Hadiah Sastra Rancage 2019
Hadiah Sastra Rancage 2019
Ajip Rosidi, mengatakan para seniman sebaiknya tidak usah berharap banyak pada pemerintah. Keterbatasan finansial untuk menerbitkan buku jangan jadi pembenaran bagi para penulis untuk menggantungkan nasib kepada pemerintah.
”Kalaupun pemerintah mau bantu, jangan ikut terlibat menerbitkan buku. Biarkan itu dikelola oleh penerbitan profesional. Pemerintah tugasnya cukup membeli buku yang dikeluarkan penerbit. Kalau ikut menerbitkan, potensi korupsinya besar dari proyek tersebut,” tegas Ajip Rosidi.
Ajip kemudian mengajak para penulis untuk tetap optimis menatap masa depan kesusastraan daerah. Juga mengingatkan bahwa para penulislah yang jadi ujung tombak untuk menjaga peradaban. Kemudian Ajip juga mengajak para penentu kebijakan di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar sastra daerah di sekolah-sekolah agar siswa sebagai generasi penerus nanti bisa memiliki rasa peduli dan mencintai sastra daerah ini.
Kehadiran Hadiah Sastera Rancage memberikan harapan akan keberlangsungan nasib sastra daerah, khususnya daerah yang mengikuti kompetisi ini. Keberadaan Hadiah Sastera Rancage mampu membangkitkan kembali gairah menulis dalam bahasa daerah. Di tengah hiruk pikuk masyarakat digital juga situasi sosial politik yang memanas, beberapa penulis masih menunjukkan kepeduliannya terhadap bahasa ibu.
Nah, sejak tahun 2004, telah diserahkan Hadiah Sastera Rancage berupa piagam dan uang Rp 5 juta. Sebuah jumlah yang sangat kecil apabila dibandingkan hadiah sastra atau lomba kepenulisan lainnya. (Misalnya saja Lomba Blog, hadiahnya Mobil, Motor, Laptop, Umroh, Traveling, Uang Jutaan Rupiah....!)
Bahkan hadiah untuk bidang jasa pun terpaksa ditangguhkan sejak tahun lalu karena alasan dana itu. (Sediiih...)
Hadiah Sastera Rancage 2019 dianugerahkan pada:
1. Eris Risnandar - Sastera Sunda - kumpulan puisi "Serah"
Lahir di Sumedang, Jawa Barat, 3 Juli 1975. Alumnus Sastra Sunda Unpad Bandung. Banyak menulis cerpen, puisi, esai dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Karya berupa carita pondok telah dibukukan dalam Ti Pulpen Tepi ka Pajaratan Cinta (antologi bersama, 2002), Heulang Nu Ngajak Bengbat (2004). Juga kumpulan puisi, Serah, terbit 2018. Kini bekerja sebagai guru basa Sunda di SMA Negeri 9 Cirebon
2. Sunaryata Soemardjo - Sastera Jawa - novel "Tembang Raras ing Tepi Ratri"
Lahir di Nganjuk, Jawa Timur, pensiunan PNS yang kini tinggal di lamongan. Menulis puisi, cerpen, cerbung dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Karyanya sering dimuat di Panjebar Semangat, Jaya Baya dan Radar Bojonegoro. Novelnya berbahasa Jawa diantaranya: Amrika Kembang Kopi (2012), Purnama Kingkin (2014), Esem ing Lingsir Sore (2017) dan Tembang Raras ing Tepis Ratri (2018)
3. I Ketut Sandiyasa - Sastera Bali - kumpulan cerpen "Kupu-kupu Kuning Ngindang di Candidasa'
Guru SDN 5 Bugbug, Karangasem, Bali. Altif di sanggar Burat Wangi dan Suara Saking Bali. Sejak 2009 rajin menulis dalam bahasa Bali dan bahasa Indonesia berupa puisi, cerpen, opini dan esai budaya yang dimuat di Bali Post dan berbagai media. Cerpen Ngantiang Ujan dan Karang Suwung terpilih dalam antologi bersama "Ngantiang Ujan". Sedangkan buku kumpulan cerpennya Kupu-kupu Kuning Ngindang di Candidasa terbit tahun 2018.
4. Ai Rohmawati - Hadiah Samsudi - cerita anak "Pohaci Nawangwulan"
Lahir di Garut, 6 September 1986. Karyanya berupa cerita pendek dalam bahasa Sunda dimuat di Pikiran Rakyat, Mangle, Cupumanik, Galura, Giwangkara, Jaleuleu dan Kandaga. Beberapa kali menjadi juara lomba menulis carita pondok di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Basa jeung Sastra Sunda UPI, juara II lomba Karya Ilmiah UPI (2007), juara Nulis Surat ka Gubernur Tingkat Jawa Barat (2007). Karyanya cerita anak dalam bahasa Sunda diterbitkan pada tahun 2018. Sekarang mengajar di MAN 1 Garut Jawa Barat.
Selamat untuk para pemenang, semoga Hadiah Sastera Rancage yang diberikan mampu memberikan suntikan motivasi untuk berkarya lebih baik lagi!
Semoga Yayasan Kebudayaan Rancage terus diberikan kemampuan untuk mewujudkan kecintaan dan apresiasi terhadap para pengarang yang menghasilkan karya sastra terbaik dalam bahasa daerah. Semoga juga Hadiah Sastera Rancage, penanda kepedulian dan apresiasi terhadap kecintaan para pengarang terhadap bahasa daerahnya masing-masing, sebagai pendokumentasi bahasa ibu dan pelestari sejati bahasa daerah, akan terus berkesinambungan hingga nanti.
Nah, buat pengingat saya dan teman-teman, yuk kita melestarikan bahasa dan sastra daerah dengan cara kita masing-masing. Misalnya dengan mempelajari bahasa daerah kita (siapa tahu banyak lupanya kek saya🙈), mengajari anak bahasa daerah (meski susah, khususnya di Jakarta yang enggak ada pelajaran bahasa daerah), membeli buku/majalah berbahasa daerah, membaca versi online karya sastra daerah, menyumbangkan tenaga, waktu, dana untuk kegiatan terkait....Atau kalau bisa, menulis karya sastra berbahasa daerah kita? Yuk, ah!
