Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Buku: AMBA

AMBA, novel karya Laksmi Pamuntjak yang telah delapan kali dicetak. AMBA yang meraih penghargaan sastra tingkat dunia pun bertabur pujian dari sastrawan juga banyak tokoh ternama. AMBA, novel berlatar sejarah di era Gestapu yaitu Pulau Buru, tempat diasingkannya para tapol oleh pemerintah Orde Baru yang banyak membuka mata saya akan peristiwa tragisnya. AMBA yang menceritakan kisah cinta rumit, yang mengajarkan jika seseorang bisa mencintai dan dicintai dengan lebih, unfinished business terutama tentang cinta mestinya diselesaikan hingga tak jadi ganjalan, dan mengingatkan jika cinta mesti diperjuangkan. AMBA, dengan warna-warni makna yang tersaji meski ending-nya tidak sesuai dengan ekspetasi. Tapi, gapapa toh semua cerita bisa berakhir dengan banyak versi! Akhir cerita ala penulis, saya, dan pembaca lainnya sah-sah saja jika berbeda dan itu juga terjadi di dunia nyata. Ya, AMBA yang dengan segala kekurangannya, masih punya sejutaaaa pesona!!


Buku Amba


AMBA 

Judul: AMBA
Penulis: Laksmi Pamuntjak

Pemenang LiBeraturpreis, 2016

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Desain Sampul: sukutangan
Halaman: 577
Cetakan Pertama: September 2012
Cetakan Kedelapan: Juli 2020
ISBN: 978-602-03-5021-9
Genre: Novel 21+
Harga: Rp 138.000 (Pulau Jawa)


Blurb 


Tahun 2006, Amba pergi ke Pulau Buru. Ia mencari orang yang dikasihinya yang memberinya anak di luar nikah. Laki-laki itu Bhisma, dokter lulusan Leipzig, Jerman Timur yang hilang karena ditangkap pemerintah Orde Baru dan dibuang ke Pulau Buru. Ketika kamp tahanan politik itu dibubarkan dan para tapol dipulangkan, Bhisma tetap tak kembali. 

AMBA, novel berlatar sejarah yang mengisahkan cinta dan hidup Amba, anak seorang guru di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. "Aku dibesarkan di Kadipura. Aku tumbuh dalam keluarga pembaca kisah-kisah tua." Tapi ia meninggalkan kotanya. Di Kediri ia bertemu Bhisma. Percintaan mereka terputus dengan tiba-tiba di sekitar Peristiwa G 30 S di Yogyakarta. Dalam sebuah serbuan, Bhisma hilang selama-lamanya. Baru di Pulau Buru, Amba tahu kenapa Bhisma tak pernah kembali.


Novel AMBA
Cover depan



Tentang Novel "AMBA"


Rekor membaca saya setelah era serial Harry Potter akhirnya terulang juga. AMBA - Sebuah Novel - karya Laksmi Pamuntjak yang memiliki 577 halaman akhirnya bisa saya tuntaskan dalam 2 hari saja. Memang sih belum bisa memecahkan pencapaian salah satu novel Harry Potter -saya lupa yang berjudul apa- dengan seribu lebih halaman, yang kelar 2 hari juga saya baca. Maklum mata saya makin tuwaa dan sekarang tambah banyak yang harus dikerjakan. Juga, begitu banyak gangguan misalnya stalking medsos  hingga kalau baca buku jadi lebih butuh waktu.😁

Terus, setelah selesai baca, ternyata nambah satu masalahnya. Mau nge-review kok rasanya beraaats ya ...

Pasalnya, tak hanya berat di volumenya saja, novel ini pun termasuk kategori agak berat karena ada latar belakang sejarahnya. Meski tak perlu kuatir, karena jenisnya fiksi, pasti berisi imajinasi. Seperti disampaikan penulis di awal buku yang pertama kali terbit pada Oktober 2012 itu:

Karya ini merupakan karya fiksi berlatar belakang sejarah. Sejumlah tempat seperti Kadipura, Rumah Sakit Waeapo, dan Rumah Sakit Sono Walujo di Kediri adalah fiktif. Adegan-adegan Srimulat dan adegan-adegan di Sanggar Bumi Tarung juga merupakan buah imajinasi pengarang. Dan meskipun serbuan ke Universitas Res Publica, Yogyakarta pada 19 Oktober 1965 terjadi di siang hari, pengarang "memindahkannya" ke malam hari. (hal 11)


Nah, latar cerita AMBA, buku bergenre novel 21+ yang bersampul dominasi warna merah dan hitam ini telah membuka wawasan saya tentang Pulau Buru. Di mana berpuluh tahun lalu, Pulau Buru yang merupakan salah satu pulau besar di Kepulauan Maluku, menjadi tempat pengasingan bagi para tahanan politik pada zaman pemerintahan Orde Baru. 

