Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Buku: Men Coblong

Review Buku: Men Coblong 

"Men Coblong terdiam. Tidak menemukan solusi. Menjadi perempuan saat ini adalah pilihan yang cukup rumit. Hanya perempuan yang bisa mengurai kerumitan itu, bukan orang lain, tidak juga "kekasih". Masalahnya, kok di tengah kerumitan-kerumitan menjadi ibu dan beragam masalah perempuan lainnya, masih saja ada perempuan yang "tega" mengambil kebahagiaan perempuan lainnya. Perempuan tega melukai hati perempuan." (Men Coblong, hal 171)


Saya mengenal Oka Rusmini, seorang jurnalis dan sastrawan ternama di Indonesia, melalui tulisannya, terutama cerpen yang dimuat di media massa. Sedangkan untuk buku, inilah kali pertama saya membaca karya perempuan Bali yang seringkali fenomenal dan kontroversial ini. 

Ya, Men Coblong, sebuah buku yang diterbitkan oleh PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo) yang merupakan kumpulan tulisan Oka Rusmini di kolom bertajuk sama di media daring terbitan Bali, BaleBengong id.


Men Coblong Oka Rusmini



Karya yang bisa dibilang mendobrak pakem fiksi, karena meski dikategorikan jenis ini, bentuknya lebih menyerupai esai. Meski hal ini tak lantas membuat pembaca jadi kebingungan ketika menikmatinya. Lantaran yang utama adalah isi dan pesan yang ingin disampaikan penulisnya. 

Ya, buku setebal 220 halaman yang setelah membacanya membuat saya merenungi banyak hal. Meski pesan yang disampaikan cukup berat tapi ramuan kalimat yang disajikan penulisnya sederhana sehingga mudah dicerna. 

Tanggapan, sindiran, kritikan yang didasarkan pada fakta yang terjadi di sekitarnya dikemas dalam sajian apik dengan cara ungkap yang satiristik. Menjadikan buku ini layak mewakili kritikan dari pinggiran dalam wujud fakta-fiksi yang patut diapresiasi.


Men Coblong Oka Rusmini
sampul belakang


Endorsement


Dengan bahasa fasih yang merupakan ciri khas profesinya sebagai jurnalis dan sastrawan, Oka Rusmini menyampaikan tanggapan, kritik dan sindirian tajam tanpa menyakiti terhadap banyak hal yang ada dan terjadi di sekitar kita. Buku ini menunjukkan kualitasnya sebagai penulis esai. (Sapardi Djoko Darmono - Sastrawan)

Men Coblong menyajikan getir itu ke dalam satire. Menggugat fakta itu dalam balutan cerita fiksi. (Anton Muhajir - redaktur BaleBengong id)

Esai memang tidak ditulis untuk menemukan solusi dan karena itulah Men Coblong hadir sebagai penyodor masalah yang sangat mungkin tidak terpetakan sebelumnya. Lewat sodoran itu diharapkan lahir strategi pemecahan masalah yang pada akhirnya bermanfaat bagi penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat. (Putu Fajar Arcana - redaktur Sastra Harian Kompas)



Men Coblong Oka Rusmini
sampul depan


Data Buku


Men Coblong

Penulis: Oka Rusmini
Penerbit: Grasindo (PT Gramedia Widiasarana Indonesia)
Penyelia Naskah: Septi Ws
Desainer Sampul: Aqsho Zulhida
Terbit: Mei 2019
Tebal:  220+4 halaman
Cover: Softcover
ISBN: 9786020520599
Genre: Fiksi
Rating: U17+
Harga: Rp 59.000,- (pulau Jawa)


Men Coblong dan Catatan Keseharian


Men Coblong, perempuan berusia jelang 40 tahun dengan kebiasaan bangun pagi kemudian menyantap sarapan sepiring buah serta secangkir kopi. Men adalah panggilan yang disandang oleh sang tokoh utama, Men Coblong, yang dalam Bahasa Bali berarti Ibu. (turunan dari kata Meme atau Mek yang artinya Ibu. Sedangkan lawannya adalah Pan yang artinya Pak)

Men Coblong memang menawarkan sudut pandang ibu-ibu dan perempuan dalam menyikapi permasalahan di keseharian. Di mana segala realitanya dipadupadankan dengan persoalan yang sedang menimpa negeri ini. Kemudian semua cerita tersaji untuk pembaca agar dijadikan refleksi.


