Tapi siapa sangka butuh waktu berjam-jam di pemeriksaan imigrasi.

Nyaris saja!!

Las Vegas, Nevada
Dan, kami berempat pun akhirnya bisa duduk di kursi penumpang Delta Airlines dengan rute Houston - New Orleans dengan durasi perjalanan satu jam. 

Di Louis Amstrong International Airport, New Orleans, kami dijemput oleh Mas Andi dan keluarga. Seorang mahasiswa asal Indonesia, kakak angkatan suami saya yang sudah dikontak lewat email sebelumnya. 

Di perjalanan, kami diajak mampir sebentar ke Walmart Supercenter untuk disarankan membeli bahan makanan, alat masak dan peralatan makan. Selanjutnya diantar ke penginapan yang telah kami pesan.

Alhamdulillah, perjalanan selama 36 jam yang bikin lumayan jumpalitan akhirnya sampai di tujuan dengan aman.

Kami pun tinggal di penginapan ini selama sebulan. Karena suami harus mengurus surat lapor diri ke pihak universitas, mendapatkan surat domisili, mencari tempat tinggal, membuka rekening bank dan beberapa urusan terkait kependudukan.

Sementara saya, menjaga dua anak di kamar Sun Suite Hotel, sebuah motel yang berukuran 4x6 meter persegi. Yang syukurnya menyediakan kompor, kulkas, teko pemanas air, TV, microwave dan kopi serta roti gratis sepanjang hari di lobby. Selain itu ada laundry coin machine yang membuat saya enggak perlu bingung lagi dengan masalah cuci-mencuci.

Hanya pusingnya, dua anak yang belum ngerti ini masih jetlag sampai berhari-hari. Karena perbedaan waktu antara Jakarta dan New Orleans adalah 12 jam, maka siang malam mereka kacau jadinya.

Mereka akan tidur dari pagi sampai jelang malam. Dan terbuka lebar matanya dari malam hingga esok paginya...Hhhh, wayangan semalaman!

Gateway Arch, St Louis
Akhirnya dimulailah petualangan hidup saya sekeluarga di Amerika. Karena status suami sebagai mahasiswa yang punya libur semester dan didasari niat mumpung tinggal di Amerika. Kami pun sukses melakukan road trip ke 48 negara bagian dalam beberapa kali perjalanan. Karena rasanya sayang jika pulang hanya bawa dollar yang sejatinya saat itu kalau ditukarkan ke rupiah bisa untuk beli rumah. Kami lebih memilih pulang ke Indonesia membawa tabungan secukupnya dan pengalaman dengan berwisata selama di sana.

Nah, buat teman-teman yang masih merasa kalau wisata itu buang-buang uang saja, cepat hapus pikiran yang demikian. Karena begitu banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dengan melakukan sebuah perjalanan. Enggak harus jarak jadi ukurannya karena yang utama adalah makna perjalanannya.

Karena seperti sebuah kutipan menyatakan, jika dunia ini diibaratkan sebuah buku, maka orang yang enggan melakukan sebuah perjalanan itu hanya membaca satu halaman saja. Nah, masak sih buku setebal 400 halaman misalnya, kita hanya baca bagian depannya saja? Macam mana pula kita bisa ngerti isinya!

Balik ke Indonesia! Daaag Amerika!

So, Let's Work-Save-Travel and..Repeat!



Happy Traveling,

Dian Restu Agustina





Artikel ini diikutkan dalam Blog Competition liputan6.com "Traveling Seru yang Paling Berkesan Buatmu"





Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

78 komentar untuk "Perjalanan Selama 36 Jam Bersama Bayi 2,5 Bulan"

  1. Ma sya Allah perjuangannya Mbaa, saluut, alhamdulillah bisa dilalui dengan baik, ya.

    BalasHapus
  2. Waah asiknya mbaaa.. jalan-jalan teruuss

    BalasHapus
  3. Ya Allah perjuangannya, hihi
    dan itu nyampe digiring dua kali ke ruangan khusus sangat menyita waktu dan tenaga banget ya, huhu
    Baca dari awal nyampe akhir jadi teringat pengalaman studi banding ke manila. Tapi untung petugas imigrasinya pada ramah dan nggak digiring ke tempat khusus...nice share ^-^

    Keep traveling and stay awesome mbak. Salam...

    BalasHapus
  4. Masya allah. bisa jalan jlan ke luar negeri pasti seru yah mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. mumpung tinggal di sana..sayang kalau enggak jalan:)

      Hapus
  5. Waaahhh, baca judulnya aja udah takjub, pas baca ceritanya langsung ngos-ngosan.
    Salut dan takjub daahh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mbak, kalau inget aja sering masih ngilu saya :) #samajahitansesarnya

      Hapus
  6. Wuih kebayang tegangnya pemeriksaan imigrasi itu ya
    Dan aku salut mbak, dirimua kuat bangeg udah menempuh perjalanan jauh setelah baru dua bulan lahiran. Si Adik juga tooop. Bayi masih muda udah menjelajah lintas benua

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Mbak..sekarang kalau bayangin lagi..ngerasa juga, kuat banget yaaa kami berdua :D

      Hapus
  7. MashaAllah mbak dian,keren banget perjuangannya. Salut buatmu mbak.