Kalau bukan kita, siapa lagi coba? Kalau enggak kini, keburu punah nanti!💪💗
#ODOP
#EstrilookCommunity
#Day10
Salam Budaya
Dian Restu Agustina
"Sastra selalu punya cara untuk mengalirkan dirinya"
Demikian disampaikan oleh I Gde Agus Darma Putra, pria muda berusia 28 tahun yang juga adalah penerima Hadiah Rancage 2018 untuk Sastera Bali, saat menjadi salah satu pembicara di acara Penganugerahan Hadiah Sastera Rancage 2019, Kamis, 12 Sept 2019 di Perpusnas RI.
Nirguna adalah nama pena penulis ini. Di mana tahun lalu ia memenangi Hadiah Rancage melalui karya prosa liris dengan judul “Bulan Sisi Kauh" yang sekaligus menjadikannya peraih Sastera Rancage termuda.
Sungguh saya ikut merasa bangga jadinya. Gimana enggak, di tengah maraknya gempuran budaya luar yang menghujani kaum muda Indonesia, ada secercah harapan akan pelestari sastra daerah khususnya sastra Bali di masa depan.
Dan..tentunya sebuah penghargaan terlepas dari nilainya, adalah salah satu faktor yang bisa menjadi pelecut semangat para sastrawan ini untuk berkarya.
Bersyukur, ada Yayasan Kebudayaan Rancage yang memprakarsai Hadiah Sastera Rancage bagi karya sastra daerah di Indonesia. Di mana tahun ini penganugerahan Hadiah Sastera Rancage yang ke-31 kalinya dihelat di Perpusnas RI bertepatan dengan gelaran Perpusnas Expo yang diadakan pada 5 - 22 September 2019.
Adalah Ajip Rosidi, yang pada tahun 1989 dengan merogoh kantong sendiri menginisiasi pemberian Hadiah Sastera Rancage bagi karya (buku) satrawan Sunda yang diumumkan setiap tanggal 31 Januari.
Prakarsa dari seorang tokoh sastra terkemuka baik di lingkungan Sunda maupun nasional dan internasional ini, mendapat sambutan hangat dari masyarakat dan sejak saat itu hadiah diberikan setiap tahunnya.
Nah, selama 5 tahun pertama, hadiah dikelola dan didanai oleh Ajip Rosidi sendiri. Kemudian dengan mempertimbangkan keberlangsungannya maka pada tahun 1993 didirikanlah Yayasan Kebudayaan Rancage secara resmi.
Rancage, artinya "kreatif" dalam kosakata Sunda yang secara tepat mencerminkan jenis kegiatan yang didukung yayasan ini.
Yayasan ini berdiri sebagai lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pemeliharaan, pengembangan dan pelestarian bahasa dan sastra daerah dengan kegiatan:
1. Hadiah Sastera Rancage
Hadiah Sastera Rancage diberikan setiap tahun sejak 1989 sampai sekarang secara terus-menerus. Tahun pertama hanya diberikan kepada pengarang yang tahun sebelumnya menerbitkan buku karya sastra yang berkualitas. Lalu, tahun 1990 mulai diberikan juga kepada orang atau lembaga yang besar jasanya dalam mengembangkan dan mempertahankan bahasa ibunya. Jadi setiap tahun diberikan 2 bidang, satu untuk karya, satu lagi untuk jasa.
Kemudian dalam perkembangannya, Hadiah Sastera Rancage tidak hanya diberikan pada karya dan tokoh Sastera Sunda tapi juga Sastera Jawa (sejak 1994), Bali (sejak 1998), Lampung (sejak 2008), Batak (sejak 2015) dan Banjar (mulai 2019).
2. Hadiah Samsudi
Hadiah sastra yang diberikan kepada para pengarang bacaan anak-anak dalam bahasa Sunda. Nama "Samsudi" diabadikan dalam rangka menghormati almarhum Samsudi (1899-1987), seorang guru, pengarang cerita anak terutama dalam bahasa Sunda, penyusun buku pelajaran, pelukis dan pencipta lagu.
3. Hadiah Hardjapamekas
Hadiah yang diberikan sejak tahun 2008 untuk guru penagajar bahasa Sunda di tingkat SD, SMP dan SMA yang dinilai berprestasi dan berusaha terus menerus dengan berbagai upaya mengajarkan bahasa Sunda serta mengajak siswanya mencintai dan mempergunakan bahasa Sunda. Nama Hardjapamekas mengacu pada nama pendidik terkemuka R Sobri Hardjapamekas (1913-2005) yang mengemban profesi guru hingga akhir hayatnya.
4. Penelitian dan Penerbitan
Yayasan Kebudayaan Rancage dan The Toyota Foundation Tokyo melakukan penelitian dan penyusunan Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya pada tahun 2000.
Juga, memulai penelitian dan penyusunan Kamus Utama Bahasa Sunda (KUBS) pada tahun 2012 yang selesai tiga tahun kemudian
5. Konferensi dan Kongres
Yayasan Kebudayaan Rancage telah melaksanakan Konferensi International Budaya Sunda (KIBS I) dan KIBS II pada 2011. Juga menyelenggarakan Kongres Budaya Nusantara (KBDN) pada tahun 2016.
Pada tahun ini untuk pertama kalinya Yayasan Kebudayaan Rancage bekerja sama dengan Perpusnas RI menghelat acara Penganugerahan Hadiah Sastera Rancage di Ruang Teater Soekarman, Gedung Fasilitas Layanan Perpusnas, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta.
Yeni Nurita, Kepala Bidang Layanan Koleksi Khusus Perpusnas RI, menyatakan kegiatan ini merupakan dukungan dari Perpusnas RI terhadap Ajip Rosidi yang fokus mengembangkan literasi dan kebudayaan Nusantara dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
"Karena itu wajar rasanya jika Perpustakaan Nasional memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bapak Ajip Rosidi dan tim dari Yayasan kebudayaan Rancage dengan turut andil dalam penyelenggaraan Anugerah Sastera Rancage ini," paparnya ketika menyampaikan sambutan.
Saat ini, tercatat ada 650 bahasa daerah di Indonesia. Muncul kekhawatiran bahasa daerah akan punah karena penuturnya semakin berkurang. Yeri menyebut, penganugerahan ini merupakan respon atas kekhawatiran mengenai kemunduran penggunaan dan penutur bahasa daerah.
“Karena penulis, budayawan, pegiat kebudayaan daerah, dan guru-guru bahasa daerah sesungguhnya adalah nasionalis sejati yang mewujudkan baktinya kepada bangsa dan negaranya dengan terus mengembangkan bahasa dan budaya ibu mereka. Apresiasi yang setinggi-tingginya perlu kita berikan,” tambahnya lagi.