Men Coblong Oka Rusmini


Misalnya saja pada cuplikan kisah yang berjudul "SLOT" di halaman 83-85, berikut ini:


SLOT

"Segelas kopi dan hujan rintik-rintik yang menyambut Men Coblong tidak membuat hati perempuan itu tenang. Semua berawal dari berita ini. Mobil Mitsubishi Lancer yang dikemudikan AQJ (13 tahun) mengalami kecelakaan di KM 8+200 Tol Jagorawi, Minggu (8/9/2013)  dini hari. Mobil tersebut menghantam Daihatsu Gran Max B 1349 UJZ. Lancer bernomor polisi B 80 SAL tersebut melaju dari arah Bogor menuju Jakarta dan kehilangan kendali sehingga menabrak pagar pembatas dan berpindah jalur ke arah Jakarta menuju Bogor. Mobil itu menabrak Daihatsu Gran Max kemudian menabrak mobil Toyota Avanza. Kecelakaan maut tersebut menewaskan enam penumpang Gran Max. Korban luka berat sembilan orang. Publik pun rusuh. Cemas. Seolah peristiwa yang dialami putra bungsu pesohor Ahmad Dhani dan Maia Estianty ini pun dengan cepat dilahap media.........."


Men Coblong Oka Rusmini


"Ritual mengantar anak sering membuat kantuk Men Coblong amblas. Semula bermula dari pantat mobil yang ditabrak motor dari belakang. Penyoklah. Padahal traffic light jelas-jelas berwarna merah. Yang membuatnya makin nelangsa adalah anak-anak itu berseragam biru, bercelana pendek. Polisi juga tidak bertindak. Padahal dari seragam yang dikenakan tentu mereka belum punya SIM..."

"Harusnya kasus kecelakaan AQJ membuka mata kita, harus menjadi pelajaran yang berharga untuk bangsa ini. Harus ada tindakan tegas dari aparat untuk menindaklanjuti anak-anak yang belum cukup umur untuk dilarang keras menggunakan kendaraan. Harus ada sanksi yang jelas dan tegas. Jangan lagi membuat sanksi yang bisa dicarikan slot, sehingga mudah diakali dan ditertawakan"

"Sebagai ibu yang memiliki anak laki-laki seusia AQJ, Men Coblong sangat paham. Kalau tidak ada tindakan yang tepat, bernas dan cergas, momentum kasus ini akan hilang. Seperti alzheimer, menguap dan dilupakan"


Men Coblong Oka Rusmini


Nah, dari cuplikan tadi, Oka Rusmini menyajikan fakta yang terjadi dan mengajak pembaca untuk tidak menganggapnya sebagai hal yang biasa saja. Penulis memang tidak menawarkan solusi hanya mengajak bersama merenungi dan menyikapi dari sudut pandang orang tua (terutama untuk kasus ini).

Seperti saya yang punya anak berusia sebaya AQJ. Juga merasa bahwa meski dia masih di bawah umur dan dilindungi oleh UU Perlindungan Anak di mana menurut UU, sistim peradilan anak tidak bisa dibawa langsung ke pengadilan dan mensyaratkan musyawarah untuk menyelesaikan masalah dan mencapai perdamaian antara korban dan anak. Tapi setidaknya publik harusnya tahu apakah ada tindak lanjut untuk kasus ini secara nyata.

Hm..saya saja nyaris lupa sama kasusnya...


Men Coblong dan 58 Kolom Kisah Kehidupan


Men Coblong Oka Rusmini



Ada sekitar 58 kisah yang ditampilkan di buku bersampul hijau muda bergambar perempuan Bali kekinian ini. Men Coblong menyoroti beraneka persoalan yang ada di sekitar dalam tajuk: Sekolah, Perempuan, Sehat, Gaduh, Waras, Cercak, Geripis, Bulur, Ceruk, Patron, Syahwat, Sintas, Hamba, Aparatus....dan lainnya.

Masing-masing mengangkat isu yang sedang hangat. Ada masalah pendidikan, perempuan, kebudayaan, hukum, pemilu dan banyak lagi yang diakhiri dengan ending yang menyengat. Ada banyak pihak yang digugat oleh Men Coblong: pengampu kebijakan, pemilik perusahaan, pesohor negeri, orang tua, juga siapa saja yang terkait dengan penyelenggara kehidupan di sekitarnya.

