Ketika Ibu (Mertua) Tiada
Pagi itu, hari Sabtu, 6 November 2021, saya memilih kembali bergelung selimut setelah Subuh, dengan kondisi badan yang belum sepenuhnya nyaman karena kecapekan. Ya, hari Kamis sebelumnya, saya sekeluarga baru pulang dari Bogor setelah 'staycation' 3 hari ngintilin suami saya yang lagi ada meeting di sana.
Pulangnya langsung beberes segala yang berantakan akibat rumah ditinggal 3 harian, yang bikin hari Sabtu itu saya rencanakan hanya rebahan.
Kabar dari Kakak Ipar
Hari Minggu sebelum hari itu, saya berkabar dengan Kakak Ipar yang rutin jenguk Ibu.
Ibu (Mertua) saya sudah sepuh, berusia 83 tahun dan tinggal sendiri di Madiun. Keenam putra-putrinya menetap di kota lain dan gantian berkunjung. Setelah Bapak (Mertua) berpulang pada tahun 2009, Ibu ditemani seorang ART - tetangga dekat yang membantu beberes dan belakangan juga merawat.
Si Budhe yang nemenin ini rumahnya di seberang rumah Ibu, jadi meski enggak nginep, seharian bisa bolak-balik ngecek Ibu. Sebenarnya, kami, putra-putri, berkeinginan merawat Ibu sendiri. Tapi seperti banyak orangtua lainnya, Ibu menolak "ikut" anaknya dan memilih tetap tinggal di rumah Beliau sendiri.
Karenanya, kami bersaudara memutuskan biar Budhe tetangga tadi yang merawat Ibu, lalu Kakak sulung yang sudah longgar urusannya (anak-anaknya sudah bekerja semua), yang mengunjungi secara berkala, pun mengurus kebutuhan di sana.
Nah, Mbak Ipar ini berkabar, saat ia terakhir pulang, kondisi Ibu sedang menurun. Beliau susah makan, nyaris tidur seharian dan makin berkurang responnya.
Oia, meski makin menurun fisiknya sejak dua tahun terakhir, kondisi Ibu cukup stabil dan tidak memiliki penyakit serius. Beliau terbiasa dirawat di rumah saja saat ada gejala sakit ringan dan nyaris enggak pernah dirawat di rumah sakit.
Mendengar kabar menurunnya kondisi kesehatan Ibu, suami dan saya langsung berencana akhir pekan itu pulang kampung. Jadi kami ke Bogor dulu dari Selasa hingga Kamis, lalu Jumat malam akan jalan pulang, balik Minggu malam.
Tapi ternyata kami memutuskan menundanya, dan itu bikin kami kemudian menyesalinya!
Ketika Menunda Pulang Kampung
Saat di Bogor, rekan suami saya menyampaikan bahwa akan ada acara kantor bersama keluarga dua pekan lagi di Jogja. Di situ suami dan saya awalnya berpikir akan absen ikut acara ke Jogja, mengingat akhir pekan itu kami mudik ke Madiun. Capeklah pasti, weekend ini ke Madiun, next weekend ke Jogja!
Tapi setelah dipertimbangkan, mending ambil cuti, ke Jogja dulu lalu nyambung ke Madiun jadi bisa sekitar seminggu nemenin Ibu. Suami kemudian izin ke atasannya dan secara lisan sudah diperbolehkan. Kalau soal anak-anak karena mereka masih PJJ jadi bisa sekolah dari sana.
Jadilah saya menunda nyiapin printilan pulkam dan memilih rapi-rapi rumah karena enggak jadi Jumat itu berangkat, tapi Jumat depan.
Tapi,.... ternyata kami harus mendadak pulang!
Hampir pukul delapan pagi saat HP saya berdering beberapa kali...Nomor Mbak Ipar tertera di sana
"Dik, Ibuk seda!"
Jleb! Innalillahi wa inna ilaihi raji'un!
Nyesek! Harusnya kalau malam itu jadi berangkat, paginya kami sudah berada di Madiun. Gara-gara menundanya, saat Ibu berpulang kami tidak berada di sana. Lebih sedihnya lagi, Mbak Ipar pun posisinya sedang tidak menemani Ibu. Jadi tak ada satupun putra-putri Ibu ada di saat Beliau dijemput Malaikat Maut.
Meski, yang sedikit menghibur saya, sejak dari kapan waktu Beliau selalu bilang ingin berpulang dengan tenang di rumahnya...bukan di rumah sakit atau di tempat lainnya. Dan, ternyata itu terkabul, Ibu berpulang di saat tidur dengan tenangnya.