Sementara Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage, Erry Riyana Hardjapamekas menyebut para pengarang dalam bahasa daerah sejatinya merupakan pelestari bahasa ibu karena berhasil mendokumentasikan bahasa ibu.
“Pada kesempatan ini kami mengetuk hati siapa saja untuk memberikan sumbangsih bagi kehidupan sastra daerah. Mari bergabung dengan kami untuk bersama-sama peduli dan mengapresiasi karya para pengarang bumi pertiwi sekaligus mempererat ikatan kebangsaan Indonesia yang kita cintai,” tuturnya.
Nah, dalam rangkaian penganugerahan Hadiah Sastera Rancage 2019 kemarin, diselenggarakan juga Seminar "Sastera Berbahasa Daerah dalam Perkembangan Literasi Nusantara".
Sebuah seminar, yang jujur, jadi membuka mata saya akan perjuangan sastra daerah yang selama ini terabaikan oleh banyak orang. Keempat pembicara mewakili daerah masing-masing mengulas tentang perkembangan sastra di daerahnya dengan segala suka dukanya.
Para pembicara adalah penerima Hadiah Sastera Rancage di tahun-tahun sebelumnya: I Gde Agus Darma Putra, Saut Poltak Tambunan, Dhanu Priyo Prabowo dan juri Hadiah Rancage untuk Sastera Sunda, Teddi Muhtadin.
Sementara secara kuantitas, disebutkannya jumlah sastrawan di Bali masih cukup banyak. Hanya, penjualan buku terbit sastra Bali belum membahagiakan.
”Penjualan buku hanya terjadi antar penulisnya. Kalaupun ada pihak luar yang membeli, itu hanya dari beberapa golongan saja, seperti mahasiswa yang mau ujian skripsi, dosen yang sedang melakukan penelitian dan kalangan komunitas,” keluhnya.
Dan..tentunya sebuah penghargaan terlepas dari nilainya, adalah salah satu faktor yang bisa menjadi pelecut semangat para sastrawan ini untuk berkarya.
Bersyukur, ada Yayasan Kebudayaan Rancage yang memprakarsai Hadiah Sastera Rancage bagi karya sastra daerah di Indonesia. Di mana tahun ini penganugerahan Hadiah Sastera Rancage yang ke-31 kalinya dihelat di Perpusnas RI bertepatan dengan gelaran Perpusnas Expo yang diadakan pada 5 - 22 September 2019.
Musikalisasi puisi - Yayan Katho |
Selayang Pandang Yayasan Kebudayaan Rancage
Adalah Ajip Rosidi, yang pada tahun 1989 dengan merogoh kantong sendiri menginisiasi pemberian Hadiah Sastera Rancage bagi karya (buku) satrawan Sunda yang diumumkan setiap tanggal 31 Januari.
Prakarsa dari seorang tokoh sastra terkemuka baik di lingkungan Sunda maupun nasional dan internasional ini, mendapat sambutan hangat dari masyarakat dan sejak saat itu hadiah diberikan setiap tahunnya.
Nah, selama 5 tahun pertama, hadiah dikelola dan didanai oleh Ajip Rosidi sendiri. Kemudian dengan mempertimbangkan keberlangsungannya maka pada tahun 1993 didirikanlah Yayasan Kebudayaan Rancage secara resmi.
Rancage, artinya "kreatif" dalam kosakata Sunda yang secara tepat mencerminkan jenis kegiatan yang didukung yayasan ini.
Yayasan ini berdiri sebagai lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pemeliharaan, pengembangan dan pelestarian bahasa dan sastra daerah dengan kegiatan:
1. Hadiah Sastera Rancage
Hadiah Sastera Rancage diberikan setiap tahun sejak 1989 sampai sekarang secara terus-menerus. Tahun pertama hanya diberikan kepada pengarang yang tahun sebelumnya menerbitkan buku karya sastra yang berkualitas. Lalu, tahun 1990 mulai diberikan juga kepada orang atau lembaga yang besar jasanya dalam mengembangkan dan mempertahankan bahasa ibunya. Jadi setiap tahun diberikan 2 bidang, satu untuk karya, satu lagi untuk jasa.
Kemudian dalam perkembangannya, Hadiah Sastera Rancage tidak hanya diberikan pada karya dan tokoh Sastera Sunda tapi juga Sastera Jawa (sejak 1994), Bali (sejak 1998), Lampung (sejak 2008), Batak (sejak 2015) dan Banjar (mulai 2019).
2. Hadiah Samsudi
Hadiah sastra yang diberikan kepada para pengarang bacaan anak-anak dalam bahasa Sunda. Nama "Samsudi" diabadikan dalam rangka menghormati almarhum Samsudi (1899-1987), seorang guru, pengarang cerita anak terutama dalam bahasa Sunda, penyusun buku pelajaran, pelukis dan pencipta lagu.
3. Hadiah Hardjapamekas
Hadiah yang diberikan sejak tahun 2008 untuk guru penagajar bahasa Sunda di tingkat SD, SMP dan SMA yang dinilai berprestasi dan berusaha terus menerus dengan berbagai upaya mengajarkan bahasa Sunda serta mengajak siswanya mencintai dan mempergunakan bahasa Sunda. Nama Hardjapamekas mengacu pada nama pendidik terkemuka R Sobri Hardjapamekas (1913-2005) yang mengemban profesi guru hingga akhir hayatnya.
4. Penelitian dan Penerbitan
Yayasan Kebudayaan Rancage dan The Toyota Foundation Tokyo melakukan penelitian dan penyusunan Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya pada tahun 2000.
Juga, memulai penelitian dan penyusunan Kamus Utama Bahasa Sunda (KUBS) pada tahun 2012 yang selesai tiga tahun kemudian
5. Konferensi dan Kongres
Yayasan Kebudayaan Rancage telah melaksanakan Konferensi International Budaya Sunda (KIBS I) dan KIBS II pada 2011. Juga menyelenggarakan Kongres Budaya Nusantara (KBDN) pada tahun 2016.
Penganugerahan Hadiah Sastera Rancage 2019 di Perpustakaan Nasional RI
Yeni Nurita, Kepala Bidang Layanan Koleksi Khusus Perpusnas RI |
Pada tahun ini untuk pertama kalinya Yayasan Kebudayaan Rancage bekerja sama dengan Perpusnas RI menghelat acara Penganugerahan Hadiah Sastera Rancage di Ruang Teater Soekarman, Gedung Fasilitas Layanan Perpusnas, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta.
