Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Menanggulangi Radikalisme dan Terorisme

Cara Menanggulangi Radikalisme dan Terorisme: Mari Tanamkan Budaya Saring Sebelum Sharing!



Teman....

Apa sih yang dikau lakukan saat pertama kali bangun pagi di era milenial ini? Apakah:
  1. Buka HP dan cek akun media sosial
  2. Buka HP dan baca portal berita
  3. Cari kacamata dan buka HP lalu pilihan 1 atau 2
  4. Lainnya
Kalau saya sih yang keempat yaaa. Karena saat bangun pagi yang saya lakukan pertama kali adalah:"buka mata" ! hahaha😁

Ups, maaf...!🙊

Nah, terkait buka HP tadi, lalu ada pertanyaan labih lanjut lagi: "Sejatinya teman-teman sudah tahu belum sih bedanya informasi dan berita? Dan selama ini beraneka update itu teman-teman dapatkan dari portal berita atau media sosial sih ya?"

Kalau jawaban teman-teman adalah media sosial, berarti itu adalah informasi (info). Di mana info ini sifatnya masih mentah dan belum ada verifikasi juga konfirmasi.  Dan biasanya info seperti ini tersebar di media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, WhatsApp, Line dan sebagainya.

Sedangkan jika teman-teman mendapatkannya dari portal berita/media barulah itu bisa disebut berita. Karena informasinya dibuat oleh wartawan yang dibatasi oleh kode etik jurnalistik dan ada satu sistem yang disebut manajemen air terjun (dari pemimpin redaksi-redaksi utama-wartawan dst) di sana. Sehingga berita ini merupakan informasi yang sudah melalui tahapan verifikasi dan atau konfirmasi dan bukan mentahan lagi.

Bapak Jimmy Silalahi - anggota Dewan Pers

Nah, pengertian tentang informasi dan berita ini di Indonesia diatur lho dalam Undang-Undang, yaitu UU No. 40/1999 tentang PERS.

Sehingga jika ada orang atau lembaga yang menyebarkan informasi dan mereka bukanlah perusahaan pers yang berbadan hukum resmi sebaiknya kita tidak sepenuhnya mempercayai beritanya, apalagi menyebarkannya!

Big NO!

Mengapa?

Ya karena, informasi tadi belum tentu benar adanya. Belum ada konfirmasi/verifikasi. Bukan dikeluarkan oleh wartawan/media yang memiliki kode etik jurnalistik dan akan mempertanggungjawabkan pemberitaannya di depan hukum yang ada. Juga sumbernya bisa saja tidak jelas atau bahkan merupakan hasil rekayasa.🙈

Wong informasinya saja enggak jelas darimana asalnya, mosok ya kita main share aja? Ye, kan?

Dan, inilah poin utama yang disampaikan oleh Anggota Dewan Pers, Jimmy Silalahi saat memberikan materi di acara: "Literasi Digital Sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme Terorisme di Masyarakat Melalui FKPT Provinsi DKI Jakarta" pada hari Rabu, 31 Oktober 2018 yang lalu.

Pemateri bersama modertaor acara, Mas Yanuar - Blogger

Dimana acara ini merupakan kolaborasi dari BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) DKI Jakarta dan merupakan rangkaian acara yang diselenggarakan di tiap propinsi di Indonesia. 