Nah, setelah mendapat kabar, gercep saya dan suami bersiap pulang. Setelah menenangkan diri, suami minta informasi kakak yang lain, dan dikabari kalau selepas Zuhur, Ibu akan dikebumikan.
Saya dan suami pun berunding, di Jakarta sudah pukul 8...siap-siap dll, jam 9 baru jalan. secepat-cepatnya enggak akan ngejar kalau ditunggu. Karena kalau naik pesawat kami mesti ke Solo atau Surabaya. Dua-duanya butuh waktu paling banter minimal 6 jam dari rumah sini sampai rumah sana - itupun kalau langsung dapat tiket mengingat pandemi banyak penerbangan jadwalnya tak sepadat biasa.
Akhirnya kami putuskan ikhlas enggak usah ditunggu. Kami akan pulang pakai mobil saja. Nanti kami akan dibantu menyaksikan pemakaman secara live atau dikirimi video.
Hingga malamnya, kami sampai rumah Ibu dan senyap pun mulai terasa...
kenangan terakhir saat Beliau masih sangat sehat - Idul Fitri 2019 |
Sugeng Tindak, Bu! Mugi-Mugi Husnul Khotimah!
Sampai di rumah duka, semua saudara suami saya (6 bersaudara) sudah tiba. Esok hari dan esoknya lagi, satu demi satu pamit pulang karena harus menjalankan kewajiban...Tinggal saya sekeluarga dan Kakak Sulung yang tinggal hingga sepekan.
Sepi terasa...Biasa ada Ibu yang bercerita ini itu, kini kosong kamarnya.
Oia, saya memang lebih banyak yang ngobrol dengan Ibu Mertua dibandingkan suami saya. Kedekatan suami saya dan Ibunya memang tidak sedekat Ibu dengan anak lainnya.
Pasalnya sejak bayi, suami saya dititipkan ke seorang nenek tetangga (sebelah rumah) saat Ibunya bekerja (Ibu seorang Guru SD).
Lalu, saat Ibu melahirkan anak bungsu (adik suami saya), ia malah seterusnya diasuh dan tinggal sama nenek itu, hingga lulus SD.
Setelahnya, suami saya ikut orangtuanya tapi masih bolak balik ke nenek angkatnya itu. Itulah sebabnya, karena masa kecilnya bukan Ibunya sendiri yang full ngasuh, akhirnya kurang erat hubungannya.
Saya sendiri sebelumnya belum sedekat itu dengan Ibu Mertua. Sempat pasang surut juga hubungan kami, apalagi selama 19 tahun jadi menantu saya dan suami tinggal jauh dari kampung halaman. Jadi, kami hanya bertemu Ibu 1-2 minggu saat mudik atau sebulanan jika Ibu yang bertandang.
(Saya pernah tulis ceritanya di Tips Mesra dengan Ibu Mertua)
Syukurnya, beberapa tahun terakhir Ibu dan saya erat sekali, dan ini sungguh saya syukuri.
(Alhamdulillah, nyuwun gungin pangapunten ugi maturnuwun sanget kagem sedayanipun, Bu!)
Sediiiih, kini enggak ada lagi Ibu yang menanti kami dengan senyum mengembang saat kami berkabar pulang. Tak ada lagi Ibu yang saat kami bertandang selalu menyediakan jamuan yang diolahnya sendiri: sambal pecel Madiun ala Ibu yang enggak ada duanya, kering kentang yang kres kres, sayur lodeh istimewa yang pedeeess,...
Dan yang paling terasa enggak ada lagi Ibu yang saat kami sungkem pamitan mau pulang selalu mengucapkan doa panjaaang untuk kesehatan, kebahagiaan, kesuksesan, keberkahan,..kami sekeluarga.
Sugeng Tindak, Bu. Mugi husnul khotimah. Swargi langgeng. Allahummaghfirlaha warhamha wa 'afiha wa'fu anha. Aamiin.
Dian Restu Agustina
Turut berduka cita mba dian, semoga ibu husnul khotimah dilapangkan kuburnya.
BalasHapusSaya juga deket sama ibu mertua, kayak sama anak sendiri anter belanja belinji kalau mudik ke solo.
Semoga husnul khotimah ibunda ya mbak. Nyesek banget pastinya ya, ibunda meninggal tanpa ada anak cucu yang mendampingi. Tapi maut memang tak bisa menunggu jika sudah ketetapan Allah terjadi saat itu
BalasHapusInnalillahi wa inna ilaihi rajiun. Turut berduka atas meninggalnya ibu mertua. Penyesalan emang bikin nyesek ya Kak tapi ya gimana udah kadung terjadi. terkadang ketika kita punya planning sebaiknya segera direalisasikan jangan ditunda. ini untuk meminimalisir adanya penyesalan diakhir
BalasHapusAmiin ya rabbi. Semoga ibunda husnul khotimah ya mba. Alhamdulillah keinginan ibu terwujud, ku pun mau seperti itu. Tenang di rumah aja tapi semua kembali lagi kehendak Allah.