Yeni Nurita, Kepala Bidang Layanan Koleksi Khusus Perpusnas RI, menyatakan kegiatan ini merupakan dukungan dari Perpusnas RI terhadap Ajip Rosidi yang fokus mengembangkan literasi dan kebudayaan Nusantara dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
"Karena itu wajar rasanya jika Perpustakaan Nasional memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bapak Ajip Rosidi dan tim dari Yayasan kebudayaan Rancage dengan turut andil dalam penyelenggaraan Anugerah Sastera Rancage ini," paparnya ketika menyampaikan sambutan.
Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage, Erry Riyana Hardjapamekas |
Saat ini, tercatat ada 650 bahasa daerah di Indonesia. Muncul kekhawatiran bahasa daerah akan punah karena penuturnya semakin berkurang. Yeri menyebut, penganugerahan ini merupakan respon atas kekhawatiran mengenai kemunduran penggunaan dan penutur bahasa daerah.
“Karena penulis, budayawan, pegiat kebudayaan daerah, dan guru-guru bahasa daerah sesungguhnya adalah nasionalis sejati yang mewujudkan baktinya kepada bangsa dan negaranya dengan terus mengembangkan bahasa dan budaya ibu mereka. Apresiasi yang setinggi-tingginya perlu kita berikan,” tambahnya lagi.
Sementara Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage, Erry Riyana Hardjapamekas menyebut para pengarang dalam bahasa daerah sejatinya merupakan pelestari bahasa ibu karena berhasil mendokumentasikan bahasa ibu.
“Pada kesempatan ini kami mengetuk hati siapa saja untuk memberikan sumbangsih bagi kehidupan sastra daerah. Mari bergabung dengan kami untuk bersama-sama peduli dan mengapresiasi karya para pengarang bumi pertiwi sekaligus mempererat ikatan kebangsaan Indonesia yang kita cintai,” tuturnya.
Ada Keyakinan dan Harapan, Pesan dari Penganugerahan Hadiah Sastera Rancage 2019
Sebuah seminar, yang jujur, jadi membuka mata saya akan perjuangan sastra daerah yang selama ini terabaikan oleh banyak orang. Keempat pembicara mewakili daerah masing-masing mengulas tentang perkembangan sastra di daerahnya dengan segala suka dukanya.
Para pembicara adalah penerima Hadiah Sastera Rancage di tahun-tahun sebelumnya: I Gde Agus Darma Putra, Saut Poltak Tambunan, Dhanu Priyo Prabowo dan juri Hadiah Rancage untuk Sastera Sunda, Teddi Muhtadin.
- I Gde Agus Darma Putra
Ia menilai minat anak muda untuk menulis dan mempelajari sastra Bali cukup baik. Mereka aktif di berbagai komunitas sastra daerah Bali juga aktif menulis di media online Suara Saking Bali setelah media cetak bertumbangan. Selain itu ada Penerbitan Gerip Maurip (Pustaka Ekspresi)
Sementara secara kuantitas, disebutkannya jumlah sastrawan di Bali masih cukup banyak. Hanya, penjualan buku terbit sastra Bali belum membahagiakan.
”Penjualan buku hanya terjadi antar penulisnya. Kalaupun ada pihak luar yang membeli, itu hanya dari beberapa golongan saja, seperti mahasiswa yang mau ujian skripsi, dosen yang sedang melakukan penelitian dan kalangan komunitas,” keluhnya.
- Saut Poltak Tambunan
Sementara, Peraih Hadiah Sastera Rancage 2018 untuk Sastera Batak, Saut Poltak Tambunan, mengeluhkan minimnya penulis sastra Batak yang telah diprakarsainya sejak tahun 2012 silam.
Padahal di satu sisi, minat baca sastra Batak terbilang tinggi. Ia menyebutkan bahwa karyanya, misalnya, Bangso Na Jugul Do Hami, laku keras hingga dua ribu buku terjual dalam hitungan bulan.
”Orang Batak memiliki kepercayaan bahwa menghargai bahasa daerah sebagai bentuk identitas mereka,” ujar Saut Poltak Tambunan.
Padahal di satu sisi, minat baca sastra Batak terbilang tinggi. Ia menyebutkan bahwa karyanya, misalnya, Bangso Na Jugul Do Hami, laku keras hingga dua ribu buku terjual dalam hitungan bulan.
”Orang Batak memiliki kepercayaan bahwa menghargai bahasa daerah sebagai bentuk identitas mereka,” ujar Saut Poltak Tambunan.
- Dhanu Priyo Prabowo
Lantas, bagaimana dengan kondisi sastra Jawa? Dhanu Priyo Prabowo, Penerima Hadiah Sastera Rancage 2014 mengungkapkan jumlah penulis sastra Jawa masih lumayan jumlahnya. Tapi senada dengan sastra Bali, minat baca dan belinya sepiiii..
Sedangkan untuk media, beberapa media berbahasa Jawa yang menerima karya sastra Jawa sampai saat ini masih ada meski jumlah oplah kian hari kian bikin resah.
Sedangkan untuk media, beberapa media berbahasa Jawa yang menerima karya sastra Jawa sampai saat ini masih ada meski jumlah oplah kian hari kian bikin resah.
- Teddi Muhtadin
Kalau menurut jurinya bagaimana? Teddi Muhtadin, Juri Hadiah Sastera Rancage 2019 untuk Sastera Sunda, menyampaikan jika kondisi lesunya penjual buku sastra bisa membuat seniman terhambat kreativitasnya. Beberapa daerah memang pada tahun ini gagal mengirimkan sastrawannya lantaran jumlah peserta yang mengikuti kurang dari yang ditentukan oleh panitia, yaitu minimum lima orang.
Meski kalau untuk sastra Sunda bisa dibilang masih menggembirakan dengan 32 judul buku terbit per tahunnya.
Teddi kemudian menyarankan, untuk saat ini, harus ada profesi lain untuk menopang kreativitas kesusastraan.
”Beberapa penulis merupakan guru, jurnalis,.... dan menjadikan itu pekerjaan utama. Atau bisa juga sastrawan menikah dengan pasangan yang mapan secara pekerjaan,” ujarnya bercanda.