Lalu, lebih lanjut Pak Jimmy memaparkan mengapa berita ngasal alias bohong atau HOAX, menjadi marak di Indonesia yang ternyata disebabkan:
  • Banyaknya berita "gorengan" jelang Pileg dan Pilpres 2014
  • Sejumlah pemilik media selingkuh politik dengan masuk/membentuk partai dan menggunakan medianya untuk berkampanye
  • Ada partai yang mendirikan media baru
  • Banyak wartawan ikut jadi caleg atau jadi joki politik
  • Sejumlah wartawan merangkap jadi tim sukses
  • Politisi mengunjungi dan merangkul media/organisasi wartawan
  • Publik kehilangan kepercayaan dan kebenaran isi media
Nah, karena alasan tersebut maka:
  • Pada saat informasi media mainstream dan tak bisa dipercaya, masyarakat mencari alternatif dari media sosial
  • Medsos yang awalnya diciptakan untuk meng-update status atau menemukan kembali teman lama akhirnya jadi ajang tjurhat politik, dan sarana mengomentari membully opini orang lain.
Sehingga lambat laun medsos menjadi tempat penyebar hoax:
  • Grup medsos, seperti WAG, menjadi sarana sharing berita yang enggak ketahuan sumbernya. Begitu ada info langsung share ke sini dan sana
  • Medsos berubah fungsi menjadi ajang bertikai dan hoax pun marak di sini
  • Sejumlah orang membuat akun palsu
  • Hoax marak pada saat tensi politik naik (Pileg, Pilkada, Pilpres)
Brigjen Pol. Ir. Hamli, M.E - Direktur Pencegahan Deputi I BNPT

Apalagi sayangnya kini, beberapa wartawan memilih jalan paling mudah untuk menemukan ide berita sekaligus memverifikasi sebuah fakta hanya dengan mengandalkan media sosial. Sehingga hal ini melunturkan citra dan tingkat kepercayaan masyarakat pada media dan akhirnya banyak orang lebih percaya pada media sosial. 🙈

Sehingga Pak Jimmy menyarankan dalam penutup materinya bahwa seharusnya kita lebih bijak dalam menyikapi informasi di media sosial dengan selalu berpatokan pada slogan "Saring Sebelum Sharing"! 

Noted!

Ajakan yang tentunya oks bangets buat dijalankan. Self reminder juga buat diri saya, agar jangan asal percaya pada sebuah informasi apalagi menyebarkan sana sini.



Nah, pada acara yang dihadiri juga oleh perwakilan mahasiswa dan berbagai komunitas ini, beberapa narasumber membawakan materi dalam 2 sesi. Dimana pembicara kunci adalah Brigjen Pol. Ir. Hamli, M.E - Direktur Pencegahan Deputi I BNPT.

Pak Hamli diantaranya menyampaikan, hasil penelitian dari INSEP (Indonesian Institute for Society Empowerment) bahwa penyebab terjadinya aksi terorisme adalah:
  • 45,5%  Ideologi Agama
  • 20%  Solidaritas Komunal
  • 12,7%  Mob Mentality
  • 10,9%  Balas Dendam
  • 9,1%  Situasional
  • 1,8%  Separatisme
Pak Hamli lebih lanjut mengajak masyarakat untuk tidak mudah menyebarkan informasi yang tidak bermanfaat. Sebaiknya bila kita menerima informasi yang enggak bermanfaat atau meragukan kebenarannya lebih baik dihapus atau dibiarkan saja. Jangan malah disebarkan kemana-mana.

Kemudian Pak Hamli juga mengatakan bahwa berdasarkan penelitian terkini diketahui bahwa anak sekolah mulai dari tingkat SMP, SMA dan mahasiswa telah mendapatkan faham radikalisme dan terorisme dari lingkungan sekolah/kampus itu sendiri. Dimana penyebaran faham itu dilakukan melalui Kepala Sekolah, Guru/Dosen dan Alumni.😱

Maka Pak Hamli mengingatkan bahwa jika ada Kepala Sekolah atau Guru yang melarang siswanya untuk hormat kepada bendera Merah Putih atau tidak membolehkan menyanyikan lagu Indonesia Raya maka dapat diindikasikan mereka menganut paham radikalisme dan intoleransi.

Waduhhh, Ngeriii!!