Tak hanya berlatar seputar Pulau Buru, penulis pun menceritakan tempat yang beraroma sejarah, khususnya yang terkait peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S PKI) seperti Yogyakarta dan Kediri. Kesemuanya diramu dalam gaya penulisan yang beralur campuran yang berhasil membuat penasaran saya menebak-nebak kisah apa yang terjadi setelahnya. 

Kejutan-kejutan dihadirkan oleh Laksmi Pamuntjak dengan manis hingga rasanya ingin segera tuntas membaca. Meski bisa jadi, novel penerima LiBeraturpreis, sebuah penghargaan sastra untuk penulis wanita internasional di Jerman yang khusus diberikan bagi wanita penulis yang berasal dari Asia, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin ini, membosankan bagi yang tak suka sejarah. Tapi percayalah, sejarah yang dibumbui kisah cinta pasti menarik bagi siapa saja. Apalagi kisah cinta yang melibatkan seorang perempuan dan dua laki-laki, eh tiga.....

Haaa??

Amba, Salwa, Bhisma dan.......Adalhard


Ya, ada tiga laki-laki dalam hidup Amba. Meski di awal kisah, saya sempat terkecoh. Pasalnya, di paragraf pertama sudah disebutkan dua nama, Amba, sang tokoh utama dan Bhisma, laki-laki yang disebutkan pada blurb di sampul belakang sebagai "laki-laki yang dikasihi Amba". Tapi, kalimat-kalimat di lembar-lembar pertama yang banyak disebut malah nama Samuel, laki-laki yang bahkan usia ibunya bisa jadi lebih muda dari usia Amba. 

Kemudian muncul tokoh Salwa, tunangan Amba, Bhisma laki-laki yang memberi Amba anak di luar nikah dan Adalhard, laki-laki yang menikahi Amba.

Wah, banyak sekali ya...!🙈

Hidup Amba memang complicated, dan penulis mengisahkan kerumitan itu dari sudut pandang orang ketiga. Sementara untuk memudahkan pembaca, penulis membagi bukunya dalam beberapa bagian berdasarkan tokoh dan tahun kejadian peristiwanya, yakni:

  • Buku 1 - Samuel & Amba - Pulau Buru, Maret 2006
  • Buku 2 - Amba, Bhisma & Salwa - 1956-1965
  • Buku 3 - Amba & Adalhard - Yogyakarta, 1965
  • Buku 4 - Bhisma - 1965
  • Buku 5 - Samuel & Amba - Februari-Maret 2006
  • Buku 6 - Bhisma - - 1965-2006
  • Buku 7 - Srikandi & Samuel - 2011

Siapa-siapa saja mereka?


AMBA

Perempuan yang digambarkan oleh Bapaknya -seorang guru di Kadipura- sebagai: keras kepala, berkemauan sendiri, tak jarang memesona. Amba, kuliah di Sastra Inggris UGM dan bertunangan dengan Salwa yang sejatinya tak pernah tulus dicintainya. Sebuah pekerjaan membuat ia tinggal di Kediri untuk sementara waktu dan bertemu dengan Bhisma di sana. Mereka berhubungan tapi kemudian terpisah ketika ada bentrokan di Yogyakarta. Bhisma hilang di saat Amba tahu dirinya hamil membuat ia mesti membuat pilihan demi janin yang dikandungnya.


SALWA

Seorang dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di UGM yang mencintai Amba dan bertunangan dengannya. Memiliki kedekatan dengan orang tua dan keluarga Amba dan berniat akan menikahinya. Tapi, tanpa setahu Salwa, Amba berhubungan dengan Bhisma yang membuat mereka memiliki anak di luar nikah yang membuat Amba tiba-tiba pergi dan memutuskan pertunangan mereka.