    Btw, dalam hati aku membatin semoga aku bs menginjakkan ke bumi Allah dinegara lain seperti mb Dian. Amin

    BalasHapus
  8. Terbayang saat anak2 rewel lalu ada penumpang yang seperti itu rasanya pasti ga enak y mba :) duh perjalanan panjang tapi pasti berkesan y mb

    btw aku salfok sama rendang 5kg yang dibuang onde mande itu sayang banget wkwkwk *jd inget masakan padang deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak..berkesan banget
      Onde mande rendangnya kebuang ya..sayangnya..:D

      Hapus
  9. waaaahh hebaaaatt, mbaaaa. Membacanya ikut jadi semangaaaatt traveling bawa bayi besok2, makasih ya mbaa, banyak wellnoted dari artikelnya.

    BalasHapus
  10. Wah, seru dan tegang ngikuti jalan ceritanya..hihihi

    BalasHapus
  11. Jadi Mbak Di menetap berapa lama disana ? Sampai suami kelar atau bolak balik ?

    So proud of you, Mbak. Bekal buat saya juga nantinya. Ini si suami baru merencanakan akan S3 di luar aja hati saya udah jumpalitan nggak karuan. Banyak takutnya, hiiiks. Boleh dong Mbak bagi kisahnya ngurus visa dan gimana kehidupan disana lebih banyak (?)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dua tahun, stay terus sampai waktunya pulang.
      Ayo lanjut terus, mumpung masih muda, kemarin suamiku udah mentok mau lanjut karena batas persyaratan S3 itu umur 35. Lha dia dah lewat hahaha..bukan rejeki :D

      Kami semua ngurus sendiri, cari info online. Karena visa Amerika enggak bisa lewat agent.
      Enggak ada apa-apa sih selama di sana, aman! Waktu masuknya saja ketat..karena kuatirnya pendatang yang enggak punya alasan yang jelas(ilegal) yang akhirnya membebani pemerintah mereka secara ekonomi dll

      Hapus
  12. Ada senyum,
    Aku tak jadi marah,
    Asalamu'alaikum,
    Maaf saya di blogmu singgah..

    Berwisata atau piknik,
    Pasti bahagia dan menyenangkan,
    Aku merasa tertarik-tarik,
    Ke Amerika seperti yang anda lakukan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih tak terkira
      Sudah singgah di blog saya
      Semoga Pantun Cinta
      Bisa juga ke Amerika :)

      Hapus
  13. Ikut tegang bacanya, Mba hehe
    Travel itu memang menyenangkan.

    BalasHapus
  14. Kalau dulu aku mulai traveling bawa anak ketika dia berumur 8 bulan :)

    BalasHapus
  15. waduh lama banget ya, mbak perjalanannya. yang tua aja bisa bosan apalagi anak-anak ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak..saya saja ngerasa kayak sudah berhari-hari itu hihihi

      Hapus
  16. Ya Allah mba Dian, menyenangkan sekali tuh mba. Kisah perjalanannya kayaknya asyik banget kalau ditulis dan dijadikan buku :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, sayangnya saya banyak lupa detilnya, karena dulu belom ngeblog hiks

      Hapus
  17. indah sekali traveling nya yo mb, hehehe

    BalasHapus
  18. Wooow....Mba Dian...aku bisa ngerasain. Bawa badan sendiri aja udah susah, apalagi bawa bayi & anak2...kereeen.

    BalasHapus
  19. Seru, bawa keluarga kecilnya gitu. Suatu saaat pengen melakukan hal seperti itu,, tapi pengennya ke vietnam

    BalasHapus
  20. Mengesankan y mba happy walaupun banyak kendala, kalau aku ngalamin kyk mba dian nangis bombay x ya, tapi tetep ada kesan happy krn breng kelg tercinta perginya, jd pelajaran banget ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mbak..nangisnya ditunda dulu itu, sampe Amerika baru dramanya keluar kwkwkw

      Hapus
  21. mba diannn, seruuu bangetttt. Pasti setiap perjalanan ada dukanya juga hehehe, tapi akan cepat hilang dukanya karena hati senang bisa berlibur.
    Ditunggu cerita liburan berikutnya mba dian :)

    BalasHapus
  22. Huaaaaa ini pengalaman tak terlupakan Mbak Dian, mana fotonya sebagian hilang hiiiiks. Hebat euuuuy,kami aja pulang ke Jawa nunggu Musa besar takut banget cemen bener kami mah hahahaha.