Didasari data akurat, Men Coblong mengusik ingatan pembaca akan segala kasus yang pernah ramai diperbincangkan masyarakat pun menggugat para pelakunya.

Salah satunya, tentang SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang banyak disalahgunakan orang saat PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) 2018. Di akhir kisah yang diberi judul "MISKIN", Men Coblong menyindir: "Bagi Men Coblong alangkah mengerikan menggunakan SKTM untuk tujuan yang tidak baik. Bagaimana kalau kena kharmapala? Benar-benar dikutuk untuk jatuh miskin! Apa Anda mau? Makanya, jangan coba-coba mengaku miskin ya kalau Anda tidak miskin!" (Men Coblong, hal 199)

Pada kesempatan lainnya, Men Coblong juga memposisikan diri sebagai rakyat yang penuh harap pada berubahnya aturan penguasa, pada bahasan "AWAS" yang membahas kerusuhan di Rutan Mako Brimob pada 8/5/2018. Seperti pada narasi berikut ini: "Aslinya Men Coblong sebagai rakyat kecil hanya menginginkan semua aturan main di negeri ini ditata ulang kembali. Bukankah masalah padatnya penjara sesungguhnya sudah jadi isu yang membosankan, padahal kita tahu penjara kita sudah tidak layak huni. Tahanan sudah seperti pindang yang dimaksudkan terus-menerus sehingga kelebihan beban. Bayangkan saja jika kita yang dicekoki dan direcoki beragama masalah, otak kita dan jiwa kita pasti terteror. Tinggal menunggu meledaknya saja." (Men Coblong, hal 178)


Tak hanya itu, Men Coblong, sebagai perempuan, meski mencatat dan menyodorkan banyak permasalahan tapi tetap optimis dan menanam harap agar perempuan terus menghebat.

Seperti yang disebutkan pada: "Ya, aku baik-baik saja. Hatiku adem dan tenteram. Kau juga akan merasa adem dan tenteram ketika mampu berdialog dengan akal sehatmu." Men Coblong menggigit croissant dengan hati-hati. Sambil menimbang, Maret adalah bulan perempuan. Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada 8 Maret. Semoga perempuan-perempuan perkasa tetap menjaga Indonesia dengan akal sehatnya. Hanya itu yang harus ditanam untuk membuat Indonesia sedikit berdetak. Mimpi itu perlu unuk membuat hidup lebih bergairah" (Men Coblong, hal 138)


Tentang Penulis


pic by PADMAGZ

Oka Rusmini, lahir di Jakarta, 11 Juli 1967 dan kini tinggal di Denpasar, Bali. Menulis puisi, novel dan cerita pendek. Banyak memperolah penghargaan, antara lain Penghargaan Sastra Badan Bahasa (2003 dan 2012). Anugerah Sastra Tantular, Balai Bahasa Denpasar (2012) dan Kusala Sastra Khatulistiwa (2013/2014). Pada 2017 terpilih sebagai Ikon Berprestasi Indonesia Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila kategori Seni dan Budaya.

Sering diundang dalam berbagai forum sastra nasional dan internasional antara lain: Festival Sastra Winternachten di Den Haag dan Amsterdam, Belanda, menjadi penulis tamu di Universitas Hamburg, Jerman (2003) dan Universitas Napoli, Italia (2015), Singapore Writers Festival di Singapura (2011), OZ Asia Festival di Adelaide, Australia (2013), Frankfurt Book Fair, Jerman (2015) dan Asian Literature Creative Workshop di Seoul Art Space Yeonhui, Korea Selatan, 2017.

Bukunya yang telah terbit: Monolog Pohon (1997), Tarian Bumi (2000), Sagra ( 2001), Kenanga (2003), Patiwangi (2003), Warna Kita (2007), Akar Pule (2012), Pandora (2008), Tempurung (2010) dan Saiban (2014). 

Sejak 1990 sampai kini bekerja sebagai wartawan Bali Post di Denpasar Bali. Menulis di dua media daring di Bali, Men Coblong di balebengong id dan Pan Koplak di tatkala co.