BHISMA

Seorang dokter lulusan Universitas Leipzig, Jerman yang mencintai Amba bahkan hingga akhir hayatnya. Bhisma diasingkan ke Pulau Buru bersama tapol lainnya meski sejatinya bukanlah pelaku dari haluan politik yang dituduhkan oleh pemerintah saat itu. Percintaannya dengan Amba, perempuan yang telah bertunangan dengan Salwa, membuahkan janin yang bahkan tidak pernah dikenalnya. 


ADALHARD

Laki-laki keturunan Jerman yang mengulurkan tangan demi melihat kebingungan Amba yang kehilangan Bhisma. Yang menikahi Amba dan mencintainya -juga putrinya- seperti anak sendiri, meski sampai ia tiada tak pernah bisa memiliki hati Amba.


*SAMUEL

Tokoh laki-laki lain, yang di awal buku diceritakan. Yang berkenalan dengan Amba secara tak sengaja setelah mereka berjumpa di kapal saat menuju Buru. Samuel yang balik lagi ke Buru setelah mendapat kabar jika Amba ditikam istri Bhisma saat mengunjungi makamnya. Samuel yang "luluh" setiap kali di dekat Amba padahal usia ibunya saja bisa jadi lebih muda daripada Amba.


Review buku AMBA
Cover belakang


Apa yang Menarik dari AMBA?


1. Ada nukilan epos Mahabharata di setiap pergantian "Buku"-nya

Amba, adalah sebuah nama yang diambil dari kisah pewayangan. Demikian juga tokoh lainnya, Bhisma, Salwa...adalah nama-nama yang bersumber dari cerita yang sama. Meski demikian kisahnya enggak pleggg sama dengan yang di Mahabharata. Nah, uniknya di tiap pergantian "Buku", penulis mengawali dengan petikan cerita dari kitab aslinya itu:

"Mendengar itu Amba mendekat dan menemui api yang berkobar. Lalu ia melihat sosok Yang Kekal itu. Ia pun menundukkan kepalanya sambil menyembah kaki yang bersinar-sinar itu, menyentuhnya dengan kedua tangannya yang mendadak menyerupai sepasang teratai. Ia duduk di hadapan Rama yang Abadi itu, dengan wajah yang dibasuh air mata." Udayoga Parva, CLXXIX (hal 15)


2. Bertabur filosofi dari kitab tua, buku-buku juga kisah-kisah yang melegenda

AMBA dipenuhi banyak filosofi yang dimaknai penulisnya dari kitab tua dan bacaan yang dijadikan referensi. Juga menyadur penggalan cerita dari sana.

"Lagi pula, ia suka nama itu,"Amba." Di dalamnya terasa ada kekuatan yang diam-diam. Dan ia memang cenderung jatuh sayang kepada tokoh-tokoh yang dipinggirkan dalam Cerita Besar, mereka yang tak dipedulikan nasibnya oleh para dalang. "Kejayaan Amba akan terbukti kemudian," itu yang dikatakannya kepada anak-anaknya. "Si kembar Ambika dan Ambalika, punya nasib yang lebih baik di awal cerita, karena melahirkan raja-raja, tapi Amba-lah yang membawa akhir perang Bharatayudha." (hal 107)


3. Latar yang digambarkan dengan baik

AMBA tersaji dengan penggambaran latar yang detail. Pembaca seakan-akan dibawa ke lokasi berlangsungnya peristiwa. Situasi kamp di Buru, apa saja yang terjadi pada para tahanan di situ, penggambaran suasana Yogyakarta di saat ada "penggerebekan", kota kecil Amba, Kadipura....dan banyak lainnya. Tak heran, kabarnya, Laksmi Pamuntjak memang menghabiskan banyak waktu sebelum penulisan AMBA untuk melakukan riset, sesi wawancara pada narasumbernya dan mengunjungi langsung lokasi.

"Dua pertiga Buru adalah bukit, gunung dan hutan-hutan lebat," laki-laki tua itu kembali berkata. "Menghampar dari barat laut ke selatan, utara ke selatan. Seperti sabuk yang merangkul seluruh pulau. Di tengahnya ada sebuah pintu air yang menghubungkan Danau Rana dan Waeapo -wai artinya sungai- dan sungai itu membentang dari hulu ke hilir, dari barat ke timur, membelah dataran rendah Waeapo menjadi dua bagian." (hal 390)

4. Berhias quote-quote yang dalam maknanya!

"Jangan minta maaf, nggak ada yang lebih menyedihkan di dunia ini daripada permintaan maaf yang nggak pada tempatnya." (hal 82)

