Diamond Anniversary di Hari yang Fitri

Mudik lebaran ke Kediri
Tidak lupa bawa bingkisan
Rayakan kemenangan di hari yang fitri
Bersilaturahmi dan bermaaf-maafan

Saat bertamu ketuklah pintu
Jangan lupa salam diucapkan
Sungguh senang rasa hatiku
Bisa mudik ke kampung halaman

Keliling kampung naik sepeda
Kalau berhenti jangan lupa dikunci
Betapa bahagia kami sekeluarga
Bapak Ibu rayakan Diamond Annivesary

Kue nastar dan kue sagu
Tersaji di meja siap dimakan
Semoga berkah selalu Bapak dan Ibu
Untuk 60 tahun pernikahan yang jadi teladan

Sendiri...
Berdua...
Berdelapan...(6 putri)
Bertigapuluh...(6 putri, 6 menantu, 12 cucu, 2 cucu menantu, 2 buyut)
Alhamdulillah 

Ulang Tahun Pernikahan Berlian (Diamond Anniversary)

Halo hola....artikel ini saya buka dengan berpantun ceria haha. Soalnya saya masih merasakan aura kebahagiaan dikarenakan bisa bersilaturahmi di hari raya Idulfitri sekaligus menghadiri Syukuran 60 Tahun Pernikahan (Diamond Anniversary ) Bapak dan Ibu saya di Kediri.

Ya, orang tua saya merayakan ulang tahun pernikahan ke-60 tahun atau ultah nikah berlian (diamond anniversary) pada Senin, 24 April 2023. 

Masya Allah Tabarakallah, betapa bersyukurnya Bapak dan Ibu saya juga keluarga besar kami atas anugerah ini. Alhamdulillah Bapak dan Ibu saat ini masih sehat di usia 85 tahun dan 78 tahun. Masih hobi jalan-jalan nengokin anak-cucu-cicit, berwisata dan kulineran!

Sekitar 60 tahun lalu, Bapak dan Ibu menikah di usia 25 tahun dan 18 tahun. Perbedaan usia, tingkat pendidikan, latar belakang keluarga dan lainnya telah menyatukan Beliau berdua dalam ikatan pernikahan yang saya sendiri bersaksi nyaris tak pernah ada pertengkaran berarti.

Nah, sebelumnya saya cerita dulu ya, awal ketemunya Bapak dan Ibu saya.

Awal Kisah Bapak Ibu Hingga Menikah 

Jadi, Ibu saya tuh anak pertama dari 7 bersaudara dari istri sambung (istri pertama Mbah Kung saya meninggal muda-punya anak 3), lalu Mbah Kung menikah dengan Mbah Putri saya.

Mbah Kung adalah Kepala Sekolah Rakyat (SR - setingkat SD pada saat itu), sementara Mbah Putri guru Sekolah Rakyat. Mereka tinggal di Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri. 

Ibu saya ketika itu sekolah SMP di Kota Kediri. Jadi sekitar tahun 1960, Ibu sudah ngekos (bersama adiknya) untuk sekolah SMP yang memang adanya baru di kota, dan pulang di hari Minggu ke rumah orang tuanya.

Nah, Bapak saya, setelah lulus dari Sekolah Guru Atas (setingkat SMA) mendapat pengangkatan untuk mengajar di Sekolah Rakyat tempat Mbah Kung jadi kepala sekolah.

Bapak yang orang Kota Kediri jadinya ngekos di Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri, kebalikan sama Ibu, dan pulang di hari libur/Minggu ke rumah orang tuanya (hanya Mbah Putri - Mbah Kung sudah meninggal sejak Bapak kelas 2 SR). 

Tentu, ini bikin Beliau berdua nyaris enggak pernah ketemu meski Bapak sering bertamu ke rumah orang tua Ibu untuk urusan pekerjaan atau sekadar dolan.