Men Coblong dan Kegetiran yang Satire



Men Coblong Oka Rusmini


Men Coblong, meski kesannya berat di awal saat dibaca tapi karena diramu sedemikian jenaka oleh penulisnya, melalui sisipan dialog antara Men Coblong dengan anak lelakinya atau sahabatnya, menjadi ringan terasa bacanya. 

Juga adanya cerita keseharian yang membuat saya sebagai pembaca seperti langsung merasa: "Lha kok samaa...", "Duh bener banget..", atau "Iya, ya..setuju saya". 

Ya, Oka Rusmini berhasil nyindir tanpa nyinyir. Bisa menggugat dengan bahasa yang tepat. Mengkritik dengan cara yang unik. Membahas masalah dengan menyerahkan kembali apa yang mesti direnungi. Menanggapi persoalan dengan memberi pandangan tanpa menggurui. Dan menguliti tanpa menyakiti.

Men Coblong, sayangnya ada beberapa typo tertera, ketiadaan daftar isi sebagai pemandu pembaca, tak dilengkapinya buku dengan terjemahan kata dalam Bahasa Bali yang terselip di sana dan kisah yang satu ke lain ada yang melompat urutan waktunya.

Tapi, bukunya layak dijadikan bacaan buat sesiapa yang sedang kurang peka pada sekitarnya, lagi menurun rasa syukurnya dan butuh inspirasi juga motivasi untuk terbang lebih tinggi.

Matur Suksma Mbok Oka Rusmini!😍





Oka Rusmini

Surel: tarianbumi @yahoo.com | IG/FB/Twitter: @okarusmini




Happy Reading

Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

55 komentar untuk "Review Buku: Men Coblong "

  1. Trims reviunya mba. Nambah referensi judul buku dengan cerita yang asik

    BalasHapus
  2. Buku yg bagus...
    Awalnya agak kaget dengan namanya 'men coblong', tapi ternyata itu panggilan ibu di Bali ya..
    Saya baru tau...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak
      Men itu artinya "Bu.."
      Pan artinya "Pak..."
      Men Coblong itu nama orang, Bu Coblong maksudnya :)

      Hapus
  3. Awalnya saya pikir Men Coblong itu ada hubungannya dengan melubangi atau bikin lubang, ternyata enggak ada hubungannya sama sekali. Kaya sekali bahasa daerah di Indonesia, ya? Hihi
    kemarin juga habis baca review buku Men Coblong, tapi enggak selengkap di sini..saya emang udah tertarik, sih, dari kemarin. Apalagi sekarang baca lebih lengkap, makin ngebet pengen punya bukunya juga, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak...nama panggilan untuk Ibuk-Ibuk di Bali
      Turunan dari kata Meme yang artinya Ibu
      (saya pernah kuliah dan kerja di Bali jadi tahu, 8 tahun di sana..:)

      Hapus
  4. Review nya bagus mba Dian. Saya suka di "perempuan atau ibu yang suka menyakiti perasaan ibu lainnya".
    Jadi kayak orang julid gitu. Sendirinya ibu tapi suka mom shaming. Entah apa gunanya. Atau mungkin biar dianggap paling beres dalam ngurus anak dan keluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi iya kali Mbak..semoga kita bukan termasuk ya begitu yaa

      Hapus
  5. Saya jujur baru tahu penulis Oka Rusmini ini, Mbak. kemana saja saya selama ini ya? hahaha. Mungkin saya terlalu lama di dunia cerita anak hehehe.
    Tapi review-nya sangat menarik, Mbak Dian. Bikin saya penasaran untuk membaca cerita-cerita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beliau nulis cerpen dan puisi di media cetak, Mas
      Atau mungkin karena dulu saya pernah tinggal di Bali jadi tahu Oka Rusmini :)

      Hapus
  6. Jadi referensi baru buatku nih mbak, baik bukunya juga cara nulis review. Secara kedepannya aku bakal sering nulis banyak tentang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk, Mbak habis baca buku direview..
      Sekalian berbagi infonya buat yang belum baca:)

      Hapus
  7. Thanks for sharing mbak, jadi refrensi buat buku baru incaran nih. Tapi emang jika ada bahasa daerahnya sebaikya ada terjemahannya ya mbak. Coz penikmat bukunya kan gak semua paham bahasa Bali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, saya saja yang pernah lama di Bali jadi ngingat-ingat juga haha

