Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

A Letter for My First Child in Heaven!

A Letter for My First Child in Heaven!

*Sebuah surat untuk Anakku Rakai di surga


Nak,

Apa kabarmu di sana?

Ingatkah kamu, ketika menemani Ibuk selama lebih kurang 37 minggu?

Pasti ya? Karena kita tertawa bersama dan kadang menangis tanpa tahu sebabnya apa.

Nak, tahukah kamu, saat Ibuk mendapati 2 garis merah ada di alat itu? Ibuk sungguh merasa bingung, bahagia, takut, senang, khawatir, gembira, ragu.. karena tahu kamu ada di dalam rahim Ibuk.



Mengapa begitu?

Karena Ibuk nyaris tak percaya, Allah begitu cepat menitipkanmu di sana. Padahal baru juga bulan kedua Ibuk dan Bapak dipersatukan-Nya. Ibuk dan Bapak sampai bingung harus bagaimana. Maklum kami orang tua baru yang merantau jauh dari keluarga. Jadi memang hampir semuanya dihadapi berdua.

Tapi, meski merasa awam, Ibuk berusaha menjagamu dengan sebaik-baiknya. Rutin periksa ke bidan yang ada di rumah sakit yang jaraknya hanya sepelemparan batu saja dari rumah kita. Juga periksa ke dokter kandungan yang ada jadwalnya tiba dari kota.

Tak hanya itu, Ibuk juga berusaha makan makanan yang sehat agar tumbuh kembangmu tak terhambat. 

Pokoknya semua hal untuk kebaikanmu Ibuk lakukan asal mampu. 

Lalu, bagaimana dengan Bapak? 

Dia sepenuhnya mendukung Ibuk dan siap siaga melakukan yang terbaik untuk kita...

Hingga minggu demi minggu kita lalui bersama, sampai satu ketika Ibuk merasakan sakit yang luar biasa. Dan setelah semalaman penuh perjuangan melahirkan, saat fajar kamu pun berhasil keluar.

Tapiii...

Ibuk tak mendengar tangisan yang seharusnya kamu suarakan saat mengenal dunia untuk pertama kalinya. Kamu diam saja, entah mengapa..

Ibuk yang masih berdarah-darah tak bisa berlama-lama memegangmu. Karena Ibuk harus memulihkan diri dulu. Dan kamu akan dirawat di ruang isolasi, agar kondisimu stabil lagi.

Dan ketika waktu berlalu, Ibuk heran kenapa tak melihat Bapakmu. Mbah Kung dan Mbah Putri yang menemani Ibuk hanya mengatakan Bapak pulang untuk mengurus ari-arimu dan menjagamu di ruang bayi. Tapi Ibuk merasa ada yang disembunyikan mereka. Ibuk melihat Mbah Putri seperti sedih sekali. Tapi Ibuk enggak tahu sebabnya...sama sekali!

Padahal Ibuk cuma ingin mengucapkan selamat ulang tahun pada Bapak. Ya, kamu lahir tepat sehari sebelum tanggal kelahiran Bapak. Jadi kamu seperti kado terindah baginya. Jadi, bukankah seharusnya Bapak bahagia?

Jelang sore, Ibuk melihat Bapak datang dengan wajah mendung, meski ia tutupi dengan senyum. Ada sebuah rahasia yang disimpannya. Entah apa..

Tapi Ibuk menepis itu karena kamu dibawa masuk ke ruangan tempat Ibuk dirawat. Masya Allah Tabarakallah, ketika melihatmu Ibuk seperti melihat makhluk Allah yang paliiiing indah. Ya, tadi pagi memang Ibuk sudah melihatmu, tapi hanya sesaat, karena Ibuk masih harus dirawat.

Kulitmu bersih, hidung sangat mancung, bibir tipis, rambut tebal...Ah, betapa Ibuk bahagia akhirnya menjumpaimu setelah sekian minggu kita berbagi jiwa dan raga.