Dikatakannya lagi, pekerjaan seni merupakan profesi yang berdaulat bila meminta bantuan dari pihak lain. Tapi, bisa jadi, kedaulatan itu direbut karena adanya kepentingan dari pihak yang memberikan bantuan. Dan itu akan membuat diri jadi disetir hingga idealisme pun berakhir.
Meski kalau untuk sastra Sunda bisa dibilang masih menggembirakan dengan 32 judul buku terbit per tahunnya.
Teddi kemudian menyarankan, untuk saat ini, harus ada profesi lain untuk menopang kreativitas kesusastraan.
”Beberapa penulis merupakan guru, jurnalis,.... dan menjadikan itu pekerjaan utama. Atau bisa juga sastrawan menikah dengan pasangan yang mapan secara pekerjaan,” ujarnya bercanda.
Dikatakannya lagi, pekerjaan seni merupakan profesi yang berdaulat bila meminta bantuan dari pihak lain. Tapi, bisa jadi, kedaulatan itu direbut karena adanya kepentingan dari pihak yang memberikan bantuan. Dan itu akan membuat diri jadi disetir hingga idealisme pun berakhir.
- Ajip Rosidi
Hmm,..lalu bagaimana pendapat Sang Penggagas Hadiah Sastera Rancage?
Ajip Rosidi, mengatakan para seniman sebaiknya tidak usah berharap banyak pada pemerintah. Keterbatasan finansial untuk menerbitkan buku jangan jadi pembenaran bagi para penulis untuk menggantungkan nasib kepada pemerintah.
”Kalaupun pemerintah mau bantu, jangan ikut terlibat menerbitkan buku. Biarkan itu dikelola oleh penerbitan profesional. Pemerintah tugasnya cukup membeli buku yang dikeluarkan penerbit. Kalau ikut menerbitkan, potensi korupsinya besar dari proyek tersebut,” tegas Ajip Rosidi.
Ajip kemudian mengajak para penulis untuk tetap optimis menatap masa depan kesusastraan daerah. Juga mengingatkan bahwa para penulislah yang jadi ujung tombak untuk menjaga peradaban. Kemudian Ajip juga mengajak para penentu kebijakan di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar sastra daerah di sekolah-sekolah agar siswa sebagai generasi penerus nanti bisa memiliki rasa peduli dan mencintai sastra daerah ini.
Keputusan Hadiah Sastera Rancage 2019
Kehadiran Hadiah Sastera Rancage memberikan harapan akan keberlangsungan nasib sastra daerah, khususnya daerah yang mengikuti kompetisi ini. Keberadaan Hadiah Sastera Rancage mampu membangkitkan kembali gairah menulis dalam bahasa daerah. Di tengah hiruk pikuk masyarakat digital juga situasi sosial politik yang memanas, beberapa penulis masih menunjukkan kepeduliannya terhadap bahasa ibu.
Nah, sejak tahun 2004, telah diserahkan Hadiah Sastera Rancage berupa piagam dan uang Rp 5 juta. Sebuah jumlah yang sangat kecil apabila dibandingkan hadiah sastra atau lomba kepenulisan lainnya. (Misalnya saja Lomba Blog, hadiahnya Mobil, Motor, Laptop, Umroh, Traveling, Uang Jutaan Rupiah....!)
Bahkan hadiah untuk bidang jasa pun terpaksa ditangguhkan sejak tahun lalu karena alasan dana itu. (Sediiih...)
- Ketentuan Hadiah Sastera Rancage
- Kelompok bahasa untuk hadiah Racage adalah bahasa daerah yang namanya tercantum dalam hasil pemetaan bahasa daerah Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Jadi di sini yang dinilai adalah buku yang ditulis dalam bahasa dialek sejajar dengan bahasa induknya. Contohnya: pemenang Rancage Sastera Jawa 2017 adalah roman Agul-agul Belambangan, karya Moh. Syaiful yang menggunakan bahasa Jawa dialek Using.
- Untuk menjaga mutu ditentukan batasan paling sedikit 5 buku dari penulis berbeda untuk masing-masing bahasa daerah. Jika pada tahun itu hanya terbit kurang dari 5 maka penilaian ditangguhkan ke tahun berikutnya.
- Yayasan Kebudayaan Rancage berusaha menelusuri keberadaan buku yang dikirim sebagai upaya agar buku itu benar-benar diedarkan pada masyarakat, tercatat dan tersimpan di perpustakaan dan bukan dicetak untuk keperluan Hadiah Sastera Rancage belaka. Juga, buku punya ISBN yang dapat ditelusuri dari laman ISBN di Perpusnas RI.
- Penerima Hadiah Sastera Rancage 2019
Hadiah Sastera Rancage 2019 dianugerahkan pada:
1. Eris Risnandar - Sastera Sunda - kumpulan puisi "Serah"
Lahir di Sumedang, Jawa Barat, 3 Juli 1975. Alumnus Sastra Sunda Unpad Bandung. Banyak menulis cerpen, puisi, esai dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Karya berupa carita pondok telah dibukukan dalam Ti Pulpen Tepi ka Pajaratan Cinta (antologi bersama, 2002), Heulang Nu Ngajak Bengbat (2004). Juga kumpulan puisi, Serah, terbit 2018. Kini bekerja sebagai guru basa Sunda di SMA Negeri 9 Cirebon
2. Sunaryata Soemardjo - Sastera Jawa - novel "Tembang Raras ing Tepi Ratri"
Lahir di Nganjuk, Jawa Timur, pensiunan PNS yang kini tinggal di lamongan. Menulis puisi, cerpen, cerbung dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Karyanya sering dimuat di Panjebar Semangat, Jaya Baya dan Radar Bojonegoro. Novelnya berbahasa Jawa diantaranya: Amrika Kembang Kopi (2012), Purnama Kingkin (2014), Esem ing Lingsir Sore (2017) dan Tembang Raras ing Tepis Ratri (2018)
3. I Ketut Sandiyasa - Sastera Bali - kumpulan cerpen "Kupu-kupu Kuning Ngindang di Candidasa'
Guru SDN 5 Bugbug, Karangasem, Bali. Altif di sanggar Burat Wangi dan Suara Saking Bali. Sejak 2009 rajin menulis dalam bahasa Bali dan bahasa Indonesia berupa puisi, cerpen, opini dan esai budaya yang dimuat di Bali Post dan berbagai media. Cerpen Ngantiang Ujan dan Karang Suwung terpilih dalam antologi bersama "Ngantiang Ujan". Sedangkan buku kumpulan cerpennya Kupu-kupu Kuning Ngindang di Candidasa terbit tahun 2018.