Tapiiii....apa sih sebenarnya pengertian Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme itu?
  • INTOLERANSI
Orientasi negatif atau penolakan seseorang terhadap hak-hak politik dan sosial dari kelompok yang ia tidak setujui.
  • RADIKALISME
Suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan ekstrim. Menyuburkan sikap intoleran, anti Pancasila, anti NKRI dan menyebabkan disintegrasi bangsa.
  • TERORISME
Perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban, dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

Nah karena itulah Pak Hamli mengingatkan jika para teroris itu sendiri akan sangat senang apabila ada konflik di negara kita. Dimana penyebaran konflik itu bisa saja melalui penyebaran hoax serta berita yang cenderung provokatif dan intoleransi.

Sehingga Beliau menyarankan agar kita semua menanamkan pemahaman tentang penyebaran hoax dengan tidak asal sharing informasi sebelum jelas kebenarannya. Sebaiknya informasi itu kita telaah terlebih dahulu dan ingat selalu untuk Saring Sebelum Sharing!

"Siyaaap Komandan!!"👍



Kemudian pemateri lainnya,  Mas Sunudyantoro - Redaktur Utama Koran Tempo yang menyampaikan materi dengan tema "Perkembangan dan Fenomena Sosial Media di Provinsi DKI Jakarta".

Mas Sunu memaparkan bahwa berdasarkan penelitian saat ini masyarakat memperoleh informasi keagamaan tidaklah sama seperti dulu kala. Jika sebelum era media sosial seseorang mendapatkan informasi keagamaan dari orang tua, sekolah dan lingkungan. Tapi kini, prosentase terbesar pemerolehan informasi keagamaan itu adalah dari organisasi/kelompok keagamaan, Youtube/Facebook, TV dan Media sosial lainnya.

Pola yang bergeser ini tentu ada dampak negatifnya jika ternyata apa yang disampaikan dalam informasi tersebut mengandung paham intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Maka diperlukan pemahaman literasi digital tentang hal ini karena:
  • Literasi digital merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dan sumber yang sangat luas yang diakses secara digital
  • Literasi digital terkait keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami dan menyebarluaskan melalui piranti digital.
Karena pentingnya pemahaman ini maka perlu kiranya masyarakat Indonesia yang berjumlah 265 juta jiwa dan ada 177 juta diantaranya menggunakan mobile gadget juga 120 juta dari jumlah itu aktif di medsos, lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi.

Maka, Mas Sunu mengingatkan kita untuk selalu: Saring Sebelum Sharing juga berhati-hati memahami informasi agama apalagi jika itu akan menjadikan perpecahan bangsa.

Mas Sunudyantoro - Redaktur Utama Koran Tempo
Wah...keren-keren materinya kan yaaa?

Biarpun "berat" temanya tapi sangat bermanfaat. Terutama bagi saya yang sudah menjadi orangtua agar bisa menjadi teladan bermedia sosial yang baik pada anak dan mensosialisasikan budaya Saring Sebelum Sharing ini pada pembaca dan rekan-rekan lainnya terutama di dunia maya.

Last but not least, pemateri terakhir adalah Mas Lexy Junior Rambadeta seorang sutradara film dokumenter dan videojurnalis Indonesia.

Mas Lexy mengawali materi dengan menayangkan sebuah video bertajuk "Api dalam Sekam" produksi PPIM - UIN Jakarta (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)

Dan, berikut tayangannya:



Video tersebut merupakan intisari dari survey yang dilakukan oleh PPIM - UIN Jakarta yang memperlihatkan bahwa intoleransi dan radikalisme sedang mengancam generasi muda Indonesia. Dimana meski perilaku mereka cenderung moderat, namun dari sisi sikap mereka sebagian besar radikal.

Selain itu pada aspek toleransi internal, mereka cenderung memiliki padangan keagamaan yang intoleran. Dan kondisi ini sangat berbahaya karena sikap radikal dan intoleran tersebut bisa menjadi jembatan bagi lahirnya perilaku radikal dan intoleran.

Beberapa variabel penting yang diuji juga memiliki pengaruh terhadap radikalisme dan intoleransi siswa dan mahasiswa misalnya dalam hal internet dan sosial media.