"Suami dan istri tak harus serta merta sahabat. Cinta adalah cinta, bukan pengorbanan." (hal 109)

"Politik memang bukan tentang apa yang benar. Politik adalah bagaimana kita bisa salah dengan benar." (hal 111)

"Memasak tak ubahnya perkawinan. Belajar menunggu dan jangan sekali pun memasukkan tanganmu ke dalam air yang keruh." (hal 131)

"Perjalanan membawa hal-hal baru yang membuat kita bijaksana. Tapi selalu ada yang tetap pada kita sejak sebelum berangkat." (hal 543)


5. Mengingatkan akan sejarah kelam Indonesia terutama seputar peristiwa G 30 S 1965 dan kerusuhan Maluku 1999

Meski disebutkan cerita ini fiksi, tapi sejarah tentang kondisi politik pasca Indonesia merdeka, tentang pergolakan partai yang ada, pemberontakan PKI, sampai ke konflik etnis-politik yang melibatkan agama di Maluku pada 1999 dijadikan setting cerita. Ini membuat saya saat membaca seakan terbawa ke masa-masa kelam itu. Apalagi ada setting di Kediri -kampung halaman saya- di mana sedikit banyak saya pernah mendengar ceritanya dari orang tua dan memang benar terjadi peristiwanya. Laksmi Pamuntjak mengemas semua kisah tragis itu dengan manis berbaur dengan cerita kehidupan tokoh-tokohnya.

"Temanku seorang dokter Amerika yang bekerja di Rumah Sakit Baptis pernah bercerita bagaimana ia ketakutan merawat korban-korban penembakan di Jengkol......" (hal 218)

"Menurut sebuah laporan NGO yang dapat dipercaya, konflik Maluku pada saat itu telah memakan sekitar 1.300 jiwa..." (hal 348)

6. Penokohan yang kuat

Amba, Bapak, Ibu, Ambika, Ambalika, Salwa, Bhisma, Adalhard, Samuel, Zulfikar....tokoh-tokoh di AMBA digambarkan dengan kuat karakternya oleh penulis baik melalui penggambaran, dialog juga paparan pemikiran mereka. Juga dari awal muncul sudah jelas sehingga saat baca enggak perlu lagi balik ke halaman sebelumnya untuk mencari siapa dan apa yang dilakukannya.

"Paras perempuan itu tak biasa, keras tapi anggun. Ia tampak setidaknya lima belas tahun lebih muda dari usianya. Tapi yang tertajam dari wajahnya adalah matanya - mata seorang ibu, yang telah belajar menolak banyak hal demi cinta anaknya. Juga mulutnya, terutama pada lekuk bibir yang tegas tapi sensual itu, yang menandakan bahwa ia seseorang yang hati-hati dalam kerentanannya, seseorang yang terbiasa dengan rahasia." (hal 19)


7. Pemilihan diksi yang kaya

Meski AMBA bisa disebut novel romansa berlatar sejarah atau novel sejarah yang dibalut kisah cinta....yang jelas pemilihan kata di dalamnya sungguh kaya. Laksmi Pamuntjak mengolah kutipan cerita wayang, nukilan buku, aneka peristiwa dan berbagai sumber lainnya dalam padanan kata yang puitis tapi runut dibaca.

"Dia, katanya dia. Dia dengan berat bumi, angin dan api. Dia lubuk yang terdalam. Adalhard Eilers tahu ia tak akan pernah menjadi dia yang itu, dia yang menapasi hidup perempuan itu, dia yang menanamkan benih di rahimnya. Tetapi ia, Adlahard adalah jangkar yang diperlukan perempuan itu, ia yang berjalan di sampingnya, melangkah serempak dengan langkahnya, atau sedikit di belakangnya, ia yang mendengar tiap keluh dan katanya, menopang lelah dan sedihnya. Ia adalah ia yang tak akan pergi, yang tak akan pernah hilang." (hal 351)


8. Ada "Kata Pengantar" sebagai pembuka dan "Terima Kasih" serta "Sejumlah Catatan" sebagai penutup buku

Bagian "Kata Pengantar" berhasil memberikan gambaran awal tentang novel bagi pembacanya. Kemudian, delapan halaman dihabiskan penulis untuk mengucapkan "Terima Kasih" kepada semua pihak atas lahirnya AMBA dan "Sejumlah Catatan" disampaikan agar pembaca tahu darimana kutipan berasal. Sebuah pembuka dan penutup dari penulis yang sangat baik.