Sampai satu ketika mereka berjumpa, yang bikin Bapak jadi jarang pulang dan memilih dolan ke rumah kepala sekolahnya. Hingga beberapa kali bertamu - jangan dikira seperti apel malam minggu di zamanmu. Ini paling banter Ibu keluar nganter teh/kopi, gitu doang, enggak ada cerita pacaran di pojokan. Kwkwk

Sampai satu waktu, Mbah Kung nanya, maksudnya bolak-balik ke situ apa...haha, namanya juga bapack-bapack punya anak gadis kan ya...Terus kata Bapak pengin melamar alias meminta Ibu jadi istrinya.

Enggak pakai lama, karena sudah diminta oleh laki-laki yang sudah punya pekerjaan, juga cukup umurnya, Ibu yang masih kelas 1 setingkat SMA saat itu akhirnya dinikahkah oleh ortunya. Hingga 60 tahun sudah pernikahan dijalani berdua.

View this post on Instagram

A post shared by Dian Restu Agustina (@dianrestuagustina)

Dari Sendiri, Berdua,...Bertigapuluh!

Setelah menikah, Ibu menjadi Ibu Rumah Tangga dan mengikuti Bapak yang dipindahtugaskan ke Kota Kediri. Hingga lahirlah 6 anak (perempuan semua), saya anak bungsunya. Bapak lanjut jadi guru SD, kepala sekolah SD, guru SMA hingga pensiun sebagai kepala sekolah SMA .

Keenam putri Bapak Ibu, Alhamdulillah 5 orang lulus S1 dan 1 orang tamat S2. Dari mereka Bapak Ibu mendapatkan 12 cucu, 2 cucu menantu dan 2 cicit.

Jadi dari sendiri, berdua....hingga kini keluarga besar kami punya 30 anggota keluarga. Masya Allah!

Saya sendiri sebelum merantau, dari lahir hingga lulus SMA tinggal bersama Bapak Ibu di Kediri. Selama itu saya ingat, paling berantemnya yang eyel-eyelan dan itupun enggak pakai lama sudah baikan. Bapak saya cenderung pendiam orangnya, meski demikian kalau di sekolah ya banyak ngomong juga seperti guru layaknya.

Jadi Bapak itu seharian di luar rumah, ngajar di 3 sekolah (pagi di negeri, siang di swasta). Maklum gaji guru saat itu kecil, sementara anak banyak. Dan Bapak selalu mengingatkan, kalau Beliau dan Ibu hanya bisa mewariskan ilmu dengan memberi kesempatan putri-putrinya sekolah sampai tinggi. Sebab ilmu akan melekat sepanjang waktu tidak seperti harta yang bisa habis sekejap mata.

Karenanya, Bapak nyari nafkah dan Ibu yang ngurus rumah. Meski begitu Ibu masih bantu-bantu, pernah jual kayu bakar (dulu orang masak masih pakai kayu), lalu ganti jualan minyak tanah, terima pesanan nasi kotak dan jajanan, juga jual kue-kue dengan dititipkan...

Enam Puluh Tahun Pernikahan yang Jadi Teladan

Yang saya ingat, hampir semua urusan, dari keseharian, sekolah anak, sampai acara pernikahan, Ibu yang handle. Bapak dilapori secara berkala dan mengambil keputusan besarnya. Yang printilan Ibu semua yang selesaikan. 

Demikian juga dengan soal uang. Bapak menyerahkan gajinya (yang waktu itu ada di dalam amplop dan ada total jumlah bertuliskan tangan) ke Ibu, setelah mengambil secukupnya untuk pegangan. Kemudian jika ada amplop honor jadi pengawas ujian atau rapat kemana gitu, amplopnya utuh selalu dikasih ke Ibu. 

Intinya, Bapak adalah pembuat rencana dan pengambil keputusan sedangkan Ibu yang eksekusi di keseharian. Berdua bahu-membahu, saling membantu, mendukung...hingga kini, hampir enggak pernah terpisah (lama) sampai lanjut usia. 

