Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengunjungi Makam Imogiri

Makam Raja-Raja Imogiri menjadi salah satu tujuan perjalanan saya, suami dan si bungsu saat mengunjungi Yogyakarta libur lebaran yang lalu (si sulung enggak ikut karena sudah kuliah ke Prancis sejak Januari). 

Awalnya agak hopeless bisa masuk ke sini, karena kami baru jalan saat hari sudah beranjak siang. Maklum jam buka makam terbatas waktunya, yakni Senin (10.00-13.00), Jumat (13.00-16.00) dan Minggu (10.00-13.00)

Tapi, Alhamdulillah ternyata masih rezeki, kami bisa memasuki ke Astana Pajimatan Himagiri (bahasa Jawa: Pasaréan Dalêm Para Nata Astana Pajimatan Himagiri), yang merupakan makam-makam dari raja keturunan Mataram mulai dari masa Mataram Islam hingga masa kerajaan terbagi menjadi dua Yogyakarta dan Surakarta, beserta keluarga dan kerabatnya. 

Pajimatan Imogiri

Tentang Makam Raja-Raja Imogiri

Pajimatan, berasal dari kata jimat yang berarti sesuatu yang memiliki kekuatan yang dapat melindungi dari berbagai hai negatif. Sehingga bisa diartikan bahwa makam tersebut merupakan tempat peristirahatan terakhir dari Raja-Raja Mataram yang dianggap memiliki kesaktian dan dapat melindungi Kerajaan Mataram dari berbagai hal negatif yang dapat mengancam keamanan kerajaan. 

Sementara Imogiri berasal dari kata hima dan giri. Hima berarti kabut dan giri berarti gunung, sehingga Imogiri bisa diartikan sebagai gunung yang diselimuti kabut. Memang, sesuai namanya, makam berlokasi di Dusun Pajimatan, Girirejo, Imogiri, Bantul, tepatnya di puncak Bukit Merak dengan ketinggian 85 meter di atas permukaan air laut yang menjadikan tempat ini memiliki pemandangan yang indah sekali

Nah, selama di Yogyakarta saya dan keluarga menginap di hotel Hyatt Regency Yogyakarta, yang membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk menuju ke sana. Setiba di area parkir, kami ditanya petugas tujuan kedatangan dan diinformasikan ada pemandu wisata jika membutuhkan.

Akhirnya kami diantar oleh Pak Giyanto (WA 087860622033), pemandu wisata Makam Pajimatan Imogiri, yang berbaju ala abdi dalem Keraton Yogyakarta. Beliau ramah dan detil dalam memandu selama kami menjelajahi komplek makam ini, yang meski sudah dilengkapi QR Code pada masing-masing Penanda Keistimewaan tapi penjelasan yang humanis dari pemandu lokal sungguh membuat kunjungan kami jadi makin berkesan.

Oh ya, Makam Imogiri merupakan tempat sakral yang sangat dihormati oleh keluarga Keraton Yogyakarta maupun Surakarta serta masyarakat umum. Karenanya, terdapat beberapa aturan bagi pengunjung/peziarah, di antaranya harus mengenakan pakaian adat apabila akan memasuki area-area tertentu yaitu busana pranakan untuk laki-laki dan semekan untuk perempuan. Selain itu pengunjung/peziarah dilarang mengenakan alas kaki apabila akan memasuki area-area tertentu itu.

Namun, karena saya sekeluarga hanya bertujuan wisata maka hanya lewat bagian depan makam saja, dan tidak memasuki area yang mewajibkan memakai pakaian adatnya. 

Mungkin lain kali kami ke sini lagi, misalnya saat dihelat Tradisi Nguras Enceh yang merupakan peristiwa budaya yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura (Muharram), tepatnya setiap hari Jum'at Kliwon pada bulan Sura setelah dilaksanakannya Jamasan Pusaka (Siraman Pusaka) Keraton Yogyakarta.

Tradisi ini merupakan upacara penggantian/menguras air di dalam enceh/tempayan/gentong yang menurut sejarahnya, enceh yang terdapat di Makam Pajimatan Imogiri ini dulu digunakan Sultan Agung untuk berwudhu. 

Enceh di makam ini berjumlah 4 buah, diperoleh Sultan Agung dari 4 kerajaan sahabat, dan diberi nama Kyai Danumaya (dari Kerajaan Aceh), Nyai Danumurti (dari Kerajaan Palembang), Kyai Mendung (dari Kerajaan Rum, Turki), dan Kyai Syiem (dari kerajaan Siam, Thailand).

Hal ini menggambarkan bahwa hubungan kerjasama pada masa pemerintahan Sultan Agung tidak hanya sebatas pada kerajaan-kerajaan di Nusantara, tapi juga mancanegara.