Kutipan "Prabaning hyang surya nduk umijil, mabang ngujuwala svmirat.." saya ambil dari Chentini, Kamajaya, 1986:1988-92#761 (jilid 08/11) di dalam situs Sastra Jawa di Internet.(hal 577)


Apa kurangnya AMBA?


  • AMBA, entah kenapa saya merasa kurang pas dengan pemilihan warna covernya. Bukan lantaran penggambaran perempuan dan laki-laki yang ada di sampul depannya. Tapi karena tulisan berwarna putih di latar hitam yang susah untuk dibaca di sampul belakang.
  • Ada kesalahan penyebutan nama di hal 107. Harusnya "Si kembar, Ambika dan Ambalika..." tapi tertulis "Si kembar, Amba dan Ambalika.."
  • Beberapa hal yang agak "tak masuk akal", misalnya 41 tahun Bhisma di Pulau Buru dan Amba "baru tahu" , Samuel yang "luluh" hati pada Amba di tengah perbedaan usia mereka, juga "cacat fisik" Bhisma yang jadi penyebab dia kehilangan Amba 
  • Beberapa tokoh dan peristiwa kurang didalami. Seperti: Adalhard, laki-laki yang menikahi Amba dan memberi "nama belakang" padanya tak banyak diulik dalam cerita. Sepertinya waktu bersama Adalhard yang selama 41 tahun itu tak ada artinya bagi Amba yang mengenal Bhisma hanya dalam hitungan hari/bulan, atau dengan Salwa yang kebersamaannya dalam hitungan tahun.
  • Banyak kalimat terlalu panjang sehingga kadang agak membosankan


Jadi, apakah AMBA layak dibaca?

Pastiiii! Siapkan diri sebelum membaca dengan berbagai kejutan yang ada di novel ini...
Percaya, ada banyak ilmu, wawasan, pelajaran hidup, inspirasi, semangat ....yang akan didapat setelah membaca AMBA! 

Oh ya, satu lagi, novel ini kategori 21 tahun ke atas (dewasa) ya...karena sedikit diselipi adegan-adegan, yang gitu deh...

Baiquelah, yuk baca juga review novel lain yang tak kalah keren: Anak Semua Bangsa (Pramoedya Ananta Toer) dan Warna Hati (Sienta Sasika)! 💖




Selamat Membaca

signature-fonts




Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

48 komentar untuk "Review Buku: AMBA "

  1. Terima kasih sudah berkunjung, teman-teman:)

    BalasHapus
  2. Jadi mupeng deh buat baca novelnya, apalagi ada pelajaran hidup yg dapat dicontoh. Coba pas saya ke gramed kemarin, pasti kucari nih buat dibaca

    BalasHapus
  3. Wow super book worm nih mba Dian shayy... Seneng deh baca resensinya. Saya salut dg para novelis sejarah ini, gak asal cerita pasti riset ttg historinya dl ya... Mantul. Tfs Mbasay

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya...risetnya jempol ini Mbak, kisah sejarah dari dua sisi disebutkan

      Hapus
  4. Laksmi Pamuntjak memang identik dgn novel agak erotis tapi "berat" sejarahnya gitu ya Mba.
    Hmm, bisa jadi alternatif bacaan nih kalo pas dirumahaja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. erotisnya hanya sebagai penyedap, penulis lain yang lebih parah ada kwkwkw

      Hapus
  5. setahu saya Novel sejarah ditulis oleh penulis yg risetnya butuh waktu lama. Bahkan melibatkan orang-orang yg masih hidup, dari keluarga yg masih ada. Teman saya mas Haidar Musyafa penulis novel Buya Hamka,Agus Salim, dll. termsuk penulis novel sejarah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, makanya ucapan terima kasih dan catatan bisa sekian halaman...karena menyebutkan sumber dan narasumber

      Hapus
  6. Kelihatannya panjang nih ceritanya. Menarik juga. Semoga bisa punya bukunya

    BalasHapus
  7. Membaca review novelnya membuat yuni tertarik untuk membacanya deh. Sedikit-banyak yuni juga suka sih cerita berlatar sejarah begini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yuk baca juga , ada versi digital dan bisa pinjam di perpus