Sebagai generasi yang lahir di era digital hampir semua dari mereka memiliki akses internet. Teknologi ini dipakai untuk mencari sumber pengetahuan agama selain di kelas. Tapi sayangnya yang populer di kalangan mereka adalah situs-situs yang dikelola oleh kalangan radikal, begitupun kajian yang mereka lihat di media sosial.

Maka seharusnya semua pihak baik negara, ormas Islam mainstream, orangtua, lingkungan dan kita semua harus secara serius menangani masalah ini. Pemerintah bisa melakukan reformasi dalam pembelajaran PAI di sekolah, orangtua melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya, ormas Islam aktif meyebarkan pesan toleransi dan kedamaian dan lingkungan berperan dalam pengawasan.

Peserta dan pemateri berpose bersama: "Tolak Radikalisme dan Terorisme!" 

Mas Lexy, youtuber pemilik akun @Jakartanicus ini kemudian memberikan materi pembuatan video (vlogging) yang setelahnya langsung dipraktekkan menggunakan smartphone peserta secara berkelompok.

Sementara tips vlogging dengan menggunakan HP dari Mas Lexy adalah sebagai berikut:

  • Bersihkan lensa
  • Airplane Mode
  • Full HD
  • Horizontal 
  • Gunakan fokus
  • Tidak zoom in
  • Tidak menggunakan lampu di smartphone
  • Pakai Monopod/Tripod
  • Jika menggunakan kamera depan lihatnya ke kamera bukan layarnya
  • Lokasi sunyi
  • Menggunakan eksternal mikrofon atau headset/earphone
  • Perhatikan head room: jangan terlalu lebar/sempit sehingga caption bisa terbaca dan tidak menutupi wajah
  • Bikin materi yang kita senangi hingga kita ketagihan nge-vlog. Jangan hanya ikut tema yang viral saja karena nanti kurang gregetnya
  • Rencanakan 3 tahapan: pra produksi, produksi dan pasca produksi (editing)
  • Bikin video yang berisikan gagasan, pengetahuan atau counter narasumber yang membawa misi kebaikan, toleransi dan perdamaian. 


Nah...asyik kan ilmunya..? Bikin saya semangat nge-vlog buat menyebarkan kebaikan pada sesama nih.

Juga membuat saya tersadar bahwa ternyata upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di Negeri ini mustinya dilakukan siapa saja. Apapun profesinya dimanapun tinggalnya dan dari mana latar belakangnya punya tanggung jawab yang sama, menciptakan Indonesia yang aman, damai dan sentosa!

Ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ketua FKPT DKI Jakarta saat membuka acara. Dimana saat ini Pemprov DKI telah memiliki Forum Deteksi Dini Masyarakat. Dimana forum ini punya 10 anggota di tiap kelurahan yang bertanggung jawab akan masalah yang berkaitan bencana sosial dan aksi terorisme.

Juga, diharapkan masyarakat sadar akan aturan lingkungan seperti: 1x24 jam tamu wajib lapor. Dan segera melaporkan pihak berwenang jika ada yang patut dicurigai di lingkungan tempat tinggalnya. 


Nah akhirnya buat yang ingin tahu informasi lebih lanjut tentang BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) bisa singgah ke sini:

Website: BNPT RI
Instagram: BNPT RI
Twitter: BNPT RI
Facebook: BNPT RI

Sedangkan informasi lebih lanjut tentang FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) ada di sini:

Youtube: Cegah Terorisme
Facebook: Cegah Terorisme

Jadi...

Yuuuk mari kita tanamkan budaya Saring Sebelum Sharing sebagai upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di Negeri Ini! 😍


Salam Damai,

Dian Restu Agustina

Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

43 komentar untuk "Cara Menanggulangi Radikalisme dan Terorisme"

  1. nah sangat bermanfaat banget nih artikelnya, kita harus menyaring dahulu berita yang beredar jangan langsung ditelan mentah-mentah ataupun langsung sharing berita tersebut, karena sekarang banyak banget berita hoax.