Hanya saja, dokter yang membawamu bersama, mengatakan bahwa Allah menciptakanmu dengan segala lebih kurangnya.

Ya, Ibuk diperlihatkan fisikmu ternyata tak sempurna, meski bagi Ibuk itu tak ada beda. Toh memang tak pernah ada manusia sempurna di dunia, ya kan?

Ibuk akhirnya tahu jawabannya kenapa Bapak bermuram durja dan menyembunyikan air mata di hatinya. Juga Mbah Putri dan Mbah Kung yang meski tersenyum tapi Ibuk tahu ada yang berat di pikirannya.

Ibuk enggak tahu harus bagaimana setelah tahu kondisimu. Tapi Ibuk enggak pingsan atau bahkan stres berkepanjangan. Ibuk tetap mau makan karena Ibuk ingin kamu mendapatkan ASI seperti cita-cita Ibuk dari awal.

Tapi, belakangan Ibuk membenarkan bahwa ASI akan keluar paling dominan dipengaruhi oleh hormon kebahagiaan. Maka jangan ditanya, bahkan sejak beberapa hari kamu lahir, Ibuk sudah mencoba segala cara, dia tak mau keluar juga.

Aaahhh...

Hingga hari ke-12 kamu dirujuk ke Medan untuk perawatan lanjutan. Semalaman kamu berjuang hidup melalui berbagai peralatan seperti sesaat setelah lahir di Pangkalan Brandan.

Ibuk yang belum sehat benar, di ruangan yang sama kadang melihatmu tersengal. Hingga satu waktu, Ibuk merasa harus membisikkan itu.

Memang Ibuk tak membisikkan di telingamu. Ibuk hanya lirih menggumamkan permohonan pada-Nya..."Ya Allah jika Engkau ingin mengambilnya kembali, hamba ikhlas. Dia milikmu dan satu waktu akan kembali padamu. Kalau itu yang terbaik untukku dan suamiku, ambil saja dia ya Allah.."

Tak lama, napasmu tersengal lagi. Membuat dokter dan suster jaga berlari-lari melakukan tindakan emergency.

Tapi, ternyata takdir berkata lain. Kamu benar-benar meninggalkan Ibuk dan Bapak. Kembali pada-Nya dan menghuni surga-Nya.

Di satu sisi Ibu sungguh sedih dan kecewa. Tapi di sisi lain Ibuk lega karena penderitaanmu berujung akhirnya.

Dan, Ibuk akan mengenang itu...selalu .

Terima kasih sudah menajdi bagian dari diri Ibuk selama 37 minggu dan beberapa hari mengijinkan Ibuk mencium bau wangi tubuhmu

Sungguh begitu banyak pelajaran hidup yang membekas dan merubah kehidupan Ibuk dan Bapak sejak itu, Dan, kamulah yang melakukannya...

Nak, tunggu Ibuk dan Bapak di pintu surga nanti pada saatnya yaaa...Ibuk yakin kamu setia menanti di sana. Semoga Ibuk, Bapak dan adik-adikmu bisa menyusulmu satu hari nanti dan kita bisa berkumpul menjadi keluarga diantara penghuni surga-Nya. Aamiin.

tiap mudik Kediri, Bapak, Ibuk dan adik-adikmu berziarah ke makammu



In memoriam of my eldest son:  Rakai SP (23 Juni 2003 - 5 Juli 2003)


Ibuk yang selalu mencintaimu,


Dian Restu Agustina


#Day18
#BPN30DayChallenge2018

Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

20 komentar untuk "A Letter for My First Child in Heaven!"

  1. Salut dengan ketegaranmu Mba. Ikhlas mu membawa si kecil lebih bahagia di sana ya. Semoga kelak berjumpa di surga Nya. Amin...

