Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cek Fakta Kesehatan - Mengatasi Hoaks Kesehatan selama Pandemi Covid-19

Sejak pandemi Covid-19 melanda, arus informasi terutama di dunia digital bergerak begitu cepatnya. Sayangnya tidak semua informasi ini valid dan akurat. Padahal, informasi yang salah akan semakin menambah rumitnya penanganan pandemi Covid-19. Maka diperlukan keterlibatan publik dalam mengatasi mis/disinformasi terutama terkait info kesehatan ini. 

Kita semua yang secara aktif berinteraksi di dunia digital dapat berperan sebagai "komunitas anti hoaks" dan bersama-sama bisa perangi hoaks ini! Caranya: cek fakta dulu, baru percaya, sehingga jika ingin sharing informasi sudah diyakini kebenarannya.

Nah, setelah belajar cara cek fakta bersama Mbak Ika Ningtyas di hari pertama "Workshop Cek Fakta Kesehatan" - yang diadakan oleh Learning Management System (LMS) Tempo Institute, bermitra dengan Facebook, pada 16-17 Juni 2021 lalu, pada hari kedua ada Mbak Siti Aisah (Icha) yang merupakan Facebook's Global Health Fellow. 

Mbak Icha memberikan materi tentang "Cek Fakta Kesehatan - Mengatasi Hoaks Kesehatan selama Pandemi Covid-19" yang beneran menyadarkan saya bahwa mengatasi hoaks kesehatan selama pandemi Covid-19 ini penting sekali.



Lalu, Sebenarnya Apa sih Penyebab Maraknya Hoaks Kesehatan Selama Pandemi Covid-19 di Indonesia?



Well, membuka materi, Mbak Icha menyebutkan data menurut laporan perusahaan media asal Inggris, We Are Social, yang dirilis pada Februari 2021 yang menunjukkan 61,8% masyarakat Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial. Durasi penggunaan rata-rata orang Indonesia untuk mengakses media sosial adalah 3 jam per harinya

Tak heran, hidup di masa pandemi Covid-19 di mana era digital begitu canggih membuat masyarakat semakin mengandalkan internet sebagai sumber informasi.  Nah, penggunaan media sosial yang begitu masif di masa pandemi Covid-19 membuat arus informasi terlalu banyak diterima, termasuk infomasi salah atau menyesatkan sehingga kesulitan untuk menemukan sumber dan panduan yang dapat dipercaya. 

Hal ini, menimbulkan informasi yang salah terkadang dapat menyebar lebih cepat dibandingkan faktanya. Inilah fenomena yang dinamakan infodemik

Untuk melawannya bagaimana?

  1. Platform digital harus dibuat lebih akuntabel
  2. Mis/disinformasi dilacak dan diverifikasi
  3. Kemampuan literasi digital masyarakat perlu ditingkatkan



Nah, masifnya pengggunaan media sosial, membuat kita kesulitan menemukan sumber panduan yang dapat dipercaya. Ditambah literasi digital masyarakat Indonesia yang rendah, menjadikan infodemik yang terkait informasi kesehatan sulit dibedakan mis/disinformasinya.

Kabar buruknya, data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) menyebutkan jumlah hoaks kesehatan meningkat drastis dari 7% (86 hoaks dalam setahun pada 2019) menjadi 56% (519 hoaks dalam setengah tahun pada 2020)!!

Sementara. jumlah hoaks Covid-19 yang diklarifikasi oleh MAFINDO adalah berjumlah 492 hoaks (94,8%) dari total hoaks kesehatan selama enam bulan pertama tahun 2020. Sedangkan Kementerian Kominfo mencatat 1.471 hoaks terkait Covid-19 tersebar di berbagai media hingga 11 Maret 2021.

Kemudian, siapa yang mempercayai hoaks ini?

Didapatkan data, berdasarkan survei perilaku masyarakat di masa pandemi Covid-19 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2020, 17 dari 100 responden menyatakan sangat tidak mungkin atau tidak mungkin tertular Covid-19. Kelompok populasi umur 17-30 tahun memiliki persentase tertinggi yang menyatakan sangat tidak mungkin dan tidak mungkin terinfeksi Covid-19. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin meyakini bahwa Covid-19 berbahaya dan mudah menular.

Sementara, studi lain menyatakan hanya 11,3% responden (n= 382 orang) yang menganggap diri mereka kemungkinan besar tertular Covid-19 (International Journal of Public Health Science, 2020).

