Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Jitu Menghindari Kekerasan Seksual dan Bullying pada Anak

Teman, pada hari Rabu 22, Februari 2023 silam saya mengikuti Seminar Pendidikan 'Cara Jitu Menghindari Kekerasan Seksual dan Bullying Pada Anak' yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi (Forkom) Jamiyyah Al Azhar Kembangan (TKIA 9/ SDIA 8/ SMPIA 10 Kembangan).

Seminar yang menghadirkan narasumber Psikolog Ayunda S. Tyara ini, diikuti oleh orang tua murid TK/SD/SMP Al Azhar Kembangan dan Umum secara gratis, dan bertempat di Aula SD/SMP Al Azhar Kembangan, Jakarta Barat.

Acara berlangsung dengan sukses dilengkapi dengan diskusi/tanya jawab yang hangat dan deretan doorprize menarik untuk peserta. Beneran daging ilmunya, relate dengan banyak kejadian belakangan, di mana kasus kekerasan seksual dan bullying pana anak terjadi di sekitar kita. 

Yang membuat kita - terutama orang tua - miris dan parno habis, membayangkan jika itu terjadi pada anak kita. Juga takut bila ternyata anak yang bagi kita biasa-biasa saja ternyata adalah pelakunya! Duh, jangan sampai ya!

Lalu, apa saja cara cara jitu menghindari kekerasan seksual dan bullying pada anak itu?


Cara Jitu Menghindari Kekerasan Seksual dan Bullying Pada Anak

Mengenal Kekerasan Seksual pada Anak

Oia, sebelumnya saya ingin bercerita, kasus kekerasan seksual yang terjadi di komplek perumahan saya sekitar 2 tahunan lalu. 

Jadi ada seorang satpam di blok depan yang tertangkap kamera video oleh seorang ibu dari lantai 2 rumahnya. Si oknum satpam sedang memangku dan (maaf) memegang-megang alat kelamin seorang gadis kecil di pos.

Ibu-ibu yang berada di lantai 2 rumahnya tak sengaja melihat saat merekam sekitar rumah dan dari jauh melihat itu - kondisi siang hari saat sepi. Ia pun nge-zoom dan merekam dulu sebagai bukti dan bergegas ke tekape setelahnya.

Pas didatangi si gadis kecil sudah pergi tinggal si satpam yang mengelak. Si Ibu teriak-teriak, tetangga berdatangan, ada yang panggil Pak RT. Akhirnya dikumpulkan semua, si gadis kecil diwakili sama neneknya (kabarnya kedua orang tua bekerja, ia ikut sang nenek). 

Akhirnya, ada keputusan, si satpam - yang kabarnya belum pernah menikah dan mengaku baru sekali ini melakukan hal bejat itu - dipecat dan diusir dari lingkungan sekitar. Sayangnya, nenek si gadis enggan membawa ke ranah hukum. Dan kasus itu selesai secara damai.

Saya mendengar cerita itu dari ibu-ibu komplek geram sekali rasanya. Betapa enggak, ada pedofilia di sekitar saya dan dibebaskan begitu saja. Kalau ada korban-korban lainnya gimana? Hiks! 

Memang benar ya, kekerasan seksual itu banyak yang enggak ketahuan, tak diceritakan karena korban tidak tahu/malu/takut, sengaja ditutup-tutupi sekitar demi melindungi sebuah aib, hingga akhirnya tak sampai dihukum berat pelakunya!

Tapi, sebenarnya apa batasan kekerasan seksual itu? Mengawali materi Ibu Tyara menginformasikan jika: 

  • Kasus kekerasan seksual di sekolah tercatat sejumlah 17 kasus dengan 117 korban anak selama tahun 2022 (data FSGI - Federasi Serikat Guru Indonesia)
  • Kasus kekerasan seksual pada anak sejumlah 9588 kasus selama 2022 (data KemenPPA)
  • Kasus perundungan per bulan Juli 2022 sebanyak 226 kasus (data KPAI).