Makam Imogiri
papan informasi berlatar 4 enceh di belakangnya

Wisata Yogyakarta
sang arsitek yang mendesain Makam Imogiri

Tips Mengunjungi Makam Imogiri
perhatikan jam buka Makam Imogiri sebelum ke sini

Sejarah Makam Imogiri

Sementara, menilik sejarah Makam Imogiri diawali saat Sultan Agung memerintahkan Panembahan Juminah (paman Sultan Agung) untuk membangun Makam di Giriloyo Imogiri, pada akhir masa pemerintahannya,. Tapi ketika pembangunan makam belum selesai, Panembahan Juminah meninggal dunia dan kemudian dimakamkan di situ.

Selanjutnya diperintahkanlah Kyai Tumenggung Citrokusumo untuk membangun makam di Pajimatan Imogiri yang dikenal dengan nama Makam Pajimatan Imogiri, untuk memakamkan Sultan Agung dan raja-raja Mataram muslim beserta keturunannya dan Sultan Agung adalah raja pertama yang dimakamkan di sini.

Kompleks pemakanam ini disebut kedhaton, yang dibangun secara bertahap, untuk memakamkan beberapa raja beserta keluarga terdekat, yang terdiri dari:
  • Kedhaton Sultanagungan: untuk memakamkan Sultan Agung, Sunan Amangkurat II, dan Sunan Amangkurat III.
  • Kedhaton Pakubuwanan:  untuk memakamkan Sri Susuhunan Paku Buwana I, Sunan Amangkurat IV, dan Sri Susuhunan Paku Buwana II.
Sejak Perjanjian Giyanti ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755, yang dikenal sebagai Palihan Nagari karena membagi Mataram menjadi 2 kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Makam Pajimatan Imogiri pun turun dibagi menjadi 2 bagian.

Pada bagian sebelah barat digunanakan untuk memakamkan raja-raja Kasunanan Surakarta beserta keluarga terdekatnya, terdiri dari:
  • Kedhaton Bagusan/Kasuwargan: untuk memakamkan Susuhunan Paku Buwana III, Susuhunan Paku Buwana IV, dan Susuhunan Paku Buwana V beserta keluarga terdekatnya.
  • Kedhaton Astana Luhur: untuk memakamkan Susuhunan Paku Buwana VI, Susuhunan Paku Buwana VII, Susuhunan Paku Buwana VIII, dan Susuhunan Paku Buwana IX beserta keluarga terdekatnya.
  • Kedhaton Girimulyo: untuk memakamkan Susuhunan Paku Buwana X dan Susuhunan Paku Buwana XI beserta keluarga terdekatnya.
Sementara, pada bagian timur digunakan untuk memakamkan raja-raja Kasultanan Yogyakarta beserta keluarga terdekatnya, antara lain:
  • Kedhaton Kasuwargan: untuk memakamkan Sultan Hamengku Buwana I dan Sultan Hamengku Buwana III beserta keluarga terdekatnya.
  • Kedhaton Besiyaran: untuk memakamkan Sultan Hamengku Buwana IV, Sultan Hamengku Buwana V, dan Sultan Hamengku Buwana VI beserta keluarga terdekatnya.
  • Kedhaton Saptarengga: untuk memakamkan Sultan Hamengku Buwana VII, Sultan Hamengku Buwana VIII, dan Sultan Hamengku Buwana IX beserta keluarga terdekatnya.
TiketMasuk Makam Imogiri
olahraga naik turun tangga


pindai QR Code ini untuk informasi


Tips Mengunjungi Pajimatan Imogiri

Pada kunjungan ke Makam Imogiri ini saya dan keluarga berkeliling area (yang tidak perlu pakaian adat untuk memasukinya), sambil mendengarkan penjelasan dari Pak Giyanto, dengan sesekali berhenti untuk membaca informasi, takzim berdoa, juga pepotoan untuk kenangan pastinya.