Parahnya, yang percaya adalah golongan usia muda yang setiap harinya familiar dengan internet. Bahkan, seorang public figure yang viral menyerukan pernyataan-pernyataan dengan bangganya tidak percaya adanya virus Covid-19 dan mengajak pengikutnya melakukan hal yang sama. Hingga tindakannya sempat membuat ia mendekam di penjara. Kapok kah dia? Enggak, masih juga menantang sana-sini dan mengeluarkan opini tak berbukti! Duh!


Tapiii, Apa Dampak Mis/Disinformasi Kesehatan Ini?


  1. Menyebabkan kebingungan dan kepanikan di masyarakat
  2. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, otoritas kesehatan dan ilmu pengatahuan (sains)
  3. Demotivasi untuk mengikuti perilaku protektif yang direkomendasikan
  4. Sikap apatis yang memiliki konsekuensi besar karena berkaitan dengan kualitas hidup masyarakat, Seperti membahayakan kesehatan, bahkan sampai menimbulkan risiko kematian.

Sebut saja hoaks meresahkan soal informasi bahwa virus Covid-19 sebenarnya tidak ada, yang baru-baru ini gencar diserukan oleh seorang oknum dokter. Hoaks ini menyebabkan orang yang tak percaya virus ini ada sehingga abai terhadap protokol kesehatan makin diberi ruang jadinya. Maka tak heran jika pemerintah memutuskan membawa yang bersangkutan ke jalur hukum.

Nah, bagaimana sebenarnya kemampuan dasar cek fakta kesehatan?

  1. Cek siapa yang membagikan informasi dan darimana mereka mendapatkan informasi tersebut. Bahkan, jika informasi tersebut berasal dari teman atau keluarga, tetap periksa sumbernya.
  2. Jangan hanya baca judulnya. Judul mungkin sengaja dibuat sensasional atau provokatif untuk mendapatkan jumlah klik yang tinggi.
  3. Identifikasi penulis. Telusuri nama penulis secara online untuk melihat apakah penulis adalah seseorang yang nyata dan kredibel.
  4. Cek tanggal. Periksa apakah informasi tersebut merupakan informasi terbaru, apakah sudah up to date dan relevan dengan kejadian terkini. Periksa apakah judul, gambar atau statistik yang digunakan sesuai konteks.
  5. Cek bukti pendukung lain. Cerita yang kredibel mendukung klaim dengan fakta.
  6. Cek bias. Pikirkan bahwa bias pribadi teman-teman akan mempengaruhi penilaian terhadap hal yang dapat dipercaya atau tidak.
  7. Cek organisasi pemeriksa fakta. Cek berita yang ditemukan dengan tulisan atau temuan yang sudah diverifikasi oleh organisasi pemeriksa fakta baik dalam lingkup nasional, seperti Cek Fakta Tempo atau media nasional lainnya maupun pemeriksa fakta internasional seperti AFP factcheck, dan Washington Post factcheckers.




Lalu Kemampuan Dasar Apa yang Diperlukan untuk Memeriksa Fakta, Khususnya Seputar Klaim Kesehatan Ini?


Pertama, cek fakta dari sumber referensi yang terpercaya seperti:

  1. Website resmi institusi atau organisasi: Badan Kesehatan Dunia/WHO, Pusat Pencegahan dan Pengandalian Penyakit AS/CDC, Kementerian Kesehatan, Badan POM, Ikatan Dokter Indonesia/IDI, Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia/IAKMI
  2. Diskusi dengan ahli
  3. Jurnal ilmiah: the New England Journal of Medicine, the British Medical Journal, Nature Medicine, the Lancet
  4. Waspada terhadap jurnal predator

Kedua, studi peer-review dan pre-print. 

Peer review merupakan studi penelitian melewati proses evaluasi oleh tim pakar independen dari bidang keilmuwan yang sama. Peer-review umumnya dianggap sebagai gold standard dalam studi ilmiah. Pasalnya, hasil penelitian sudah dievaluasi oleh para pakar. Jurnal seperti ini menjadi rujukan utama untuk mencari fakta. Biasanya, tanda jurnal yang sudah peer review tercantum pada bagian atas dari identitas jurnal itu.

Sedangkan pre-print belum melewati proses peer-review. Hasil penelitiannya belum dievaluasi secara independen oleh para ahli. Biasanya, ada informasi pengingat mengenai tindakan penelitian lebih lanjut dari jurnal-jurnal peer print ini. Nah, jurnal terkait virus covid-19 sebagian besar adalah peer print karena virus ini masih baru - baru ada di akhir 2019. Sehingga belum banyak peneliti yang melakukan penelitian tentangnya. Berbeda dengan virus lain semisal virus flu, cacar, HIV dan lainnya.