      Hapus
  8. Wow lebih dari 500 halaman, aku entah kapan terakhir kalinya menyelesaikan novel setebal itu mbak hehe. Eh kupikir Salwa tdnya cewek, ternyata cowok :D
    Kyknya menarik nih novelnya banyak konflik. AKu kepoh akhirnya siapa cinta sejati Si Amba. BTW tahun 2006 itu usia Amba berarti udah berapa mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aslinya Salwani Munir, tapi Amba manggilnya Salwa :)
      Usai Amba di awal cerita itu 62 tahun tapi digambarkan kelihatan 15 tahun lebih muda

      Hapus
  9. Menarik juga ya novel berlatar belakang sejarah tapi memang sepertinya kita perlu tahu yang bagian mana fiksi dan bagian mana kenyataan. Keren euy, Mbak Dian bisa selesai dalam 2 hari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, penasaran jadi bablas baca 2 hari kelar akhirnya

      Hapus
  10. Novel Amba seru ya Mba, aku suka cerita yang berlatar sejarah, walau fiksi tapi kita jadi paham bahwa ada sejarah kelam di Indonesia puluhan tahun lalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak...menarik ini, fiksi kisahnya, latarnya sejarah

      Hapus
  11. Berattt meskipun cuma 577 halaman. (((CUMA))). Tapi menarik. Mikir ini mah. Cuma kok kayak e rada mbulet juga kisah percintaan Amba. Ada Bhisma, Salwa, Samuel, trus siapa tadi suaminya, wkwkwk sampek lali jenenge. Harus dalam kondisi tenang. Dan kayaknya aku gak sanggup selesai 2 hari. 2 jempol buatmu Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pancen mbulet...maka kubilang complicated kwkwkw

      Hapus
  12. Lengkap reviewnya mba...
    Dan udah sekian purnama aku blom. Baca novel lagi euy
    Aku justru suka novel berlatar sejarah mba...
    Terasa lebih real...
    Btw saat membaca judulnya ku langsung inget arti Amba dlm bhs jawa yaitu lebar, luas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini bukan amba yang artinya luas, Mbak
      ini "Amba" nama putri raja yang disebutkan di epos Mahabharata

      Hapus
  13. Melihat ada kisah tentang tahanan tapol di Pulau Buru aku kira ini setting waktunya tahun 65-70an, ternyata tahun 2000an ya. Unik juga memadukan kisah di masa sekarang dengan sejarah dan pencarian cinta di masa lalu.

    BalasHapus
  14. dengan latar belakang Pulau Buru dan gestapu pasti banyak cerita menarik yang bisa kita nikmati di buku ini yaa mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak..."belajar sejarah" secara menyenangkan nih

      Hapus
  15. Aku baca Amba ini tahun 2015-an mba covernya bukan yang ini baru liat lagi nih hehehe...aku suka banget novel ini dan kejadian terpisahkan oleh Bhisma bikin aku nyesek..menarik juga Bhisma seorang dokter tpi dikisahkan buta warna yah entahlah alasannya dulu ia ga bisa mengejar Amba yang dulu kenakan rok merah (kalau ga salah) hahaha..

    Aku juga sampe ikutin Laksmi Pamuntjak ini saking jatuh hati sama kisah ini KEREN pokoknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, ending-nya itu yang aku enggak setuju huhuhu....dokter buta warna?
      Tapi balik lagi, hak prerogatif penulis kan ya mau diselesaikan seperti apa kisahnya:)

      Hapus
  16. Satu-satunya novel tebal yang pernah saya tuntaskan dalam sehari adalah novel karya Tere Liye, setelahnya makin sulit membaca novel atau bacaan jenis lain dalam sehari atau dua hari. Mbak Dian keren deh, novel setebal Amba itu bisa rampung hanya dalam 2 hari.
    Kira-kira kalau saya yang baca novel ini bisa berhari-hari untuk menuntaskannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lagi ada waktu Bunda, terus penasaran sama ending-nya jadi bablas saja bacanya...:)

      Hapus
  17. Ulasan buku yang menarik mbak. Saya jadi penasaran ingin punya dan membacanya langsung biar bisa baca berulang-ulang...

    BalasHapus
  18. read this Blurb , make me curios to reading and want to know more. next time i will looking for this book.