      Hapus
  8. Wah, sudah lama nih saya enggak baca kumpulan cerita pendek. Saya pernah mendengar nama Oka Rusmini, namanya enggak asing. Pernah baca ceritanya tapi lupa judulnya. Kayaknya abis baca review ini melipir ke Gramedia nih buat beli buku Men Coblong dan beberapa buku lainnya. terima kasih infonya mbak :)

    BalasHapus
  9. Mbaaaa, baca review ini, aku berasa lagi bengong di Ubud Bali lho!
    Gokil ya Men Coblong ini. Bener das des das dessshhh, tajam dan super-related dgn keseharian kita semua.
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, memang yang diangkat isu keseharian yang aktual. Tayang berkala di balebengong id ini

      Hapus
  10. Seperti nya me Coblong karya mbak Oka ini memiliki cerita yang menarik dan lekat dengan kehidupan sehari-hari ya mbak. Seperti halnya kasus surat keterangan tidak mampu yang bahkan sampai saat ini cenderung bebeas didapatkan oleh semua kalangan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak..Men Coblong ini adalah tulisan di media daring secara berkala. Jadi selalu update dengan peristiwa yang sedang viral.
      Nah, buku ini kumpulan tulisan itu

      Hapus
  11. Maret adalah bulan perempuan. Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada 8 Maret. Semoga perempuan-perempuan perkasa tetap menjaga Indonesia dengan akal sehatnya. Hanya itu yang harus ditanam untuk membuat Indonesia sedikit berdetak. Mimpi itu perlu unuk membuat hidup lebih bergairah"

    saya sukaaa!

    betapa kita memang sudah kehilangan mimpi mimpi kita karena keseharian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak...padahal mimpi adalah salah satu pemotivasi diri

      Hapus
  12. Menarik sekali bukunya ya mba. Saya benar-benar terkesan sama reviewnya. Belum lagi baca bukunya langsung. Apalagi dibagian "miskin"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak...kadang baca buku beginian biar kita tidak terlena dengan keviralan di kiri dan kanan

      Hapus
  13. Membuat yang berat terasa ringan.. Keren ya penulisnya. Jadi pengen punya bukunya.. Tfs mb..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kasus yang dibahas berat tapi dia ngajak pembaca melihat dari sudut yang sederhana

      Hapus
  14. Ini bisa jd salah satu reverensi buku, di kemas apik gitu jd penasaran bgt gegara review ny mba.. langsung hunting ahh mumpung weekend hahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheh..iya mbak, lagi pengin waras saya maka baca buku ini. Oh ya, saya beli di gramedia

      Hapus
  15. Latarbelakang seperti lagi di Bali pas baca review ini. Bisa jadi rekomendasi kalau mau beli buku nih mbak.

    BalasHapus
  16. Kupikir tadinya sekadar novel tentang ibu, ternyata dalam buku itu juga diangkat permasalahan2 sosial yang nyata namun kadang suka diabaikan dalam masyarakat kita ya mbak. Kalau yang baca ibu bisa jd semacam dorongan supaya mendidik anak sebaik mungkin supaya gk jd kisah2 yg ditulis satir dlm buku itu. Tengkyu info dan review bukunya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buku ini kyknya lumayan bikin mikir lama ya mbak Dian. COcok dibaca sama mereka yang semacam SJW2 di medsos2 itu kyke biar nambah wawasannya :D

      Hapus
  17. ada 58 kisah yang berbeda ? Berarti hampir kompleks ya masalah yang diangkat. Jadi angin segar nih buat bacaan di waktu senggang

    BalasHapus
  18. Mbk waktu itu komen pesen sejumlah pertanyaan tentamg cinta jadi nggak?

    Kali aka habis itu direview kayak gini hehe

    BalasHapus
  19. matur sukma , maksudnya bilang Thanks very much ya Mba? Baca resensi ini, bikin kangen baca novel lagi yang udah lama bgt tertinggal.