Nah, jika teman-teman juga berkeinginan mengunjungi Makam Imogiri, sebaiknya: 
  1. Perhatikan hari dan jam berkunjung: Senin 10.00-13.00, Jumat 13.00-16.00, Minggu 10.00-13.00, 1 Syawal 10.00-13.00, 8 Syawal 10.00-13.00, 10 Besar 10.00-13.00, Ramadhan tutup 1 bulan
  2. Patuhi tata cara berkunjung, yaitu peziarah diharapkan: berperilaku sopan dan santun, berpakaian rapi dan sopan, mengenakan pakaian adat apabila akan memasuki area tertentu, menjaga keamanan barang milik pribadi, menjaga kenyamanan dan kekhusukan peziarah lainnya 
  3. Patuhi larangan, yakni peziarah dilarang untuk membawa/membunyikan radio/tape/alat musik lainnya, dilarang mengenakan alas kaki apabila akan memasuki area-area tertentu, dilarang mengoperasionalkan alat-alat komunikasi, dilarang membuat gaduh yang dapat mengganggu pengunjung lainnya, dilarang berjualan di dalam benteng makam raja-raja, dilarang mencorat-coret dan/atau merusak bangunan dan sekitar Makam Imogiri, dilarang mengganggu kepentingan umum.
  4. Siapkan fisik karena luasnya area juga banyaknya jumlah tangga butuh tenaga ekstra, misalnya seperti saya yang sebelumnya isi perut dulu di Sate Klatak Pak Pong biar kuat keliling area😊
  5. Memakai pakaian dan alas kaki yang nyaman karena menuju area kita mesti menaiki banyak anak tangga juga mengingat akan luas tempatnya
  6. Siapkan uang tunai karena nanti kita akan membayar parkir, mengisi kotak infak (sukarela), membayar pemandu wisata (sukarela) jika ingin didampingi, dan menyewa busana adat (jika mau)
  7. Membawa bekal air minum karena naik turun tangganya lumayan juga

Selamat Berwisata!💗


Salam

Dian Restu Agustina





@dianrestuagustina Makam Raja-Raja Imogiri #Jogjakarta #CapCut ♬ Wong Jowo Ojo Ilang Jawane - Sindy Purbawati
Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

21 komentar untuk "Mengunjungi Makam Imogiri"

  1. Ya Allah sebanyak itu ternyata anak tangga yang harus dilalui untuk mencapai makam Imogiri :D Pantas mesti bawa air minum yang banyak. Untung ditemani Pak Goyanto ya dengerin penjelasan beliau wisatawan bisa tambah wawasan sejarah juga. Canggih banget udah tersedia QR Code untuk dipindai. Makamnya ada 2 ya di barat dan timur. Kudu seahrian ini dari subuh kalau perlu sampai maghrib, ini pun kalau boleh masuk jam segitu hihihihihi :D

    BalasHapus
  2. Ternyata eksplor ku di Yogyakarta belum seberapa ya, cuma tau tempat-tempat viral aja.. Bahkan imogiri pun taunya aku tuh yang hutan pinus imogiri, kalo makam imogiri ini baru tau pas baca artikel mbak.

    BalasHapus
  3. Kemegahan dan nilai sejarah yang terkandung di tempat ini benar-benar memukau dengan suasana tenang dan asri. Kompleks makam ini dikelilingi oleh pepohonan rindang yang memberikan kesejukan. Di sepanjang jalan. Bangunan-bangunan di kompleks ini memiliki arsitektur yang khas dan mencerminkan kejayaan Kesultanan Mataram Islam. cakep sih

    BalasHapus
  4. Yogyakarta tak hanya tentang Malioboro, tetapi masih banyak menyimpan destinasi wisata sejarah dan budaya yang layak kita eksplore termasuk komplek makam Imogiri, ya

    BalasHapus
  5. Destinasi yang unik ini kalau ke Jogja, ada sisi historisnya untuk mengenal lebih jauh tentang Jogja itu sendiri. Dan ternyata jadwalnya kunjungannya di jam tertentu ya mbak, bisa jadi referensi nih pas jalan-jalan ke Jogja.

    BalasHapus
  6. Duuh foto pertama udah disuguhkan penampakan tangga curam bener trus itu anak tangga banyak banget mbak... ngga lemes kah lututnya? hehee
    Tapi kalo penasaran, udahlah jam opreasional terbatas kudu semua dijelajahi yaaa. seribu anak tangga sekalipun.
    Kangen Jogja.....

    BalasHapus
  7. Khusus hari Jum'at berarti dibukanya bakda solat Jumat ya. Bener nih kudu tahu jam bukanya, biar bisa atur waktu kedatangan. Dan pastinya kaki kudu kuat yak

    BalasHapus
  8. Belum banyak menjadi tujuan kecuali utk berziarah, padahal makam imogiri kental bgt nuansanya utk wisata sejarah dan budaya. Aura misteriusnya masih cukup terasa disamping banyak juga mitos mengebai tempat ini

    BalasHapus
  9. Naik tangganya lumayan ya, Mbak. Lumayan bikin lemes dengkul kayaknya. Hihi.... Tapi pengen nyoba juga kalau ada kesempatan (dan masih kuat).