BalasHapusIyaya klo ortu nggak mau ikut sama anak2. Kita mungkin akan gitu juga ya mba. Nyaman di rumah sendiri.
Baca madiun, keluarga juga ada di madiun. Dan adik aku nikah dengan orang madiun. .
Turut Berduka Cita ya Mbak Dian, semoga Ibunda mertua Husnul Khotimah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Terkadang orangtua memang lebih nyaman berada di rumah yang sudah puluhan tahun ditempatinya karena ada ribuan bahkan jutaan cerita di sana. Tapi apapun itu, tetap ada memori manis yang kita kenang meski jarang bertemu.
BalasHapusInnalilahi wainnailaihi rojiun, Mbaaa Diannn turut berduka cita ya mbaaa, ga terasa aku bacanya sambil meneteskan air mata. Pasang surut hubungan sama keluarga memang jadi cerita tersendiri ya, dan mertua juga udah jadi orang tua kita setelah kita memutuskan menikah dengan suami. Semoga Allah paring lapangankan kuburnya dan Husnul khotimah ya mbaa
BalasHapusInnalilahi wa innailaihi rojiun
BalasHapusIkut berduka cita ya mbak Dian
Semoga ibunda Husnul khatimah
Diampuni dosa-dosanya
Mbak Dian sekeluarga diberikan ketabahan dan kesabaran
Sedih aku baca postingan ini sebab aku udah gak ada mertua sejak lama ditambah lagi gak ada ibuk kandung . Aku menangis sekarang mengenang mereka
BalasHapusTurut berduka cita, kak Dian.
BalasHapusInna lillahi wa inna lillahi roji'un.
Allahummaghfirlaha warhamha wa'afihi wa'fuanha.
Semoga Allah ridlo dan Ibu diberi kelapangan kubur.
Semoga keluarga yang ditinggalkan bisa tabah.
Ikut merasakan kehampaan melalui tulisan kak Dian.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Turut berduka cita, mba Dian. Kehilangan ibu mertua yang udah seperti ibu kandung itu pasti bikin sedih hati banget ya.
BalasHapusInnalillahi wainnailaihi roji'un. Turut berdukacita ya mak. Semoga ibu ditempatkan di tempat yang terbaik. Dirimu yg sabar ya mak. Insya Allah ibu mertua bahagia punya menantu seperti dirimu
BalasHapusInalillahi wa inna ilaiahi rojiun. Turut berduka cita mbak Dian, semoga ibunda mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah. Aamiin. Selalu ada kenangan manis tersimpan dari orang orang hebat yang pernah mengisi hidup kita ya mbak
BalasHapusInna lillaahi wa inna ilahi roji'un. Insya Alloh husnul khktimah ya, Maak.
BalasHapusSeneng bisa dekat dengan mamak mertua, ya. Menjadi pengalaman yang menyenangkan.
Jujur aku nangis bacanya mba, sedih banget pasti ya,,, aku punya nenek yang usianya ga jauh dari mertuanya Mba, aku juga jagain biar bareng sama aku terus walau beliau pengennya di rumahnya aja, ga mau ikut anak cucu katanya. Tiap malem kadang suka ngecek tidur aja kan, aku takut kelewat. Semoga mertua mba Husnul Khotimah, diberikan tempat terbaik di sisi Allah, semoga suami dan mba dian sekeluarga diberi keikhlasan (walau susah sih ya). Virtual hug.
BalasHapusTurut berduka ya mba. Dulu mbahku juga gitu, pengen dirumah aja. Apalagi pas aku mampir kesana sendirian, alm.kakek tu udah mendingan. Eh sebulan kemudian pergi selamanya, sampe grabak grubuk kemas pakaian bawa mobil sekeluarga full. Akhirnya di ikhlaskan gpp dikubur duluan karna masih jauh. Klw mertua masih utuh dan deket darisini, bisa main kapan aja. Apalagi anakku cucu pertama hihi
BalasHapusTurut berduka cita ya, mba, ibu mertua kalau dekat benar bagaikan orangtua kandung, ketika tiada rasanya hati patah banget.Semoga ibu mertua bahagia di sana, aamiin
BalasHapusInnalillaahi wa innailahi roji'un.. Turut berduka cita mba.. Semoga ibu mertuanya husnul khotimah ya, Aamiin..
BalasHapus