Maka, kalau pergi ya sepaket, kemana-mana ya barengan. Dimana ada Bapak ada Ibu di situ. Seperti sekarang Bapak yang lebih lanjutnya usianya dan mengidap diabetes sejak 25 tahun lalu sehingga perlu ajeg minum obat rutin dan perawatan tertentu, enggak bisa jauh-jauh kalau pergi. Ibu yang masih lebih sehat dan masih bisa belasan jam pergi ke Jakarta misalnya, mengingat Bapak sudah enggak mampu ya enggak mau. Pokoknya mesti berdua gituuu...

View this post on Instagram

A post shared by Dian Restu Agustina (@dianrestuagustina)

Syukuran Diamond Anniversary di Resto Keboen Rodjo Kediri

Nah, tahun ini, tepat 60 tahun pernikahan Bapak Ibu dan bertepatan dengan Idulfitri kami keenam putrinya pun berencana bikin acara syukuran dengan mengundang tamu dari keluarga besar Ibu dan Bapak dan tentu saja anak-cucu-cicitnya.

Karena jumlahnya yang 100-an orang maka diputuskan menyewa gedung Rumah Makan Keboen Rodjo Kediri, sebuah rumah makan yang berlokasi di Jl. Mayor Bismo No.419, Semampir, Kec. Kota, Kabupaten Kediri, Jawa Timur 64129.

Resto Keboen Rodjo ini selain rumah makan juga punya beberapa venue yang bisa disewa untuk acara seperti meeting, arisan, halalbihalal, syukuran sampai nikahan. Parkiran luas, pilihan paket menu bervariasi, tempat nyaman, ada taman, pilihan indoor/outdoor, layanan keren dan mantap pula makanannya!

Serius, saya saja kaget di Kediri tersedia tempat pertemuan berstandar Jakarta dengan harga daerah yang pastinya lebih murah! Beneran memuaskan...!

Kami memesan paket Kemuning @ 150K/pax untuk 100 pax buffet dengan menu: Sup Sehat, Ayam Kremes, Gurame Asam Manis, Cah Sawi Daging, Mie Goreng Jawa, Nasi Putih, Es Buah, Air Mineral, Kerupuk.

Lalu ada Coffe Break: Risol Mayo, Bronis, Kopi, Teh.

Sementara kami membawa sendiri: tumpeng, kue ultah, goodie bag (kotak snack+souvenir)

FYI, menu ini melimpah ya, lauk dan potongan kuenya gede. Rasanya pun mirasa (enak banget - bahasa Jawa). Staf yang in charge juga siap di sepanjang acara. Menyiapkan ini itu, cek sana sini, dan dimintain tolong langsung gercep bantu. 

Asliii, review jujur ini hihi, beneran recommended RM Keboen Rodjo Kediri!

Sebuah Doa dari Acara Diamond Anniversary 

Sungguh saya kagum pada Bapak Ibu saya, yang begitu harmonis rumah tangganya hingga 60 tahun lamanya. Sementara saya yang 'baru' menjalani 20 tahun pernikahan kadang merasa kok ya ada aja ganjelan hahaha....

Saya bersyukur punya orang tua yang rumah tangganya bisa jadi panutan anak-cucu-cicit hingga keturunan ke depan. Saya yakin, pasti selama bersama, Bapak Ibu juga melewati kerikil, menginjak bebatuan, menemui riak, terhantam ombak, bahkan tergulung tsunami. Tapi mereka mampu bertahan, berdua, tetap berpegangan tangan saat menghadapinya hingga kini.

Masya Allah Tabarakallah! 

Semoga sedikit cerita yang saya bagikan ini bisa bermanfaat buat teman-teman, terutama yang sedang diuji kesabarannya baik dalam hidup maupun pernikahan. Tetap kuat, selalu semangat menghadapi apapun yang digariskan Tuhan! Percaya sesudah kesulitan ada kemudahan dan Allah tidak membebani hamba-Nya melainkan sesuai dengan kesanggupannya!💗

View this post on Instagram

A post shared by Dian Restu Agustina (@dianrestuagustina)

Salam Semangat

Dian Restu Agustina