Kemudian pengertian kekerasan seksual sendiri terbagi tiga, yang bisa menjadi batasan bagi kita, yaitu:

Sexual Harassment: terpapar dengan konten seksual yang tidak diinginkan baik secara mental, visual dan fisik. Contoh: diperlihatkan alat kelamin, memeproleh komentar atau candaan dengan konten seksual, bagian tubuh privat disentuh.

Sexual Abuse: perilaku seksual yang dipaksakan. umumnya korban mengenal pelaku, ada unsur secracy atau berulang. Contoh: disetubuhi berkali-kali oleh keluarga atau tetangga dekat, anak diminta memegang alat kelamin dengan iming-iming hadiah.

Sexual Assault: penyerangan seksual, dapat berupa sentuhan maupun non-sentuhan. Contoh: pemerkosaan, memaksa anak melihat atau mendengar perilaku sekssual yang sedang berlangsung, meminta anak melakukan perilaku seksual.


Ayunda S. Tyara

Mengenal Bullying pada Anak

Next, kalau bullying pada anak yang seperti apa?

Cerita dulu lagi ya, jadi saat anak bungsu saya kelas 3 SD, pernah beberapa kali peralatan sekolahnya itu rusak. Jadi rautan patah, penggaris patah, buku sobek (dirobek) halaman depan...

Selang waktunya beberapa hari, bikin saya (sedikit) curiga. Saat saya sambil lalu nanya - karena kalau ditanya langsung bisa saja dia enggak mau jawab, anak saya bilang dong kalau temannya, si K, yang sengaja mematahkan barang-barang itu. 

Saya tanya alasannya, apa dia nakal sama K, kataya tidak, dia enggak ngapa-ngapain K, dan kata anak saya si K cuma bercanda, karena K melakukannya sambil tertawa-tawa. K juga melakukan hal yang sama pada beberapa anak lainnya. 

Mendengarnya, saya meminta anak saya untuk berani marah kalau K melakukan hal buruk padanya, tidak boleh melakukan itu, kalau matahin mesti ganti, mesti berani membela diri. 

Saya sih asli agak emosi ... Akhirnya, saya minta bapaknya untuk ngobrolin ini dengan anak saya, sebagai sesama laki-laki biar lebih pas.

Esoknya, pulang sekolah anak saya cerita dia sudah meminta K mengganti barang yang dirusakkannya (terakhir rautan), katanya K berjanji akan menggantinya. Eh, ternyata esoknya beneran, K bawa rautan yang sama persis dengan rautan anak saya. 

Kata anak saya, anak-anak enggan berteman dengan K, saya rasa dia cari perhatian biar punya teman tapi dengan cara gangguin teman. Lalu saya sarankan anak saya berteman dengan K. 

Long short story, anak saya bilang sejak kejadian itu ia berteman dengan K (sampai kini), dan K enggak pernah ganggu dia lagi. Sementara saya, dengar dari ibu-ibu lain, masih saja ada anak yang diusik oleh K meski enggak sesering dulu, meski para ortu ini sudah lapor ke guru.

Oia, saya sengaja belum lapor ke Bu Guru, karena saat saya pantau lebih lanjut, kasus bullying K ke anak saya sudah selesai, dan anak saya bisa mengatasinya sendiri. 

Nah, kembali ke seminar 'Cara Jitu Menghindari Kekerasan Seksual dan Bullying pada Anak' Ibu Tyara menyebutkan, memang bullying itu berunsur utama power/kuat/kuasa, di mana terbagi menjadi tiga:

Bullying Fisik: terdapat kontak fisik dengan unsur kekerasan, contoh: anak dipukul, dilukai, didorong, dilempar barang, dibuat jatuh, dsb.

Bullying Verbal: melakukan penindasan seperti mengolok-olok, menggoda, memanggil nama dengan sebutan yang tidak pantas, menghina serta mengintimidasi korbannya.

Bullying Emosional/Psikologis: mengacu pada tindakan nonfisik yang memengaruhi mental korban, misalnya: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan.