    BalasHapus
  19. Suka nih mba alur ceritanya.. tulisannya Juga penuh makna ya, AMBA, novel karya Laksmi Pamuntjak keren juga udah 8 kali dicetak best seller berati y

    BalasHapus
  20. Sudah lama sekali rasanya gak baca novel. Tapi AMBA ini kayaknya menarik, apalagi sudah berkali-kali naik cetak gitu. Kapankapan coba cek di Gramed ah~

    BalasHapus
  21. woww bacaan keren kayaknya nih..Dibaca hanya dalam 2 hari? wuihh keren abiss haha Aku pengen baca nih.. kira2 berapa lama ya kelar..

    BalasHapus
  22. Bagaikan memasuki lorong waktu yaa...
    Menjalani hari sebagai Amba yang hidup dalam keadaan Indonesia masih kacau.
    Apakah kisah cintanya terlalu dominan untuk buku zaman old?

    BalasHapus
  23. Jadi ingat novel Robert Galbraith dan beberapa penulis thriller lainnya yang menyertakan kutipan dari kesusasteraan lama di awal tiap bab. Kadang penasaran baca kutipan itu, tapi ga paham harus mencari literaturnya kemana. :)

    Mantap nih mba dirimu sanggup menuntaskan sekian banyak halaman hanya dengan 2 hari. Aku pembaca yang lambat, ga bisa secepat itu. Pluusss sama juga, ketika selesai membaca, lalu bingung harus mereviewnya. Membaca novel yang mengasyikkan, tanpa harus menulis catatan khusus yang memang sengaja dibuat untuk mereview. Tapi kalau ga ada catatan itu bingung banget ya mau ngreview dengan angle seperti apa. :)

    BalasHapus
  24. Wow 500-an halaman dalam 2 hari sajaaa? Keren banget. Untuk sebuah nama AMBA adalah nama yang baru pertama kali ini saya dengar. Dan ketika dijadikan judul buku, rasanya langsung muncul banyak pertanyaan "AMBA itu apa atau siapa?". Buat saya yang kurang suka pelajaran sejarah pasti akan menambah banyak pengetahuan kalau sejarahnya disajikan dalam bentuk novel. Penasaran juga itu kenapa Bhisma bisa nggak balik-balik.

    BalasHapus
  25. Tebal juga ya mba novelnya. Tapi menarik sih apalagi untuk orang yang memang tertarik sama sejarah. Ga kebayang gimana proses penulis saat bikinnya huhu..

    BalasHapus
  26. Wow, usia ibunda Samuel jauh lebih mudah adripada usia Amba? Tapi dia tetap cinta ya ck..ck..ck...Komplit dan komplikasi. Cerita yang mengaduk2 perasaan pembaca bukunya. Ga kebayang diasingkan ke Pulau Buru dll kisah orang terdekat Amba. Percintaannya dramatis banget ya. Sayang Amba sampai bisa hamil gitu padahal sudah bertunangan.

    BalasHapus
  27. Ceritanya bagus yah jadi penasaran ingin baca lengkapnya deh, dramatis banget nih kisahnya.

    BalasHapus
  28. Menarik buku Amba ini yah karena ada banyak pengalaman dari cerita yang bisa dipetik juga. Oh, ternyata ada banyak juga bagian dari bukunya yah agar pembaca lebih mudah pasti memahami jalan ceritanya nih.

    BalasHapus
  29. Bukunya menarik ni, nama nama tokohnya spt nama nama pewayangan ya mbak...
    Jadi pingin baca juga

    BalasHapus
  30. Baru lihat covernya, sudah ada sesuatu yang bikin penasaran di situ. Baca lagi ke ulasannya memang sesuatu yang perlu disimak apalagi yang suka dengan berbau sejarah juga ya. Mantul ini tebal bukunya, walau sepertinya daku nggak bisa tamat dalam 2 hari bacanya haha

    BalasHapus
  31. AMBA keren banget! Aku suka latar belakang sejarah, meski berat memang tapi masih bisa dibayangkan karena sejarah itu real kan. Dan mbak ini aku takjub sama harganya .. hampir 600 halaman cuma 138K aja.. woowwwwww .. pasti sold out!

    BalasHapus
  32. Saat baca sampai jumlah halaman dan harga... wow! Mahal amat, pikir saya. Makin baca makin menarik nih buku.
    Ke mana saja saya selama ini kok baru tahu. hihihi.

    BalasHapus
  33. Wow, delapan kali cetak itu luar biasa banget. Laksmi Pamuntjak emang bagus2 tulisannya. Kalau yang ini saya belum baca. Nanti saya cari di ipusnas ah, barangkali ada.

    BalasHapus