    BalasHapus
  2. Mba baru saja tadi malam aku tegur wali murid di WAG sekolah ia forward lelucon musibah JT610, ga habis fikir dia lgsg sharing tanpa disaring dulu masa iyah musibah dijadikan bahan lelucon padahal keluarga yg terkena musibah masih dlm suasana duka yang tak tahu sampe kan bisa terobati.

    kesel, gemes kalau nemu sharingan yg asal forward gitu semoga info edukasi macam gini keterima sama semua

    BalasHapus
  3. Betul, dalam era digital seperti ini kita harus pintar memilah informasi. Sebelum sharing baiknya disaring dulu. Lebih baik lagi dipikirkan manfaatnya, berita yang disampaikan membawa kebaikan atau malah kebencian. Karena apa yang kita sampaikan akan kita pertanggung jawabkan nanti..

    BalasHapus
  4. Artikelnya bagus mba Dian, memang kita sebagai orangtua jangan sampai kecolongan berita-berita yang tidak benar terutama di gadget anak-anak kita.

    BalasHapus
  5. Kalau saya hal pertama yang dilakukan adalah, MATIKAN ALARM hahahaha.
    Abis itu baru deh buka mata :D

    Emang ya, zaman sekarang, medsos juga kadang serem banget.
    Orang2 kebanyakan make akun medsosnya buat sharing pakai saringan bocor
    Apa2 langsung di share, bahkan mungkin di baca aja kagak ckckck.
    Gemes saya hiks

    BalasHapus
  6. Yang paling susah itu kalau ada yg share berita hoax di grup keluarga, mau negur kok ya udah pada sepuh. Gak diingatkan gemes sendiri karena banyak keluarga lain yang percaya. Belum kalau ada yang berbeda pandangan, bisa sampai left dari grup, silaturahmi putus cuma gara2 hoax -_-

    BalasHapus
  7. Wah keren sekali kak, share ilmunya memang benar penting nih terlebih saya juga kerja di media sebagai content writter jadi membuat berita dan menyadur berita nggk boleh sembarangan harus punya data dan reserch2 terlebih dahulu. keren kak!

    BalasHapus
  8. Kalau aja banyak netizen yang paham budaya begini, rasanya media sosial akan semakin menyenangkan. Akan lebih berasa adem dan bikin saya makin betah :)

    BalasHapus
  9. Wah ini benar banget, disadari atau tidak medsos akhir2 ini menjadi debat publik. Semua pihak merasa paling benar. Mungkin semuanya harus dimulai dari kita sendiri, saring info baru sharing atau mending tidak sama sekali

    BalasHapus
  10. iyes..
    bener banget
    saring sebelum sharing
    klu itu keluarga saya..biasanya saya ingatkan
    begitu juga teman
    tp kadang ada yang marah
    ya udah..saya unfollow aja hehehe

    BalasHapus
  11. nah bermanfaat banget nih mbak artikelnya.. makin kesini makin banyak info/berita yang beredar tapi gak jelas siapa sumbernya..

    BalasHapus
  12. Setuju banget mbak
    Informasi bertebaran dimana-mana dan sangat mudah diakses
    Kitanya yang harus lebih bijak menelaah setiap info yang masuk. Saring dulu, yakini kebenarannya, ce lagi baru kemudian bagikan
    Bahkan untuk membagikannya juga harus mikir berkali-kali, kira-kira info ini akan bermanfaat atau justru memicu perdebatan :)

    BalasHapus
  13. saring sebelum sharing ini harus dikampanyekans ecara masive kayaknya...
    supaya terasa impactnya buat masarakat digital zaman now yg gampang banget neken tombol sharing

    BalasHapus
  14. Tidak menggunakan lampu di smartphone jadi tips andalan buat nge-vlog yah. Soalnya memang efek sih, jadi malah ada bayangan gitu kalau dipakai