Dampak, Faktor Protektif dan Faktor Risiko

Lebih lanjut, Ibu Tyara menjelaskan apa saja dampak terjadinya kekerasan seksual dan bullying pada anak, keluarga dan sekolah, ditinjau dari faktor risiko jika itu terjadi dan faktor protektif apa yang bisa melindungi mereka. Yaitu:

Pada Anak

Faktor Risiko: tingkat kecerdasan rendah, gangguan perkembangan, kegagalan akademik, temperamen sulit, kepercayaan diri rendah, keterbatasan fisik

Faktor Protektif: secure attachment experience, kemampuan komunikasi, pandangan positif, pengalaman keberhasilan, kemampuan berefleksi, percaya dengan kemampuan diri

Pada Keluarga

Faktor Risiko: tidak harmonis, kedisiplinan yang inkonsisten, kondisi mental orang tua, kekerasan, kematian dan kehilangan

Faktor Protektif: hubungan harmonis dan stabil, pola asuh supportif, nilai keluarga yang kuat, ungkapan kasih sayang, kedisiplinan yang jelas dan konsisten, mendukung pendidikan

Pada Sekolah

Faktor Risiko: pengalaman perundungan, diskriminasi, tidak memiliki pertemanan positif, peer pressure, hubungan pengajar/sekolah yang distant dengan anak

Faktor Protektif: iklim saling terkoneksi dan memiliki di sekolah, kebijakan jelas terhadap masalah perilaku dan perundungan, iklim terbuka bagi anak untuk menyampaikan pendapat/perasaan, akses sekolah terhadap kesehatan mental

Cara Jitu Menghindari Kekerasan Seksual dan Bullying

Lalu, apa saja cara jitu menghindari kekerasan seksual dan bullying pada anak-anak ini? Dengan STOP!

S - Social Norms: melibatkan seluruh individu terkait (keluarga, guru, murid, staf sekolah, tetangga, dsb) untuk peka dan memperkuat norma terkait nilai kekerasan.

T - Teach Skills: skill terkait sosioemosional (empati), skill komunikasi dan penyelesaian konflik, skill relasi interpersonal, skill penguatan diri

O - Open-Door and Opportunities: memberi kesempatan bagi individu terkait untuk bercerita, diterima secara terbuka

P - Protective Environment: mengusung faktor protektif dari tiap pihak, menciptakan kultur yang protektifdan saling melindungi

Tak lupa kita bisa mencegah kekerasan seksual dan bullying dari rumah:

  • Beri perhatian dan interest pada anak secara rutin dan stabil
  • Jelaskan tentang kekerasan seksual dan bullying pada anak
  • Biasakan anak dengan iklim relasi positif
  • Bertanya dan sharing tentang sekolah setiap hari
  • Ajarkan dan latih boundaries (batasan tentang kekerasan seksual dan bullying)
  • Ajarkan dan latih secara se-spesifik mungkin skenario jika anak mendapat perilaku tersebut


Tips untuk Pengasuh (orang tua, guru dan pendamping lainnya)


Well, sebagai penutup Ibu Ayunda S. Tyara, memberikan tips untuk orang tua, guru dan pendamping lainnya agar anak terhindar dari kekerasan seksual dan bullying ini, yakni:
  1. Quality time over quantity: 30 menit interaksi dengan kualitas tinggi lebih baik daripada 5 jam interaksi dengan kualitas rendah. High quality interaction itu tidak ada distraksi, saat anak dalam kondisi tenang, suasana emosi bersifat positif.
  2. Proactive not reactive: menahan diri untuk tidak segera bereaksi, pause-think-act, aktif mencari strategi/cara baru, prinsip sebab akibat
  3. Connection before correction: untuk memperoleh rasa saling percaya dan saling mendukung
  4. Clear affections and love expressions: anak memahami dunia melalui contoh dan perilaku langsung, kasih sayang dan kelekatan lebih mudah terasa dan terinternalisasi jika ditunjukkan
Sebagai orang tua, kita tidak bisa selalu menjaga anak. Karenanya, mari pupuk rasa berdaya pada anak agar ia mampu menjaga dirinya sendiri. 