    Kereen.. Kereenn.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enggak berbekas yang foto perjalanannya Mbak Dira hiks:(

      Hapus
  23. wah.. keren banget mbak ceritanya.. seru yak, jalan sambil bawa anak, ada tantangan tersendiri hahaay...

    BalasHapus
  24. Temen saya ada yg kuliah di US, terus bercerita katanya terkadang memakai hijab di Amerika selalu di anggap isis/teroris, mba sendiri gmn selama di Amerika pernah di perlakukan seperti itu ga mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. selama di sana sih aman Mbak..pas masuknya saja yang parah..

      Hapus
  25. Luar biasa pengalamannya, saya beberapa kali tahan napas karena ngebayangin rempongnya. Duh, keren deh Mbak. Pantesan dirimu udah keliatan rilex banget jadi mommy, pengalaman udah kayak gini. Keren, ah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak , ruempoong pokoknya linget aja suka kagum pada diri sendiri hihihi

      Hapus
  26. Waah perjalanannya pasti melelahkan ya mbk, 36jam.. Yaampuun bawa anak yg masih kecil juga, itu rempong ya smpai rewel begitu. Tapi yg penting sampai dan bs dpt pengalaman jalan2 nyaman sm suami, amrik lagi, mantap mbak.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak..tepar banget ..tapi syukurnya sampai sana sehat semua. Alhamdulillah

      Hapus
  27. Perjalanan yg hebat mbak, apalagi bawa bayi gitu. Yang penting niat bismilahnya yakin ya mbk. Lha ini aku cuman mau ajak bayi 2 bulan ikut nemenin acara daycare kakaknya ke bedugul aja pikir2nya lama bgt, padahal perjalanan cuman 2 jam, hahahha :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak..Bismillah aja...Kalau niat kuat Insya Allah bisa :)

      Hapus
  28. Wah senengnya akhirnya tau juga perjalanan Mba Dian mengapa bisa sampai tinggal dan jalan-jalan di luar. Subhanallah perjuangan yang ga mudah ya Mba termasuk pergolakan batinnya juga ☺️

    BalasHapus
  29. Hahahaa iyaaaa kurang piknik bikin sewot, khususnya emak2
    Wow 36 jam, buat org dewasa mungkin masih bisa nahan, anak2 ini apalagi bayi yaaaaa. MasyaAllah bisa ke negeri Paman Sam, anak2 gak kangen tinggal di sana lagi mbak? :D

    BalasHapus
  30. Perjalanan yang sangat luar biasa. apalagi buat anak2 yg sangat rentan sama perbedaan cuaca. semoga sehat selalu ya. perjalanan penuh makna...subhanallah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mbak..Aamiin. Doa terbaik juga buat Mbak Lita yaa:)

      Hapus
  31. Keren iiih perjalanan mbak dian. Kebayang gemesnya sama penumpang pasangan muda. Ribet juga ya urusan pemeriksaan

    BalasHapus
  32. Alhamdulillah new ecperience bgt yaa mba. Semoga someday aku jg bs kuliah di LN hehe. Aku hobi traveling to sejak pnya baby blm pernah, nah baru pekan depan pengeb mulai petualnagn lagi nih, bersama baby. Hehe

    BalasHapus
  33. Jadi termotivasi pengen ke amerika dapet beasiswa pula, bismillah
    Amazing mba dian ceritanya

    BalasHapus
  34. Wah lamanya perjalnan ke Amrik ya mbak, jadi ngeri saya. Secara saya takut dengan ketinggian hehe. Perjalnan ke S'pore yg cuma sebentar sudah bikin saya keringat dingin. Parah hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe..ya Mbak lama banget waktu itu sampai bete di jalan:)

      Hapus
  35. "Ini berat, kalian belum tentu kuat!" Wkwkwk i feel you banget dah mbak pokoknya. Aku aja yang masih jalan-jalan di asia tenggara kayak udah paling riweuh rasanya sedunia. Pengen ngulang lagi saat anak-anak bener-bener sudah mandiri dan g gampang cranky. Just as Ibn batutta said “Traveling – it leaves you speechless, then turns you into a storyteller.” Gosh! I love travelling sooo much!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak...kalau anak masih kecil, bilangnya belum pernah ke sana...lupa mereka. Jadi harus diulang ya? Aamiin aja dah :)

      Hapus
  36. Duh ini perjanan yg super deh. Pasti nsh bnyak cerita2 lain waktu ngtrip ke negara2 lain. Kepo jdnya

    BalasHapus
  37. waww...36 jam?sy penerbangan 18 jam jakarta-amsterdam aja hampir kapok mbaa :D

    BalasHapus
  38. Seruuu. Bacanya bikin aku ngerasa ada d dalam pesawat jg hehehe

    BalasHapus
  39. seneng ya mbak...punya pengalaman tinggal di luar negeri.

    BalasHapus