Ketiga, studi korelasi dan hubungan sebab akibat. 

Studi korelasi mengukur derajat keeratan atau hubungan korelasi antara dua variabel. Sedangkan studi hubungan sebab akibat untuk meneliti pola kausalitas dari sebuah variabel terhadap variabel lain.

Misalnya adanya informasi bahwa usia tua menyebabkan muculnya virus Covid-19. Yang benar adalah usia tua berhubungan dengan kerentanan seseorang terpapar Covid-19 karena kekebalan tubuh yang rendah meski tidak mempengaruhi secara langsung. Karena, banyak juga yang berusia muda yang terkena Covid-19.




See, Cukup Panjang Perjalanan Cek Fakta Kesehatan Ini.....


Maka, jika ternyata sebuah informasi terkait kesehatan terlihat meragukan, sebaiknya cek fakta dulu. Setidaknya kita periksa info itu di organisasi pemeriksa fakta, misalnya Cek Fakta Tempo yang sudah banyak memeriksa fakta kesehatan terutama dalam kaitannya dengan covid-19.

Kita bisa mendapatkan klarifikasi dari Tim Cek Fakta Tempo yang sudah melakukan analisis mendalam terkait info kesehatan tersebut. Atasi hoaks kesehatan dengan membagikan klarifikasi hasil analisis Cek Fakta Tempo ini di social circle agar info kesehatan yang benar yang tersebar.

Sebut saja soal pengunaan Ivermectin untuk pengobatan dan pencegahan Covid-19, sebenarnya hoaks atau fakta? Saat coba periksa di Cek Fakta Tempo, saya mendapatkan info:

https://cekfakta.tempo.co/fakta/1411/keliru-pesan-berantai-yang-sebut-ivermectin-dapat-obati-dan-cegah-covid-19


Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pesan berantai yang berisi klaim bahwa Ivermectin dapat mengobati dan mencegah Covid-19, keliru. Hingga artikel ini dimuat pada 16 Juni 2021, berbagai otoritas kesehatan menyatakan bahwa Ivermectin belum terbukti dalam mengobati maupun mencegah Covid-19. Terdapat riset yang dirilis baru-baru ini yang menggambarkan efek Ivermectin terhadap SARS-CoV-2, virus Corona penyebab Covid-19, di laboratorium. Namun, jenis penelitian itu biasanya digunakan pada tahap awal pengembangan obat. Pengujian tambahan diperlukan untuk menentukan apakah Ivermectin mungkin tepat untuk mencegah atau mengobati Covid-19.

Nah, semoga teman-teman juga makin tercerahkan akan cara cek fakta kesehatan ini ya? Sehingga tak lagi asal percaya apalagi menyebarkannya. 

Well, sejak pandemi Covid-19, hoaks kesehatan bergerak begitu cepat, sayangnya tidak semua informasi tersebut valid dan akurat. Informasi yang salah akan semakin menambah rumitnya penanganan pandemi Covid-19. Maka diperlukan keterlibatan kita semua dalam mengatasi mis/disinformasi terutama terkait info kesehatan ini.

Yuk, aktif berinteraksi di dunia digital dan berperan sebagai bagian dari "komunitas anti hoaks". Mari kita perangi hoaks dengan cek fakta kesehatan, baru sebarkan!💖



Salam Semangat


signature-fonts
Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

18 komentar untuk "Cek Fakta Kesehatan - Mengatasi Hoaks Kesehatan selama Pandemi Covid-19"

  1. Jangan mudah percaya sebuah info kesehatan ya...apalagi langsung menyebarkannya! Cek fakta dulu:)

    BalasHapus
  2. penting banget emang nih mba dalam memilih dan menyebarkan info kesehatan yang terkadang malah bisa menyesatkan kalau infonya gak valid

    BalasHapus
  3. Dampak hoax ini buruk sekali bagi masyarakat. Itu kenapa pentingnya daya kritis masyarakat tangkal HOAX. Jika kita memiliki pengetahuan dan daya kritis, hoax yang beredar tidak akan mampu menimbulkan berbagai polemik.

    Aku pernah baca, menurut kaca mata psikologi, salah faktor yang menyebabkan berita-berita hoax kemudian gampang dipercaya masyarakat serta begitu leluasa merajalela, disebabkan karena seseorang memang cenderung lebih gampang percaya akan sebuah berita yang sesuai dengan opini atau sikap yang dimilikinya.