Akhir kata, semoga anak-anak kita terhindar dari kekerasan seksual dan bullying. Aamiin! 💕


Salam Semangat

Dian Restu Agustina 


Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

10 komentar untuk "Cara Jitu Menghindari Kekerasan Seksual dan Bullying pada Anak"

  1. Ikut gemes bacanya Mbak,
    Karena itu sejak kecil saya selalu nempel anak perempuan saya
    Kemarin saya dapat pembelajaran baru tentang anak
    Kalo anak kita punya mainan, ada yang mau pinjem, ketika gak dikasi, temen anak tsb merebutnya
    Kita harus ngebela anak karena dia sedang mempertahankan haknya

    BalasHapus
  2. Wah ilmu daging banget nih. Memang kita sebelum memulai pencegahan juga harus tahu dulu batasan dari istilah bullying. Thanks for sharing.

    BalasHapus
  3. Harus ada yang berani, baik kepada guru maupun orangtua sendiri ya mbak berarti, agar tidak lagi berkepanjangan masalahnya dan si pelaku bisa mengubah dirinya lebih baik

    BalasHapus
  4. Bener banget sekarang ini penting banget untuk care dan aware dengan anak2 kita. Apalagi sekarang dimana saja anak berada apalagi di tempat umum sebenernya dalam "ancaman", sehingga ortu penting menanyakan hal2 yang udah terjadi di tempat anak bermain, di sekolah dll. Ortu harus lebih dekat pada anak2nya. Tanyakan jika terjadi perubahan pada diri anak, misalnya menjadi pemurung, pendiam, dan anti sosial. Jangan2 ada masalah yang disembunyikan anak, seperti bullying dll. Makasih infonya ya kak. Bagus nih artikelnya tuk mengedukasi semua orang tua dan juga remaja.

    BalasHapus
  5. sedihnya, masih banyak yang memandang sebelah mata terhadap aksi bullying ini, apalagi bila yang melakukannya adalah anak-anak, selalu saja ada pemakluman, namanya juga anak-anak, duh.

    BalasHapus
  6. PR terbesar ortu ini ya buat memahami tentang kekerasan seksual dan bullying. Kalau saya, selain takut anak dibully, juga takut anak suka membully.
    Semoga anak-anak kita selalu terjaga dari aksi bully membully dan lebih tegas terhadap pembullying-an :D

    BalasHapus
  7. Kasus bullying dan kekerasan seksual pada anak (pelajar) memang semakin meningkat kejadiannya. Gak hanya pihak sekolah saja yang mengatasi, tapi juga harus didukung oleh ortu siswa. seminar semacam ini penting banget buat buka wawasan ortu tentang apa dan bagaimana cara atasi bullying dan kekerasan seksual pada siswa...

    BalasHapus
  8. Miris sekali saat ini melihat pelecehan seksual hampir menjadi berita setiap hari. Sebagai ornag tua nampaknya belum mengajarkan anak pendidikan seksuak sejak dini, kalau muslim mengajarkan bagaimana interaksi dengan lawan jenis, batasan-batasannya juga.

    Kesempatan bagus ini pasti kesempatan bagus dan menarik dapat mengikuti seminar ini, Kak.

    BalasHapus
  9. Ini sih prinsipnya bukan hanya it takes two to tanggo ya Mbak. Tapi harus melibatkan banyak pihak yang aktif (more proactive people) agar kekerasan seksual dan bullying bisa lenyap dari muka bumi. Karena kalau kita lihat efeknya, hati langsung miris.

    Semoga ya Mbak, seminar dan diskusi seperti ini semakin sering dilakukan. Terutama untuk di dunia pendidikan. Satu intitusi yang bisa membantu menyeleraskan pemahaman publik akan dua hal tersebut di atas.

    BalasHapus
  10. Siap belajar untuk lebih proaktif ketiimbang reaktif. Nice post mbak, makasih banget aku jadi banyak belajar.

    BalasHapus