    BalasHapus
  15. Kalau saya biasanya langsung pegang hp buat matiin alarm hehehe. Trus, siapin bekal untuk anak-anak. Buka socmednya nanti aja. Kalau baru bangun udha buka hp, khawatir mood langsung jelek kalau ketemu yang share hoax

    BalasHapus
  16. memang kita harus smart ya terhadapa abnyak info dai medsoso, wong beritanay saja ada ayng hoax apalagi hanay sekedar info

    BalasHapus
  17. Bwner mba. Grup WAG seringnya isinyabberita ini itu. Aku sih tipe yg ga suka sebar2 berita2 bgtu apalahi udh nyangkut SARA. ngeriii

    BalasHapus
  18. Materinya "daging" semua mba, seneng bisa ikut acara yang bisa membuka pikiran kita para ibuibu agar lebih hati-hati memilih sekolah anak. Saya pribadi tidak mau anak-anak menjadi intoleran dengan minioritas, disisi lain ingin anak-anak punya dasar agama yang kuat.

    Hasil surveinya bener-bener membuat saya agak kaget, tapi terima kasih dengan begini saya jadi tahu apa yang bisa saya lakukan ke depannya.

    Dijelasin juga ngga mbak, edit video pakai aplikasi apa di hape ?

    BalasHapus
  19. Banyak buzzer politik dan robot-robot hoax dan itu baru muncul saat pilgub DKI 2012. Ngeri banget sekarang mah.

    BalasHapus
  20. Sering banget nemu media mainstream seperti televisi dan koran nasional yang memberitakan sesuatu hanya berdasarkan akun-akun dari media sosial yang entah siapa pemiliknya. Masih banyak yang malas mencari berita dan turun ke lapangan. hasilnya, banyak berita bohong yang disebar bahkan oleh media besar sekalipun. Sedih.

    BalasHapus
  21. Emang bikin elus dada mba kalau liat betapa cepatnya hoax dan disinformasi tersebar di internet. Akhirnya harus kita yang pintar2 menyaring sambil tetap terus mengedukasi teman-teman kita yang perlu diingatkan.

    BalasHapus
  22. Kita nampaknya memang sedang darurat Saring Sebelum Sharing ya. Seolah dunia maya yang dalam genggaman ini, mempermudah segalanya tapi yang menggunakan jadi mudah membagi berita tanpa menyaring dan menganalisa.

    Perlu banget semangat Saring sebelum Sharing ini.

    BalasHapus
  23. Think before posting dan saring sebelum share ya mbak siip setuju :)

    BalasHapus
  24. Mantap banget acaranya mbak, padat manfaat. Aku pun setuju banget, kita harus bijak bersosmed terutama utk ngeshare informasi jangan sampe hoax ikut disebarin

    BalasHapus
  25. Duuuhhh..iya ya, hoax itu bisa meresahkan. Ada baiknya sebagai penggiat medsos kita lebih bijak dan cermat dalam meneria segala bentuk informasi

    BalasHapus
  26. Duh yang berita asal sharing itu aku udah berusaha survive banget di beberapa group. Beginilah kalau sungkan mau keluar. Gak nyaman tapi tetap bertahan. Btw tips VLOGnya oke juga, applicable banget.

    BalasHapus
  27. Saya nyari hape klo urusan si kecil udah beres, hehe.
    Wuih, mantap sekali materinya, Mbak. Semoga nanti beneran mampir Malang. Butuh banget buat nyadarin beberapa orang :) hmm berdasarkan pengalaman, hoax pernah dibolehkan asal untuk perjuangan sebuah kelompok. Duuh... Ya member kelompok tsb manut aja wong dibolehkan. Miris. Perjuangan literasi digital emang lumayan berat nih. Saring sebelumnya sharing mutlak perlu. Sip!