    Ajakan untuk aktif berinteraksi di dunia digital itu tepat sekali mbak Dian. Biar lebih banyak yang kita ketahui. Contohnya saya dengan membaca tulisan ini, jadi diingatkan lagi tentang bagaimana cara menyortir mana fakta kesehatan yang benar, dan mana yang bukan.

    Terima kasih sudah berbagi informasi yang sangat bermanfaat ya mbak :)

    BalasHapus
  4. ini bener-bener tips yang dibutuhkan banyak orang saat ini, Mbak. Khususnya orang yang tergabung di grup-grup wa. Kadang parah banget hoax nya nggak masuk akal tapi masih aja ada yang percaya T.T

    BalasHapus
  5. Belakangan ini aku smpet ngerasa stres mba dia ama pemberitaan Covid itu. Terlalu banyak berita yang benar dan hoak bercampur sampai sulit menbedakannya. Sampai akhirnya aku memilih untuk diet medsos. Buka medsos cuma buat kerjaan aja. Karna postingan hoax itu bener bener bisa memperkeruh kesehatan mental kita. Makanya aku jyga kalau mau share sesuatu jadi takut. Takut aku ngeshare hoax gitu. Kalau ragu ragu, mendingan ga usah dishare aku mah

    BalasHapus
  6. Kebanyakan yg percaya hoax mereka yg males mbaca dan kurangnya media utk menyebarkan informasi itu sendiri. Di kampung saya begitu, minim informasi jadi nelen hoax bulat2 😟

    BalasHapus
  7. Nah aku hampir lho mba mau beli obat ini utk persediaan ketika terkena virus itu. Namun setelah aku pikir pikir dan juga nyari informasi akhirnya ga jadi deh. Skrng harus pinter2 memilah informasih ya mbak

    BalasHapus
  8. Berita hoax memamg sangat meresahkan. Sebaiknya dicek dulu kebenaran berita tersebut jangan ditelan langsung. Cari tahu terlebih dahulu

    BalasHapus
  9. Tetep selalu berpedoman sama saring dulu sebelum sharing ya dian 🤗

    BalasHapus
  10. Masalah terbesar di Indonesia ini menurut saya kemampuan literasi digital masyarakat kita memang rendah ya. Mudah terprovokasi apalagi kalau yang diangkat isyu sara.
    Berita hoax yang banyak beredar justru di masyarakat lapisan bawah dianggap berita resmi

    BalasHapus
  11. Menangkal hoaks menjadi perhatian semua pihak karena sebagai pemilah benar tidaknya informasi.

    BalasHapus
  12. kemampuan cek fakta seperti ini sangat penting ya mbak
    apalagi saat pandemi seperti ini, banyak hoaks kesehatan yang beredar di masyarakat
    bahaya klo kita sampai percaya hoaks

    BalasHapus
  13. Jengah banget banyak yang sebar hoax kesehatan hiks, jadi memang harus punya kemampuan cek fakta nya, jangan asal kemakan hoax.

    BalasHapus
  14. Ngeri banget banyak berita hoax dan dimakan mentah2 beritanya bagi yang enggak melek literasi digital, sediih... bahkan masuk ke group anakku yang mondok. Apalagi masa pandemi ini bahaya kalau termakan hoax.

    BalasHapus
  15. Nyeri banget loh kalau ada orang yang termakan berita hoax karena semakin banyak orang yang tidak percaya berita tentang covid yang termakan berita hoax akhirnya kena covid-19.

    BalasHapus
  16. Menghentikan berita hoax agar makin tidak kesebar harus mulai dari kitanya.

    Kitanya kudu teliti saat menerima berita. Dari mana sumbernya, kapan berita itu dipublikasikan, dan apakah antara judul dan isi relevan.
    Yuk bareng-bareng kita berantas hoaks ini, karena mulai dari kita dan untuk kita juga

    BalasHapus
  17. Ngeri ya hoax kesehatan yang beredar di masa pandemi ini. Udah di tahap mengancam nyawa dan bikin penanganan pandemi jadi lambat. Jadinya semakin parah deh keadaan kita. Semoga dengan semakin banyaknya sosialisasi Cek Fakta Hoax ini, masyarakat menjadi lebiih bijak dalam menerima kabar2 hoax.

    BalasHapus
  18. Aku paling malas deh kalau baca joax soal kesehatan, apalagi di masa covid ini. Temenku sering cerita2 hoax. Aku jd ngamuk 😅

    BalasHapus