    BalasHapus
  2. I feel you Mba, putri pertama saya dilahirkan sudah dalam keadaan meninggal. Sedih itu masih ada sampai sekarang. Tapi hidup terus berlanjut, anak-anak kita pasti bahagia di Surga dan menanti kedatangan kita :)

    BalasHapus
  3. Aku nangis bacanya mbak. Kebayang...tabungan mbak dian di surga untuk menjadi penolong kelak

    BalasHapus
  4. Aamiin.

    Mom Dian yang sabar ya, selalu semangat untuk mendoakan alm.Rakai.

    BalasHapus
  5. Duh jd jd keinget temanku SMA. Putra tunggalnya barusan meninggal jg kemarin. Sebabnya krn sakit leukimia. Sudah usia 8 th dy. Maminya tiap hari update status trs di FB. Kasihan jg sih, tp itu yg mungkin jd pembuka pintu surga baginya

    BalasHapus
  6. Sampai nangis aku baca ini. Jadi teringat emakku yang pernah ditinggal kakakku yang nomor 3 untuk selama-lamanya.

    BalasHapus
  7. Masya Allah mbak semoga Jadi pembuka pintu surga kelak ya mbak. Nggak berenti2 air mataku jatuh sampai paragraf terakhir ....

    BalasHapus
  8. Masya Allah mb salut sama ketegaran mb,semoga kelak keikhlasanmu jd tabungan mu diakhirat ya mb😢🤗

    BalasHapus
  9. Peluk Mbak Dian. Tulisan ini bikin haru membiru dalam dada. Sungguh, hati dan kegetaranmu luas biasa. Kuat selalu dan semoga keikhlasan mengantarkan ananda ke tempat terbaik dan kelak dipertemukan kembali ya, Mbak.

    BalasHapus
  10. Ya, Allah. Semoga keikhlasan Mbak dian dan suami berbuah manis, ya. Insya Allah, si kecil jadi pembuka pintu surga. Aamiin

    BalasHapus
  11. Semoga kesabaran dan ikhlasnya Mbak Dian dan keluarga, menjadi kado terindah nantinya dari Allah Swt, aamiin

    BalasHapus
  12. Merinding bacanya aku mbak. Gak kebayang kehilangan anak pertama begitu cepatnya. Syukur anakku masih diberi kesehatan sampai detik ini. Dia penyemangat hidupku..

    BalasHapus
  13. Maa syaa Allaah, surat yang begitu mengharukan mbak? Insyaa Allah ,dia yang telah pulang lebih dulu akan menanti mbak dan keluarga di pintu surga..

    BalasHapus
  14. Walau sdh cukup lama tapi pasti tetap masih ada rasa sedih ya mba. Insha Allah syurga terindah untuk nya dan untuk Mba atas perjuangan nya mengandung serta melahirkan. Proud of you mba yg tegar

    BalasHapus
  15. Aku jd keinget Dema yang dulu pas lahir gak nangis mbak :(
    Meski gak akan pernah dilupakan insyaAllah katanya nanti akan menanti di pintu surga ya mbak Dian anaknya aamiin...

    BalasHapus
  16. Masha Allah mbak Dian... aku sedih bacanya, insya Allah kelak bisa bertemu di surga ya mbak. S

    BalasHapus
  17. Duh aku pagi2 baca ini langsung mendung dimataku :( mba kuat sekali Alloh tahu cobaan ini bisa mba hadapi karena mba orang pilihan untuk hadapi semuanya *al-fatihah untuk Rakai

    BalasHapus
  18. Mba Dian, aku bacanya jadi sediiihh :(. Allah smoga slalu memberikan kekuatan untukmu mbaa

    BalasHapus
  19. Alfatihah buat anak pertamanya mbak Dian. Deepest condolences ya Mbak. Insya Allah jadi tabungan di surga, aamiin YRA

    BalasHapus
  20. Rakai pasti bahagia di atas sana melihat ibuknya yang selalu sayang kepadanya:)

    BalasHapus