4. Ai Rohmawati - Hadiah Samsudi - cerita anak "Pohaci Nawangwulan"
Lahir di Garut, 6 September 1986. Karyanya berupa cerita pendek dalam bahasa Sunda dimuat di Pikiran Rakyat, Mangle, Cupumanik, Galura, Giwangkara, Jaleuleu dan Kandaga. Beberapa kali menjadi juara lomba menulis carita pondok di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Basa jeung Sastra Sunda UPI, juara II lomba Karya Ilmiah UPI (2007), juara Nulis Surat ka Gubernur Tingkat Jawa Barat (2007). Karyanya cerita anak dalam bahasa Sunda diterbitkan pada tahun 2018. Sekarang mengajar di MAN 1 Garut Jawa Barat.
Perpusnas Expo |
Selamat untuk para pemenang, semoga Hadiah Sastera Rancage yang diberikan mampu memberikan suntikan motivasi untuk berkarya lebih baik lagi!
Semoga Yayasan Kebudayaan Rancage terus diberikan kemampuan untuk mewujudkan kecintaan dan apresiasi terhadap para pengarang yang menghasilkan karya sastra terbaik dalam bahasa daerah. Semoga juga Hadiah Sastera Rancage, penanda kepedulian dan apresiasi terhadap kecintaan para pengarang terhadap bahasa daerahnya masing-masing, sebagai pendokumentasi bahasa ibu dan pelestari sejati bahasa daerah, akan terus berkesinambungan hingga nanti.
Nah, buat pengingat saya dan teman-teman, yuk kita melestarikan bahasa dan sastra daerah dengan cara kita masing-masing. Misalnya dengan mempelajari bahasa daerah kita (siapa tahu banyak lupanya kek saya🙈), mengajari anak bahasa daerah (meski susah, khususnya di Jakarta yang enggak ada pelajaran bahasa daerah), membeli buku/majalah berbahasa daerah, membaca versi online karya sastra daerah, menyumbangkan tenaga, waktu, dana untuk kegiatan terkait....Atau kalau bisa, menulis karya sastra berbahasa daerah kita? Yuk, ah!
Kalau bukan kita, siapa lagi coba? Kalau enggak kini, keburu punah nanti!💪💗
#ODOP
#EstrilookCommunity
#Day10
Salam Budaya
Dian Restu Agustina
Waaahh, Alhamdulillah.... kalo banyak anak muda seperti ini, kita bisa tersengat optimisme menatap karya sastra kedaerahan di masa mendataaang!
BalasHapus--https(dot)bukanbocahbiasa.com--
Iya, Alhamdulillah, masih ada yang tertarik mempelajari
HapusKalau bicara sastra tuh sedikit ya peminat anak mudanya. Tapi baca tulisan Mba Dian jadi kagum, ternyata dugaan saya salah. Masih banyak yg peduli sama sastra daerah. Ayoo tetuskan!
BalasHapusIya, Mbak..semoga lebih maju lagi nanti ya dan enggak mati!
HapusTernyata acara ini sudah lama juga ya mbak, aku kira baru-baru ini saja. Ternyata sudah sejak 1989 diadakannya dan sampai sekarang, keren bisa bertahan terus seperti ini. Apalagi gak banyak orang sebenarnya suka membaca tentang sastra termasuk saya.
BalasHapusIya, Mbak sudah 31 tahun..tapi ya gitu deh tetap kesulitannya di dana:(
HapusSumpah tulisannya menampar saya bolak balik nih. Saya juga suka bahasa daerah tapiiiiii mau dipraktekkan di mana coba
BalasHapusKalo di tempat kerja tentu saja pakai bahasa Indonesia dan di rumah yang beda suku pake dua bahasa tentu saja aneh
.
Jadi malah bahasa Inggris dan Indonesia saja yang digunakan. Baiklah Rancage ini mengilhami untuk melestarikan bahasa kita yang nyaris punah
Saya juga merasa tertampar, Mbak..apalgi suasana di situ guyub sekali, undangan mewakili berbagai institusi dan komunitas pemakai bahasa daerah berbeda
HapusPasti ini para penerimanya punya karya2 yang hebat, ya. Jadi penasaran seperti apa.
BalasHapusSaya juga belum baca..mereka melalui penerbit indie
HapusDulu aku inget, pengen sekolah sastra, cuma dilarang orang tua. Ah, salut banget dengan cerita diatas masih banyak peminat sastra ini, terlebih buat anak muda agar terus melestarikannya ya.
BalasHapusIya, Mbak..salut untuk mereka yang mau bergelut di sastra daerah meski hasinya tak menjanjikan dari segi materi
HapusRancage ini bacanya gimana tah mbak...
BalasHapusbeneran Rancage, atau rankeg?
maapkeun, saya baru dengar hal ini...
Saya kurang tahu, Mbak..saya orang Jawa.
HapusKemarin sih biasa ejaannya, Ran-ca-ge...tapi "g" nya seperti dilafalkan mirip "k". Jadi saya dengarnya Ran-Ca-Ke
Saya dari dulu salut banget sama Penghargaan Rancage ini, sayang banget dari tahun ke tahun belum terlihat generasi penerusnya ya, semoga anak milenial yang baca ini pada mau nulis dengan bahasa daerah masing-masing ya.
BalasHapusLha, Mas Ali ga baca yaa...itu yang saya sebut di awal pemenangnya usia 27 tahun (tahun lalu). Pemenang tahun ini yang 2 orang usia juga awal 30-an. Itu dah lumayan lho. Masih ada dan semoga tambah banyak ke depannya.
HapusKalau hadiahnya makin menggiurkan bisa saja banyak yang tertarik, kan?
Kebanyakan memang sejak saya kecil, orangtua sudah jarang ngomong bahasa daerah kepada anaknya. Mungkin ini beberapa sebab bahasa daerah semakin sunyi ya mba dian. Salut sama anak muda yang masih mau melafalkan bahkan percaya diri dengan sastra bahasa daerah nya.