    BalasHapus
  10. Saya dan teman-teman inshaAllah mau ke Jogyakarta September ini. Salah satu tempat tujuan kami adalah Makam Imogiri ini. MashaAllah saya malah dapat informasi lengkap dari tulisan ini. Jadi tambah bikin semangat untuk melakukan eksplorasi dengan menggaet tour guide untuk membimbing selama dalam setiap langkah. Meskipun sudah ada QR Code di setiap titik wisata, mendengarkan banyak ulasan langsung dari yang paham kunjungan kita tentunya bakal lebih berkualiatas ya Mbak. Can't hardly wait to be here soon.

    BTW, di dekat lokasi makam apakah ada wisata kulinernya Mbak Dian?

    BalasHapus
  11. Wah seru nih bisa main ke tempat pemakaman raja-raja begini. Anak-anakku bakalan suka nih kalo diajak ke sana. Dan keren, ada tempat pindai QR Code untuk bisa tahu informasi tentang berbagai hal di makam tersebut ya. Kalo ke Jawa, jadi salah satu rekomendasi yang bisa dikunjungi deh tempat ini.

    BalasHapus
  12. wah belum kesampaian nih saya ke makam Imogiri
    Malah waktu itu akhirnya ke Astana Giribangun
    awalnya ditolak karena harus ada surat dari Kalitan
    Tapi akhirnya diizinkan karena sedang mengandung
    Waktu itu saya berharap agar anak yang saya kandung kecipratan jadi presiden, hahaha

    BalasHapus
  13. Wihh udah lama nih aku gak jalan2 ke blog mba Dian, eh udah jalan2 sampai ke Imogiri malah hehehe..... tangganya lumayan banget ya mbak buat ngencengin betis :D Jadi pengen juga ke sini, biar wisatanya gak mainstream ke obyek wisata aj yess...

    BalasHapus
  14. Oh, jam kunjungannya beda-beda ya, bahkan ada waktu-waktu khusus juga untuk tanggal tertentu di penanggalan Jawa. Jadi kalau mau ke sana, emang mesti ngecek dulu nih jam kunjungannya.

    Sedih ya, perjanjian Giyanti bukan cuma memecah jadi Yogyakarta dan Surakarta, bahkan kompleks makam imogiri pun di bagi menjadi dua pula.

    BalasHapus
  15. mbaaa area pemakamannya rapi dan indah ya. ada jam bukanya juga ya. tapi saya liat tangganya udah ngos-ngosan duluan duh, olahraga banget pasti. By the way, aku jadi tahu arti imogiri dari artikel ini. makasih mba

    BalasHapus
  16. Parah banget ilmu geografiku, ka Diaaan..
    Aku pikir tadi Kerajaan Mataram tuh di Mataram. Makanya agak heran waktu liat alamat Makam Imogiri di Bantul.
    Lhaah?

    Ehiyaaa.. Kerajaan Mataram mah bukan berarti di NTB yaa.. huhuhu.. poor me!
    Rasanya kaya gini jadi pingin baca-baca sejarah lagiii.. Dulu asal ulangan, bisa jawab aja.
    Ternyata di kehidupan nyata, ini tuh penting banget. Yang sekaligus membuat kita tersadar akan jasa para pahlawan yang telah gugur mempertahankan tanah Indonesia.

    BalasHapus
  17. Lihat tangganya kok berasa ngos-ngosan ya saya, hihihi. Ketauan nih jarang jalan-jalan sekalinya naik tangga stasiun suka kaya kehabisan nafas. Gimana ya kalau ke sini? Mungkin karena suasananya teduh dan damai, bisa saja malah jadi semangat seperti mba Dian ya. Apalagi ditemani pemandu. Rasanya pun nyaman seperti ditemani tuan rumah

    BalasHapus
  18. Wah bisa jadi tujuan wisata nih kalo lagi ke Jogja. Bisa kenal sejarah kerajaan di Indonesia juga.

    BalasHapus
  19. Wisata sejarah gini seru ya. Bentuk arsitektur bangunannya menarik. Juga cerita tentang sejarahnya menarik. Meskipun perlu kesiapan fisik juga buat mengelilingi kompleksnya 😁

    BalasHapus
  20. Selalu suka sama wisata sejarah semacam ini, bicara tentang makam raja mataram di Jogja, aku kebetulan pernah ikut kegiatan walking tour di makam raja mataram tapi di Kotagede, kebetulan waktu itu juga sekalian keliling di Kotagede. Ke makam yang di imogiri malah belum pernah, semoga ada ksempatan ke sana deh. Sekalian promosi sapa tau yang di jogja ingin wisata sejarah tapi suka bareng tour guide biar bisa paham sejarahnya bisa cari Jogja Good Guide di instagram, mereka sering ngajakin wisata sejarah sambil jalan alias walking tour

    BalasHapus
  21. Jamnya pendek pendek gitu, harus niat banget kalo mau ke sana ya Mbak, biar gak ketinggalan, gak kenuru tutup.

    BalasHapus