    BalasHapus
  20. Baca sepenggal ceritanya kok bikin jadi penasaran ya, mau nyari bukunya ah di Gramedia

    BalasHapus
  21. aku tertarik karena ada testimoni dari Eyang Sapardi tuh, karena kalau beliau sudah memberikan testimoni biasanya bukunya rekomended

    BalasHapus
  22. Pas baca judulnya agak aneh juga sama istilahnya Men Coblong, ternyata bahasa Bali ya. Buat aku yang gak terlalu sama bacaam fiksi kayaknya buku ini agak berat ya, apalagi kata mbak ga ada translate beberapa kata bahasa bali nya

    BalasHapus
  23. Setelah melihat postingan IG kakaknya tentang buku ini, akhirnya aku bisa meluncur ke review bukunya. So far, kalo baca cerita fiksi memang harus mengosongkan pikiran karena alam bawah sadar kita akan membawa pada imajinasi kata-kata didalamnya*

    BalasHapus
  24. Langsung masuk wishlist bulan depan nih mbak. Makasih referensinya. Saya pertama kali baca karya Oka Rusmini yang judulnya "Sagra". Saya pribadi tuh suka banget sama tulisan-tulisan yg mengangkat tema perempuan dan Oka Rusmini salah satu penulis favorit saya. :)

    BalasHapus
  25. aku kira Men Coblong itu artinya Laki-laki yang bolong, agak bingung awalnya. Tapi baca ulasan mbak Dian, mulai sedikit mengerti. Nampak "berat" ya buku ini, tapi wajib dibaca sepertinya :D

    BalasHapus
  26. Tentang SKTM ini, saya setuju bgt Mba. Saya melihat banyak disalahgunakan beberapa teman yang ingin mendapatkan beasiswa. Masih masuk kategori mampu, tp minta SKTM. sedih rasanya.

    BalasHapus
  27. wah mbak dian suka review buku juga ya ternyata. Novel dengan tema sosial kyk gini memang menarik banget ya

    BalasHapus
  28. wah bukunya harus dipunya nih, apalagi info dari mba yang bilang "Oka Rusmini berhasil nyindir tanpa nyinyir" hhehe kan jadi makin penasaran

    BalasHapus
  29. Belakangan jarang baca fiksi. Padahal, otakku butuh. Apalagi jiwaku. Jadi penasaran sama buku ini.

    BalasHapus
  30. Jadi penasaran baca buku ini. Karena seperti nya sangat menarik untuk dibaca. Terima kasih sudah memberikan review buku yg menarik ini

    BalasHapus
  31. Kisah Yang diangkat reflektif banget menurutku mbaa, huhu Hari teringat kaussu kecelakaan fenomenal yabg bkin geram itu :( oalaaah Hadi tetap Judah dicermati yaa mba, semuka berpikir akan butuh waktu lebih lama utk memahaminya hehe

    BalasHapus
  32. Penulisnya ternyata, WOW banget. Aku nggak terlalu familiar sih, mungkin karena memang krg banyak referensi buku sastra. Tapi njuk jadi penasaran sama buku-buku dia. Duh, kapan-kapan kudu nyileh ki, wkwkwk. Ujung-ujungnya. :D

    BalasHapus
  33. Mungkin basic Oka Rusmini sebagai jurnalis ya sehingga melahirkan novel dengan narasi berupa essai. Biasanya sangat detai tapi mampu menenrangkan secara general juga. Jadi penasaran.

    BalasHapus
  34. Covernya sih udha menarik. Dari sepenggal isi buku yang ditulis di sini juga bikin saya tertarik. Bahasanya bukunya mudah dipahami oleh saya

    BalasHapus
  35. Review-nya berhasil bikin aku pengen baca detailnya Mba, bahasannya sangat kental dengan kejadian kita sehari-hari ya, semacam reminder juga :)

    BalasHapus
  36. Review nya mendalam dan komplit sekali. Membuat Makin penasaran dengan buku Men Coblong. Apalagi latarnya Bali

    BalasHapus
  37. Aku belum pernah baca buku karya oka rusmini, tapi dr review ini aku jdi trtarik buat baca karya-karya beliau.
    Aplagai cerita tentang perempuan, harus baca banget.

    BalasHapus
  38. Wah, keren nih kayaknya bukunya. Petikan-petikan kisah yang dituliskan di artikel ini aja bagus-bagus. Aku malah suka dengan gaya bahasa yang seperti ini. Lugas tapi tetep cantik. Duh... kepengen baca jadinya :)

    BalasHapus
  39. Semula, kirain Men Coblong itu men-coblong. Kata kerja yang entah artinya apa. Udah mau ngecek di KBBI. Ternyata ...

    BalasHapus
  40. Reviewnya lengkap banget Mb Dian, jadi kepo tentang cerita Men Ceblong ini. ��

    BalasHapus