    BalasHapus
  28. Nah ini kebiasaan yang harus sering kita sebarin saring dulu sebelum share, suka gemes sy mba kalau msh ada yg suka nyebarin berita yg blm tentu kebenarannya, terutama malah keluarga terdekat yg blm mengerti tntg berita hoax, memang sh tujuannya baik cm klo gak benerkan yg diberitakan jd malah gak baik ya

    BalasHapus
  29. Bener Bun dan anehnya banyak pelaku hoax ini ngerasa baik-baik saja dan bukan masalah kalau mereka menyebarkan berita nggak bener. Kan ngegemesin ya. Padahal mereka nggak tahu kalau nyebar hoax ini bisa menfitnah dan menebarkan ketakutan atau kebencian pada orang lain. Padahal udah jelas-jelas dalam islam di suruh tabayun dulu sebelum share

    BalasHapus
  30. Waduh...ada partai yg bikin media baru dan wartawan jadi timses. Paling engga banget emang WAG yg isinya sebar hoax. Saya sih left grup. Ntar dijapri sih, kenapa kok left grup? Hehe...Untungnya admin ngerti sendiri. Engga trus dicemplungin lagi. Hadeuh...

    Aku mau nyimpen nih artikelnya. Gimana caranya ya? Penting yg informasi bikin vlog. Bari aku enggak pede tea...

    BalasHapus
  31. Setujuuu..saring dulu aru sharing. Waah..saya palig.anti deh.posting.copasan berita2 seperti itu. Ga ada untungnya & apakah diri.kita sudah.bener. Baca and than delete. Hehhe

    BalasHapus
  32. Setuju! Paling kesel ama netijen yang suka autosyering berita hanya karena judulnya spekta doang. Padahal isinya belom tentu bener.

    BalasHapus
  33. Saring sebelum sharing betul banget. Menjelang pemilu tensi politik meningkat, jadi banyak info menyebar yant tak tentu arah. Di WAG juga seringkali hal-hal yang perlu diwaspadai sebelum disebarluaskan.

    BalasHapus
  34. Artikelnya bagus buanget mbak dian. Aku setuju, kita mesti saring sebelum sharing. Aku paling muak dengan info2 yg seliweran di WAG, udah asal usul info ga jelas, anggota grupnya gampang banget terpancing, trus komen yg sifatnya profokatif. Ujung2nya sesama anggota grup saling lontar makian deh. Gila, kan?

    BalasHapus
  35. Hati-hati sekarang ya kalau sebar berita dan baca berita. Kudu jelas sumbernya dari mana.

    BalasHapus
  36. Wah bener banget mba. Aku suka quotenya saring sebelum sharing, betul banget mba

    BalasHapus
  37. Saring sebelum sharing, setuju banget, Mbak. Biasanya di WAG yang sering banget share berita-berita nggak jelas. Kalo ditegur, baperan akhirnya keluar.

    BalasHapus
  38. Soal anak sekolah menerima paham radikalisme dari guru atau dosen kayanya memang benar adanya, yang saya ingat dari kasus terakhir seorang guru agama menyebarkan paham kebencian tertentu itu loh ka. Kasian anak muridnya kan ya.

    BalasHapus
  39. Wah penting nih soalnya makin dekat ke Pemilu makin panas. Eh tapi ga pemilu juga sih, sehari-hari juga berkeliaran berita hoax. Apalagi soal tumbuhan XXX bisa menyembuhkan penyakit A, B dan C. Hadeh.

    BalasHapus
  40. Penerapan Saring Sebelum Sharing memang harus dilakukan, kesel aja gitu, kalo ada yang baru baca berita cuma dari judulnya aja udah langsung klik share, padahal isinya belum tentu juga benar.

    BalasHapus
  41. Saring sebelum sharing, setuju banget. Acara begini bagus banget. Terima kasih sharingnya ya mba

    BalasHapus
  42. Penting banget kesadaran saring sebelum sharing mengingat lalu lintas hoax yang makin mengkhawatirkan di negeri ini

    BalasHapus