HapusBenar, Mbak..apalagi anak-anak saya yang besar di Jakarta dan enggak ada pelajaran bahasa daerah. Di lingkungan pun enggak dengar. Di rumah, pasif hanya bisa mengerti saat Bapak Ibunya bicara. PR juga nih bagi saya:)
HapusMantap kali buat milenials yang seumuran kayak Mas dg Nama Pena Nirguna atau justru di bawahnya, bisa terus menghasilkan karya sastra daerah. Karena ternyata ada penghargaan dari Sastra Rancage ini. Itu para pemenang beneran gak bisa diragukan kualitas penulisan karya sastra daerahnya ya mbak. Penasaran ahh pengen liat karyanya huhuuu
BalasHapusTFS yahh Mbak
Iya Mbak, semoga makin banyak yang tertarik mempelajari juga ya...jadi sampai nanti bisa terjaga:)
HapusKeren banget Pak Ajip Rosidi, tak hanya berkarya, beliau juga memperhatikan penulis muda sebagai generasi penerus ya..semoga penghargaan ini terus ada dan bertambah hadiahnya..
BalasHapusAamiin, iya salut dengan Beliau!
HapusAcaranya super duper mantul ini Mbak. Pertama, kegiatan yang mengapresiasi karya sastra, Kedua, soal apresiasi jarang sekali di zaman serba cuek ini orang mau keluar dana dari kantong sendiri buat menghargai hasil jerih payah orang lain. Mungkin bisa dihitung jari tokoh² spt Pak Ajip Rosidi ini. Ketiga, menambah semangat para sastrawan menelurkan karyanya. Pokona mah keren euy, hehe Tfs ya Mbak Dian.
BalasHapusBetul semua
HapusMakasih Mbak
Salut dengan anak muda yang mau menekuni dunia sastra. Bekerja dalam diam menghasilkan karya. Bagi saya yang, menulis karya sastra itu sulit. Perlu olah pikir dan rasa untuk membuatnya
BalasHapusSetuju mbak..sulit sastra itu, maka layak dihargai sepadan
Hapusseneng banget kalo generasi muda masih peduli pada sastra daerahnya. semoga terus menginspirasi dan terpacu untuk terus melestarikan sastra daerah dengan sastra rancage
BalasHapusAamiin
HapusAku kurang paham sastra sih. Tapi ikut senang tokoh2 yang bagus diapresiasi. Semoga dengan diapresiasi, karyanya makin bermanfaat. Aamiin.
BalasHapusAamiin
HapusSalut sama Bpk Ajip Rosidi yg mengapresiasi para penulis sastra daerah untuk terus semangat menuliskan karyanya.
BalasHapusTFS Mbak
Sastra daerah sangat perlu diapresiasi agar tetap bisa bertahan di jaman millenial ini. Bapak Ajip Rosidi telah melakukannya sejak lama dan lebih berkembang hingga saat ini untuk sastra daerah lain. Salut!!!
BalasHapusSaya juga senang dan bangga, Mbak Dian. Di usia masih muda 28 tahun, ada anak muda yang dapat hadiah karya satra. Biasanya kan yang menggeluti karya sastra dan dapat penghargaan itu viasanya sudah sangat senior. Dan Perpusnas di jalan Merdeka Jakarta memang keren tempatnya, layak dapat pernghargaan. Semoga penghargaan ini bisa terus berlangsung ya, Mbak. dan juga menlibatkan sastra-sastra lain di berbagai nusantara.
BalasHapusAamiin
HapusAku familiar sama bapak Ajib Rosidi ini keren ya mba alhamdulilah kasih apresiasi dari yang cuman sastra sunda merambah ke Batak, Bali keren banget deh ini makasih infonya juga aku baru tahu loh ada rancage ini hehehe
BalasHapusIya, Mbak..sudah 31 tahun ini
Hapussaya pernah ikut festival literasi dan penggiat, huu rata-rata anak-anak muda dan mereka keren. Nah, jadi ingat itu deh pas baca ini. Sambil pelan-pelan cari apa sih rancage, eh ketemu deh.
BalasHapusWah keren, Mbak
Hapusinfo baru untukku, jadi ada penganugerahan di bidang sastra daerah, ya. Ada untuk sastrawan, penulis cerita anak, sampai guru-guru sekolah. Bagus banget "hadiah" seperti ini bagi para pelestari budaya.
BalasHapusIya Mbak..jadi makin semangat ya
HapusAku baru tahu ada acara sekeren ini. Memang sastra daerah harus terus dilestarikan dengan banyak hal salah satunya melalui penghargaan ini. Apalagi zaman sekarang ya mbak... Budaya dan bahasa daerah sudah mulai tergerus.
BalasHapusTerima kasih infonya.
Iya, Mas..setuju
Hapushadiah sastra rancage adalah hadiah sastra yang termasuk paling prestisius selain kusala sastra yang menjadi kategori buku nasional
BalasHapusIya, Mas ...,benar
HapusOh Rancage itu artinya kreatif?
BalasHapusIkut mengapresiasi acara kyk gini mbak, jd makin bikin semangat para penulis/ sasrawan utk menerbitkan karya2 mereka ya.
Wah jd ketohok nih anak2ku gak bisa boso jowo, taunya boso suroboyoan dikit2 #tutupmuka
Samaa..kita hiks
HapusHahaha malah anak2ku bisanya kosakata bahasa jepang krn emaknya suka nonton drama jepang dan setiap kali nanya artinya apa aku cariin haha.
HapusYaaa aku jg pengen anak2ku kenal sastra di Indonesia terutama yang basicnya daerah dgn lbh baik semoga bisa
Waahhh seru banget ini , ada penghargaan sastra untuk daerah ya. Saya baru tau Mba. Boleh lah ini saya belajar untuk bisa meningkatkan sastra batak di Indonesia. aamiin
BalasHapusAyolah, semangat!
HapusAku baru rau mba ada acara Rance ini dan kayaknya keren yaa.. ada penghargaan2nya juga..
BalasHapusIya, sudah 31 tahun ini Mbak
HapusPenghargaan seperti ini tentu saja mendorong generasi milenial untuk lebih peduli akan budaya dan sastra di setiap daerah masing2
BalasHapusIya, harapannya seperti itu
HapusIya Mbak benar sekali. Bahasa daerah sekarang justru jarang digunakan. Saya sendiri juga lebih terbiasa pake bahasa Indonesia kalau berbicara dengan orang baru kenal. Khawatir gak mudeng diajak bicara bahasa daerah. Bagus ini acaranya, ada penghargaan untuk yang mampu melestarikan sastra daerah.
BalasHapusSama, Mbak saya jarang pakai Bahasa Jawa selama 25 tahun ini karena sudah pindah-pindah dan enggak tinggal di kampung halaman lagi.
HapusSungguh luar biasa, kegiatan yang dilakukan yayasan itu. Niatnga sangat baik, membuat literasi daerah tetap hidup. Apalagi anak muda yang mendapatkan anugerah penghargaan
BalasHapusIya, salut untuk Yayasan Kebudayaan Rancage!
HapusRancag kali ya mbak hehe jadi Rancage jadi kayak bahasa serapan dari bahasa Inggris.
BalasHapusUlasannya detil banget dan informastif bumil. Kerenlah dirimu.
Makasih Mbak...
HapusTapi, saya bukan bumil hihihi
wkwkwwk didoain sama mbak Sri tuh mbaaak
HapusKeren euy kalo ada penghargaan sastra begini. Jadi semangat ya para sastrawan menghasilkan karya sastra terbaiknya.
BalasHapusBetul banget..jadi motivasi
HapusAku baru tahu kalo ada acara penghargaan seperti ini, keren ya mbak. Semoga acara nya bisa berjalan rutin tiap tahun karena generasi milenial butuh memahami dan menghargai warisan leluhurnya dalam berbahasa
BalasHapusSetuju..Aamiin
HapusWaw ada 650 bahasa daerah ya di Indonesia? Saya sejauh ini cuma tahu 2 bahasa aja. Sunda dan Jawa. Bahasa lainnya ada yg belum pernah tahu bahkan belum pernah dengar. Semoga masyarakat lokalnya terus menjaga agar gak punah ya.
BalasHapusIya, Mbak..Aamiin
HapusMBa itu benarnya sastra atau sastera, atau emang ada pemahaman lain, aku awalnya baca itu smepat bingung juga, hehehe. btw moga acar kayak gini ada terus ya biar ada yang banyak memberikan apresiasi
BalasHapusSastra dalam.Bahasa Sunda: Sastera
HapusKang Ajip Rosidi ini sangat rancage dalam bidang literasi ya. Dulu kami mengenalnya sejak SMP sebagai sastrawan yang ditulis pada buku-buku paket dan pelajaran Bahasa Indonesia.
BalasHapusIya, benar Mbak..
HapusJadi yang berkesempatan dapat hadiah sastra rancage ini yang memiliki karya dengan menggunakan bahasa daerah aja, ya?? itu harus mendaftarkanm diri atau tanpa daftar tiba-tiba masuk nominasi atau gimana ya mbak??? saya ada teman di madiun beliau fokus bikin buku atau novel berbahasa jawa, bahkan udah sering jadi penelitian juga karya-karyanya itu
BalasHapusWaduh aku buta bgt nih soal sastra, terima kasih ulasannya, jadi ada gambaran 😃
BalasHapusWah salut sama para anak muda yang jago dalam sastra sehingga bisa melestarikan sastra daerah
BalasHapusSering denger anugerah sastra Rancage, tapi baru tau kalo penganugerahan ini mulai tahun 89..
BalasHapusartikelnya mantap mbak, jadi tau lebih banyak tentang sejarah rancage dan sepak terjang Kang Ajip Rosidi
Semoga karya sastra tidak punah ya karena memang peminatnya masih banyak.
BalasHapusTadinya aku pikir teh Dian yang dapat hadiah Sastra, ga tau'a sastrawan dari berbagai daerah toh. Semoga kita bisa mengikuti jejak mereka ya*
penghargaan buat penggiat literasi sastra membangkitkan semangat para sastrawan buat menghasilkan karya sastra terbaik dan lebih baik lagi ya mba. Beruntungnya kamu bisa ikutan menghadiri
BalasHapusKalau nongki di perpus keshayangan aku...di Jalan Seram Bandung, ada spot yang paling gak pernah aku datengin.
BalasHapusIyaa,
Sastra Sunda.
Selain karena aku bukan orang Sunda, juga gak paham mau baca yang mana dulu, yang mudah dipahami.
Dan mashaAllah~
Pertumbuhan buku sastra justru banyak yaa..
salut pada jawaranya, masih muda euy. dan cowok! kalau single bakal jd mantu idaman banget nih. sastra ajah dia perhatikan, apalagi anak istrinya nanti. wkwkwkw. keren yaaa event Sastera Rancage ini
BalasHapuspandangan penggagas yayasannya jleb banget. realistis banget sekaligus miris bacanya. kalau mau beli karyanya dimana mbak? saya yang wong jowo cuma tahu sapolo aja karya sastra jawa
BalasHapusAku baru tahu lho kalo Rancage artinya kreatif. Ayip Rosidi tuh aku sering baca bukunya, aku suka, menyentuh. Tapi kalo disuruh baca bahasa Sundanya aku tak ngerti. Puluhan tahun di Bandung, bhs Sundaku parah. Bhs Sunda tukang sayur, engga bisa Sunda lemes (halus).
BalasHapusSeneng banget kalo piknik ke Jawa, kayak pulang ke rumah masa kecil. Haha...
Btw...mb Dian, blognya memang disetting web ya, bkn HP? Kecil² pisan jadinya.
Pernah dengar ini tentang penghargaan sastra daerah, tapi baru tahu kalau pencetusnya adalah bapak Ajib Rosidi. Oh yah, saya cari-cari di artikel ini penghargaan untuk sastra Makassar, tapi belum ada. Semoga lain kali, penghargaan ini merambah ke seluruh daerah.
BalasHapusSetuju mba Dian , budaya sastra memang perlu di lestarikan dan di perlukan apresiasi dari pemerintah atau organisasi, demi menghargai para budayawan yang melestarikan budaya
BalasHapusWah tulisannya informatif sekali mba, banyak tahu dari sini. Termasuk rancage ternyata artinya kreatif ya. Semoga acara seperti ini mampu memotivasi anak muda untuk mengenal sastra ya.
BalasHapusLuar biasa nih penghargaan dari Rancage agar orang² mau melestarikan budaya Sunda. Kalau di Jawa ada gak ya? Kok saya blm tahu. Nah mbak Dian sama tuh kayak saya yang udah hampir lupa bahasa daerah. Kalau ngajarin anak saya browsing. Huhuhu
BalasHapusWah keren acaranya, bisa memberikan apresiasi kepada yang muda dan berbakat. Semoga selanjutnya akan semakin banyak sastrawan muda yang tentunya akan meningkatkan peradapan. Menjadi bangsa yang cerdas berilmu tinggi
BalasHapus